Mangku Sitepoe* | Sabtu, 01 September 2012 - 11:44:42 WIB
*Penulis adalah dokter anggota IDI dan PDHI.
Belum lama ini, Uganda (benua Afrika) terjangkit kembali virus ebola yang memakan jiwa belasan orang.
Sementara itu, salah satu penyakit yang mematikan, yakni HIV/AIDS juga belum ditemukan obat yang mujarab. Kesamaan keduanya adalah masuk kategori zoonosis, yaitu penyakit hewan (kera dan simpanse) yang ditularkan ke manusia. Penyakit yang berasal dari hutan itu disebarkan ke-kota.
Penyakit itu ditularkan dari hewan ke hewan, dilanjutkan dari hewan ke manusia, kemudian ditularkan antarmanusia. Namun penyakit ini belum pernah ditularkan dari manusia ke hewan kembali.
Penularan dari hewan ke manusia dapat melalui makanan (food borne disease) dan penularan antarmanusia dapat melalui hubungan seksual (intersexual disease). Pada kasus demam ebola, bersalaman saja sudah dapat menularkan virus.
Mengetahui kapan dan penyebaran suatu penyakit sangatlah penting. Penyakit HIV/AIDS juga menyebar ke Indonesia, namun kita tidak pernah tahu kapan masuknya.
Bagaimana dengan ebola? Indonesia adalah negara bebas demam ebola. Menjadi pertanyaan, apakah penularan HIV/AIDS juga bakal terulang pada demam ebola di Indonesia?
Sejarah Ebola
Penyakit ini pertama sekali dijumpai di Sudan pada 1976 yang disebabkan jenis virus Filoviridae yang terdiri dari empat subtipe, yaitu: Ebola Sudan, E Zaire, E Ivory Coast, dan E Reston (Pourrut X et al, 2005). Tiga virus dari pertama berasal dari simpanse di Afrika, sedangkan virus E Reston berasal dari Asia Tenggara.
Ebola Reston virus pertama kali dijumpai di laboratorium penelitian HIV/AIDS Reston, Virginia Amerika Serikat tahun 1989 pada kera berekor panjang (Macaca fascicularis) yang diimpor dari Filipina. Penyakit ini tidak menyerang para pekerja laboratorium, tetapi dalam darah dijumpai virus E Reston tanpa menimbulkan gejala penyakit pada manusia ( Siegert, R. Et al, 2009).
Pada 1967, dijumpai penyakit demam berdarah Marburg di Jerman (Eropa) dengan virus penyebab juga termasuk jenis Fliloviridae, yaitu jenis virus ebola yang ditularkan ke manusia maupun hewan dari 31 penderita yang tertular tujuh orang yang meninggal (Kuhn, J. H et al, 2010).
Kemudian muncul marburg di beberapa negara di Afrika sejak 1975-2001. Dengan virus Marbug ada yang menyebut Ebola Marburg dengan fatality rate sampai mencapai 90 persen (Smith, D. H.et al, 1982). Kemudian pada 1988 dan 1990 muncul virus marburg di Kosovo, pada laboratorium yang akan akan dipergunakan untuk menghasilkan senjata biologis (Alibek, Steven; Handelman,).
Epidemiologi Ebola
Masa inkubasi virus ebola adalah 4-14 hari dengan gejala panas, sakit kepala, otot-otot sakit disusul dengan muncul bercak merah di badan, sakit daerah dada kiri, muntah, dan berak darah, terjadi pendarahan bagian organ dalam, mengalami gagal ginjal dan hati, akhirnya shock.
Pada tahap penularan hewan ke manusia, penderita ada kontak dengan kera atau simpanse hidup maupun mati (termasuk mengonsumsi dagingnya). Penularan antarmanusia terjadi karena berciuman, berhubungan seksual, bahkan bersalaman dengan penderita atau menghadiri upacara pemakaman penderita demam ebola.
Memastikan diagnosis bahwa seseorang terkena virus ebola adalah dengan memeriksa darah atau cairan tubuh lainnya dari penderita. Mengambil darah dari tubuh pasien penderita demam ebola harus berhati-hati karena dapat memicu pendarahan yang tidak terkontrol. Morbiditi atau angka kesakitan rendah, tetapi mortaliti atau angka kematian tinggi.
Sebaiknya kita harus waspada siapa pun yang kerap berhubungan dengan kera ekor panjang (Macaca fascicularis), simpanse/gorila, dan orang hutan. Misalkan, seekor kera mati karena virus ebola, maka orang yang ada di dekatnya dapat tertular. Orang yang tertular bisa saja tidak menunjukkan gejala demam ebola, tetapi dalam darah ada virusnya.
Di Uganda, wabah yang merebak Juli 2012 itu dialami oleh mereka yang mengantar korban demam ebola ke pemakaman. Penularan terjadi karena kontak langsung dengan jenazah penderita karena terkena cairan tubuh dapat melalui mulut, mata, dan alat pernapasan.
Potensi Terjangkit
Di Indonesia potensi wabah ini merebak juga ada. Hewan reservoir untuk penyakit ini, misalnya kalong, tersebar luas di seluruh Nusantara dan dapat menyebarkan demam ebola.
Di Filipina codot (yang reservoir virus ebola) makan buah, potongan buah dimakan babi, maka babi menderita virus ebola (Yoshikawa Y, 2006). Di Indonesia codot makan berbagai buah, seperti jambu, sawo, rambutan, matoa (di Papua). Buah sisanya yang dipetik dan dimakan manusia dikhawatirkan akan menularkan virus ini apabila codot telah menjadi reservoir virus ebola.
Hewan reservoir lainnya adalah orang hutan di Kalimantan, dan telah dijumpai serum darah yang menunjukkan adanya “infeksi” virus ebola, meski belum memberikan gejala kekhawatiran suatu saat akan dapat menularkan ke manusia (Nidom CH et al, 2012).
Kasus virus ebola reston yang merebak di Reston, Virginia (Amerika Serikat) bermula dari kera berekor panjang (Macaca fascicularis). Virus itu kemudian menular ke kera lainnya, lalu ke manusia, meski belum menunjukkan gejala ( Rollin P Williams, 1999).
Indonesia setiap tahun mengekspor kera ekor panjang ke Amerika Serikat untuk penelitian HIV/AIDS. Ada kekhawatiran kera Indonesia juga menjadi reservoir virus ebola seperti orang utan di Kalimantan (Nidom Ch et al , 2012).
Kita harus waspada karena kini semakin banyak orang dari benua Afrika datang dan bermukim di Indonesia. Bisa jadi ada di antara mereka yang berasal dari negara tertular penyakit demam ebola.
Dengan demikian, ada potensi menjadi reservoir penularan virus ebola, seperti penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual. Mudah-mudahan kekhawatiran ancaman virus ebola di Indonesia tidak menjadi kenyataan, namun tidak ada salahnya waspada.
Sumber : http://www.shnews.co/detile-7164-mewaspadai-penyebaran-virus-ebola-di-indonesia-.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar