Jumat, 27 April 2012

Penyakit Malaria


Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan Plasmodium, dimana proses penularannya melalui gigitan nyamuk Anopheles. Protozoa parasit jenis ini banyak sekali tersebar di wilayah tropik, misalnya di Amerika, Asia dan Afrika.

Ada empat type plasmodium parasit yang dapat meng-infeksi manusia, namun yang seringkali ditemui pada kasus penyakit malaria adalah Plasmodium falciparum and Plasmodium vivax. Lainnya adalah Plasmodium ovale dan Plasmodium malariae.
  • Tanda dan Gejala Penyakit malaria

  • Masa tunas / inkubasi penyakit ini dapat beberapa hari sampai beberapa bulan yang kemudian barulah muncul tanda dan gejala yang dikeluhkan oleh penderita seperti demam, menggigil, linu atau nyeri persendian, kadang sampai muntah, tampak pucat / anemis, hati serta limpa membesar, air kencing tampak keruh / pekat karena mengandung Hemoglobin (Hemoglobinuria), terasa geli pada kulit dan mengalami kekejangan.

    Namun demikian, tanda yang klasik ditampakkan adalah adanya perasaan tiba-tiba kedinginan yang diikuti dengan kekakuan dan kemudian munculnya demam dan banyak berkeringat setelah 4 sampai 6 jam kemudian, hal ini berlangsung tiap dua hari. Diantara masa tersebut, mungkin penderita merasa sehat seperti sediakala. Pada usia anak-anak serangan malaria dapat menimbulkan gejala aneh, misalnya menunjukkan gerakan / postur tubuh yang abnormal sebagai akibat tekanan rongga otak. Bahkan lebih serius lagi dapat menyebabkan kerusakan otak.

  • Penggolongan Manifestasi Penyakit Malaria

  • Ada beberapa bentuk manifestasi penyakit malaria, antara lain :
    - Malaria tertiana, disebabkan oleh Plasmodium vivax, dimana penderita merasakan demam muncul setiap hari ketiga.
    - Malaria quartana, disebabkan oleh Plasmodium malariae, penderita merasakan demam setiap hari keempat.
    - Malaria serebral, disebabkan oleh Plasmodium falciparum, penderita mengalami demam tidak teratur dengan disertai gejala terserangnya bagian otak, bahkan memasuki fase koma dan kematian yang mendadak.
    - Malaria pernisiosa, disebabkan oleh Plasmodium vivax, gejala dapat timbul sangat mendadak, mirip Stroke, koma disertai gejala malaria yang berat.

  • Menegakkan Diagnosa Penyakit Malaria

  • Dengan adanya tanda dan gejala yang dikeluhkan serta tampak oleh Tim kesehatan, maka akan segera dilakukan pemeriksaan laboratorium (khususnya pemeriksaan darah) untuk memastikan penyebabnya dan diagnosa yang akan diberikan kepada penderita.

  • Pengobatan Penyakit Malaria

  • Berdasarkan pemeriksaan, baik secara langsung dari keluhan yang timbul maupun lebih berfokus pada hasil laboratium maka dokter akan memberikan beberapa obat-obatan kepada penderita. Diantaranya adalah pemberian obat untuk menurunkan demam seperti paracetamol, vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh sebagai upaya membantu kesembuhan.

    Sedangkan obat antimalaria biasanya yang dipakai adalah Chloroquine, karena harganya yang murah dan sampai saat ini terbukti efektif sebagai penyembuhan penyakit malaria di dunia. Namun ada beberapa penderita yang resisten dengan pemberian Chloroquine, maka beberapa dokter akan memberikan antimalaria lainnya seperti Artesunate-Sulfadoxine/pyrimethamine, Artesunate-amodiaquine, Artesunat-piperquine, Artemether-lumefantrine, dan Dihidroartemisinin-piperquine.

  • Pencegahan Penyakit Malaria

  • Pencegahan penyakit malaria dapat dilakukan dengan Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN), berusaha menghindarkan diri dari gigitan nyamuk, atau upaya pencegahan dengan pemberian obat Chloroquine bila mengunjungi daerah endemik malaria.
     


     
     
    Sumber : http://www.infopenyakit.com/2008/04/penyakit-malaria.html

    Sabtu, 21 April 2012

    MENKES DALAM KONDISI MEMERLUKAN PERAWATAN

    Jakarta, 20 April 2012

    Saat ini, Menteri Kesehatan RI, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH tengah menjalani perawatan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. Pada Oktober 2010, Menkes terdeteksi mengidap kanker paru. Sejak saat itu, Menkes telah menjalani pengobatan baik di dalam maupun di luar negeri selama lebih kurang 1,5 tahun. Pengobatan tersebut antara lain radiasi lokal dan bedah beku, tujuannya untuk mengobati kanker secara lokal serta meningkatkan daya tahan tubuh. Selama kurun waktu pengobatan tersebut beliau menjalankan tugas  tanpa kendala.

    Setelah menjalani pengobatan tersebut, kondisi Menkes cukup baik dan sempat tidak ada keluhan. Namun lebih kurang dua minggu yang lalu, Menkes merasakan keluhan nyeri di tubuh sehingga dilakukan pemeriksaan lebih intensif di RSCM. Berdasarkan hasil pemeriksaan menyeluruh yang dilakukan oleh tim dokter, disimpulkan Menkes memerlukan pengobatan lebih lanjut, berupa radioterapi/radiasi secara serial dan perawatan untuk mengurangi keluhan nyeri serta ketidaknyamanan. Selain radioterapi, juga dilakukan pemantauan kondisi darah dan metabolisme untuk meningkatkan stamina/kondisi tubuh.

    Dalam rentang proses pengobatan yang sedang dijalani, kondisi Menkes menunjukkan perbaikan, dimana keluhan nyeri sudah berkurang. Saat ini, kondisi Menkes relatif baik/terkontrol. Beliau tetap melaksanakan tugasnya sebagai Menteri Kesehatan, serta memberikan arahan kepada para stafnya.

    Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Direktur Utama RSCM, Prof. DR. Dr. Akmal Taher, Sp.U (K) melalui nomor 0811992595 atau bagian humas RSCM (021) 3914661 dan 3924268.  

    Sumber : http://www.depkes.go.id/index.php/component/content/article/43-newsslider/1893-menkes-dalam-kondisi-memerlukan-perawatan.html

    KEBERHASILAN PEMDA TAMPAK DARI KEBERHASILAN PENCAPAIAN MDGs DI WILAYAHNYA

    Sumatera Barat, 16 April 2012


    Keberhasilan pencapaian MDG di suatu wilayah menggambarkan keberhasilan Pemerintah Daerah dalam mensejahterakan rakyatnya.
    MDG memiliki 8 target. Untuk mencapat target 1C tentang menurunkan prevalensi gizi kurang pada anak Balita, pemerintah melakukan  intervensi 1000 hari Periode Emas, pemberian MP-ASI pada anak gizi kurang dari keluarga miskin, tata laksana pada semua balita yang mengalami gizi buruk serta meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui Gerakan Nasional Sadar Gizi.  Saat ini  masih ada 15 provinsi memiliki prevalensi gizi buruk dan gizi kurang di atas angka nasional. Sementara  masih ada masalah stunting dengan prevalensi 35,8%.

    Demikian sambutan Menkes yang dibacakan Wakil Menteri Kesehatan Prof. Ali Ghufron pada acara puncak pekan MDGs Prov. Sumatera Barat di Sumatera Barat. Hadir pada acara ini Menteri Koordinator Kesra , Menteri Dalam Negeri, Utusan Khusus Persiden untuk MDGs, Gubernur Provinsi Sumatera Barat,, Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat.

    Menkes menjelaskan pula upaya mencapai target MDG 4 tentang menurunkan angka kematian Balita adalah dengan meningkatkan persalinan oleh tenaga kesehatan, kunjungan neonatus, pelayanan sesuai standar, mengatasi masalah emergency ibu dan bayi baru lahir melalui puskesmas PONED dan Rumah Sakit PONEK serta pemberdayaan keluarga dan masyarakat akan perawatan dan pola asuh yang benar pada bayi dan balita.

    Sementara untuk mencapai target MDG 5 tentang menurunkan angka kematian ibu menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup, adalah dengan meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat melalui penerapan buku kesehatan ibu dan anak (KIA), program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi, kemitraan bidan dan dukun; meningkatkan persalinan tenaga kesehatan dan persalinan di fasilitas kesehatan; mengatasi masalah emergency melalui puskesmas Pelatihan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) dan rumah sakit Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) serta Audit Maternal Perinatal yang bertujuan untuk mencegah terulangnya penyebab kematian maternal dan neonatal.

    Untuk mencapai target MDG 6 tentang pengendalian HIV AIDS dilakukan strategi peningkatan sosialisasi, meningkatkan akses pengobatan HIV/AIDS, dan implementasi program PMTCT. Hal ini dilakukan karena masih kurangnya masyarakat yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS.

    Untuk mencapai target 7C tentang menurunkan separuh proporsi rumah tangga tanpa akses terhadap air minum yang aman dan fasilitas sanitasi, dilakukan pemberdayaan masyarakat. Hal ini sejalan dengan 8 prioritas pembangunan kesehatan” kata Menkes.

    Dalam pencapaian visi serta mengimplementasikan misi Kemenkes, Pembangunan Kesehatan tahun 2010-2014 difokuskan pada delapan fokus prioritas yaitu; peningkatan kesehatan ibu, bayi, Balita dan KB; perbaikan status gizi masyarakat; pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular diikuti penyehatan lingkungan; pemenuhan, pengembangan, dan pemberdayaan SDM kesehatan; peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, keamanan, mutu dan penggunaan obat serta pengawasan obat dan makanan; pengembangan Sistem Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas); pemberdayaan masyarakat, penanggulangan bencana dan krisis kesehatan; dan peningkatan pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tersier.

    Pada kesempatan tersebut Menkes menyampaikan apresiasi atas inovasi dan kreativitas Pekan MDGs yang diselenggarakan Provinsi Sumbar yang menyajikan berbagai jenis kegiatan dan lomba di bidang kesehatan di seluruh kab/kota.

    Menkes mengatakan dalam kegiatan yang bertemakan ”Melalui Pekan MDGs Kita Tingkatkan Kepedulian Terhadap Kesehatan” akan menggali potensi, melihat peluang dan tantangan serta meningkatkan pengetahuan, menumbuhkan kesadaran dan kepedulian semua stakeholders untuk berkontribusi dan berperan dalam upaya percepatan pencapaian MDGd tahun 2015.

    Menkes berharap Pekan MDGs bukan sekedar kegiatan serimonial, namun sebagai penggerak komitmen bersama semua stakeholder terkait di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat Sumatera Barat yang lebih baik lagi.

    Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili: (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): <kode lokal> 500-567 dan 081281562620 (sms), atau e-mail kontak@depkes.go.id
     
    Sumber : http://www.depkes.go.id/index.php/component/content/article/43-newsslider/1892-keberhasilan-pemda-tampak-dari-keberhasilan-pencapaian-mdgs-di-wilayahnya.html

    GELORA MDGs DI SUMATERA BARAT

    Jakarta, 19 April 2012

    Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL), Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), MARS, DTM&H, DTCE menjadi pembicara pada Seminar "Mari Kita Suarakan MDGs", yang dilaksanakan di Kota Padang, 17 April 2012. Seminar ini merupakan rangkaian kegiatan Pekan MDGs Sumatera Barat 2012.
    Kegiatan puncak Pekan MDGs Sumatera Barat 2012 dimulai dari tanggal 16 April 2012, yang diawali dengan cuci tangan pakai sabun dan sikat gigi oleh 1000 anak sekolah dasar. Dalam puncak pekan MDGs ini juga dilakukan berbagai acara yaitu deklarasi seluruh Kepala Daerah (Bupati/Walikota) untuk mendukung MDGs, deklarasi gerakan 1000 jamban, pencanangan pekan posyandu dan gerakan imunisasi serentak oleh Ibu Gubernur, pembacaan puisi ODHA dan penyerahan penghargaan tokoh masyarakat peduli ODHA, deklarasi seluruh organisasi profesi untuk mendukung Public Privat Mix dalam program pengendalian Tuberkulosis, drama malaria oleh siswa SD, dokter kecil award dan lomba menggambar bertema penyehatan lingkungan, presentasi kreatif mahasiswa, serta penyerahan hadiah untuk: juru imunisasi teladan; sanitarian teladan; dan lomba penyuluhan kader P2P.

    Selama Pekan MDGs di Sumatera Barat juga  dilakukan berbagai kegiatan seperti sosialisasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) di era desentralisasi yang dilanjutkan dengan deklarasi Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS) pada 14 nagari di Kabupaten Padang Pariaman pada tanggal 10 April 2012, deklarasi SBS pada 8 Kelurahan di Kota Padang pada tanggal 16 april 2012, drama pementasan tari kontemporer “Darah Jantan” oleh ODHA, seminar “Mari Kita Suarakan MDGs”, sosialisasi TB dan sosialisasi HIV pada perwakilan seluruh kabupaten/kota, masing-masing 5 orang tokoh masyarakat dan 4 orang PKK, dan pameran MDGs bidang kesehatan Sumatera Barat.

    Prof. Tjandra menegaskan bahwa acara Pekan MDGs di Sumatera Barat, jadi deklarasi Bupati dan Walikota se-Sumatera Barat, dan diharapkan provinsi lain akan ikut melakukan kegiatan untuk mempercepat pencapaian target MDGs di daerah masing-masing.

    Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili: (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): <kode lokal> 500-567 dan 081281562620 (sms), atau e-mail kontak@depkes.go.id
     
    Sumber : http://www.depkes.go.id/index.php/component/content/article/43-newsslider/1891-gelora-mdgs-di-sumatera-barat.html

    KOMITMEN PELAKSANAAN MDGs DI KOTA BUKIT TINGGI

    Jakarta, 19 April 2012


    Kemarin (18/04), Direktur Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), Kemenkes, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama  SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE bersama Walikota Bukit Tinggi, H. Ismet Amzis SH, telah mencanangkan komitmen pelaksanaan MDGs di kota Bukit Tinggi.

    Pada kesempatan tersebut Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama juga menyerahkan bantuan sebanyak 1 (satu) buah mobil Dinas Kesehatan Bukit Tinggi untuk memperkuat Program Penanggulangan HIV/AIDS di kota Bukit Tinggi.
    Sementara itu, dalam sambutannya Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama menyampaikan bahwa Menkes menunjuk Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama sebagai Pembina Wilayah (BinWil) Sumatera Barat di bidang kesehatan yang bertugas untuk menjembatani antara Kemenkes di tingkat pusat dengan kegiatan di provinsi maupun kabupaten dan bahkan terjun langsung ke lapangan.

    “Semangat masyarakat dan komitmen Pemda di Sumatera Barat dalam bidang kesehatan dirasa cukup tinggi dan terdapat variasi masalah kesehatan di Sumatera Barat yang cukup luas” ujar Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama.

    Kemenkes melalui Dirjen P2PL menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pemda dan masyarakat Bukit Tinggi yang telah banyak melakukan kegiatan kesehatan yang berhasil.

    “Target MDGs tahun 2015 harus diupayakan agar dapat tercapai dengan baik” kata Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama.

    Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama menambahkan agar kegiatan kesehatan perlu mendapatkan dukungan dari lintas sektor dan lintas program. Dimana, mencegah lebih baik dari pada mengobati orang sakit.

    Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama berharap agar kegiatan Promotif dan Preventif dapat terus digalakkan di masyarakat Bukit Tinggi yang diantaranya dengan melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

    Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili: (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): <kode lokal> 500-567 dan 081281562620 (sms), atau alamat e-mail kontak@depkes.go.id

    Sumber : http://www.depkes.go.id/index.php/component/content/article/43-newsslider/1890-komitmen-pelaksanaan-mdgs-di-kota-bukit-tinggi.html

    KESEHATAN YANG BAIK MEMPERPANJANG USIA DAN KEHIDUPAN

    Jakarta, 17 April 2012


    Hari ini (17/04), dilaksanakan puncak Hari Kesehatan Sedunia ke-64 di Gedung Prof. Sujudi kantor Kementerian Kesehatan Jakarta. Berbagai kegiatan digelar pada kesempatan tersebut seperti acara seminar, aksi simpatik di jalan HR. Rasuna Said depan gedung Kemenkes RI, pemeriksaan kesehatan bagi para peserta seminar dan senam vitalitas otak.

    Acara seminar berjudul Menuju tua, sehat, mandiri, dan produktif dibuka oleh Menkes yang diwakili oleh Wamenkes Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D. Dalam sambutannya, Menkes mengatakan Hari Kesehatan Sedunia merupakan kesempatan untuk memulai aksi bersama dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melindungi masyarakat dari berbagai masalah kesehatan, dan mencari solusi yang tepat dan bermanfaat dari berbagai masalah kesehatan.

    Menurut Menkes, populasi lansia di Indonesia terus berkembang dan dikhawatirkan akan meningkatkan angka beban ketergantungan atau dependency ratio. Oleh karena itu, telah diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia. Pelayanan tersebut mencakup pelayanan keagamaan, mental, spiritual; pelayanan kesehatan dan pelayanan umum; kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum bagi lansia.

    Acara seminar diisi dengan beberapa topik seperti; mempersiapkan masa tua yang sehat, mandiri dan aktif; gaya hidup sehat sepanjang kehidupan; faktor kunci menjadikan penuaan positif; masuk kerja sehat, pensiunan sehat; mendukung pemberdayaan lansia berarti investasi bagi kehidupan kaum muda; lansia, kesempatan kedua dalam pemberdayaan keluarga, masyarakat negara; dan menuju masyarakat ramah lansia melalui hubungan antar generasi disampaikan oleh Guru Besar Univ. Atmajaya, Prof. Dr. Irwanto; Komisi Kesehatan Dewan Riset Nasional (Kemenristek) Prof. Dr. Suhartono Taat Putra dr. MS; President of CMAAO (The Confederation of Medical Association in Asia and Oceania), Dr. dr. Fachmi Idris M.Kes; Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, DR. Adyaksa Dault; Master Taichi Indonesia, Jusuf ‘T’ai For Health Sutanto; Guru Besar IPB dan Anggota Komisi Nasional Lansia, Prof. Dr. drh. Clara Meliyanti Kusharto, M.Sc; serta dari Indonesia Research on ageing population network – Universitas Trisakti dan Tim Pakar Komnas Lansia, Dr. dr. RM Nugroho Abikusno, M.Sc,.

    Peringatan Hari Kesehatan Sedunia merupakan momentum bagi para pimpinan negara di dunia bersama seluruh lapisan masyarakat untuk fokus pada tantangan kesehatan yang berdampak global, khususnya masalah kesehatan baru dan masalah kesehatan yang mengemuka atau new and emerging health issues.

    Topik Hari Kesehatan Se-dunia tahun 2012 adalah Ageing and Health atau Penuaan dan Kesehatan dengan tema Good health adds life to years yang berarti Kesehatan yang baik memperpanjang usia dan kehidupan. Tema tersebut memberikan pesan, bahwa kesehatan yang baik sepanjang hidup dapat membantu para lanjut usia menjalani hidup secara produktif dan tetap menjadi sumber daya keluarga dan masyarakat. Sementara itu, kepedulian terhadap proses penuaan adalah kepedulian seseorang sebagai individu maupun sebagai bagian kelompok masyarakat tanpa memandang dimana posisi seseorang dalam masyarakat. Sedangkan pada Tingkat Nasional dipilih tema Menuju tua, sehat, mandiri, dan produktif yang mengandung pesan agar para lanjut usia menerapkan gaya hidup sehat, terlibat dan berkontribusi pada kehidupan sosial masyarakat. Oleh karena itu, pelayanan kesehatan dan lingkungan serta fasilitas pelayanan publik yang ramah lansia harus merupakan agenda dan menjadi prioritas pembangunan.

    Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili: (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): <kode lokal> 500-567 dan 081281562620 (sms), atau alamat e-mail kontak@depkes.go.id
     
    Sumber : http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1886-kesehatan-yang-baik-memperpanjang-usia-dan-kehidupan-.html

    ASPEK KESEHATAN DALAM PARIWISATA

    Jakarta, 16 April 2012


    Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL), Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama membuka Seminar Pariwisata & Kesehatan yang diselenggarakan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Mataram pada 12 April 2012 di Mataram, Nusa Tenggara Barat.

    Dalam arahannya, Prof. Tjandra Yoga Aditama menyampaikan beberapa hal tentang Pariwisata dan kaitannya dengan kesehatan. Kegiatan pariwisata memiliki 3 aspek kesehatan yaitu turis Indonesia pergi ke luar negeri, turis mancanegara datang ke Indonesia, dan turis domestik.

    Turis Indonesia pergi ke luar negeri, meliputi perlunya: 1) Informasi (antara lain dengan pertukaran informasi melalui International Health Regulation / IHR 2005); 2) Persiapan (orang yang akan pergi, ketersediaan petugas terlatih, ketersediaan sarana / prasarana klinik wisata yang belum populer di negara kita, vaksin dll); 3) Pelabuhan udara (cegah tangkal)(IHR 2005); 4) Kesehatan dalam perjalanan; dan 5) Surveilans setelah turis pulang kembali ke tanah air.

    Turis mancanegara datang ke Indonesia, meliputi kegiatan: 1) Informasi (juga dapat melalui IHR 2005); 2) Penanganan masalah kesehatan yang mungkin ada didalam negeri; 3) Informasi ke luar negeri tentang situasi kesehatan kita, bisa melalui media massa; 4) Kesiapan penanganan kesehatan di pelabuhan udara, antara lain cegah tangkal penyakit dan pelaksanaan IHR 2005; 5) Penanganan kasus pada turis mancanegara bila sakit di Indonesia; serta 6. Surveilans, terang Prof. Tjandra.

    Prof. Tjandra mengatakan, secara umum kesehatan pariwisata punya beberapa dasar utama, yaitu: Ilmu Pengetahuan, ketersediaan SDM, sosialisasi, pembagian tugas, koordinasi berbagai unit terkait, serta peran penting IHR 2005.

    “Kesehatan pariwisata merupakan salah satu pengetahuan yang terus berkembang di negara kita, demikian juga penerapannya di lapangan” ujar Prof. Tjandra.

    Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili: (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): 500-567 dan 081281562620 (sms), atau e-mail kontak@depkes.go.id
     
    Sumber : http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1885-aspek-kesehatan-dalam-pariwisata.html

    SERAH TERIMA DATA SASARAN PROGRAM JAMKESMAS BERBASIS DATA TERPADU

    Jakarta, 17 April 2012



    Sasaran program Jamkesmas seringkali  dianggap sudah tidak valid dan harus dilakukan pemutakhiran. Pandangan ini mengemuka dikarenakan adanya permasalahan di daerah yang muncul seperti data sasaran tidak sesuai, peserta sudah meninggal dunia, penduduk baru akibat kelahiran, perubahan tingkat sosial ekonomi, dan lain-lain. Oleh sebab itu, data base terpadu yang disusun oleh tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) berdasarkan hasil survei BPS melalui Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011 menjadi sangat penting untuk kepesertaan Program Jamkesmas selanjutnya.
    Hal lain yang juga menyebabkan permasalahan adalah tidak adanya keseragaman kriteria masyarakat miskin antar daerah sehingga  masing-masing daerah membuat kriteria yang berbeda, walaupun kuotanya ditetapkan oleh Pusat yang menyebabkan terjadinya inclusion error dan exclusion error sebagaimana yang sering dikeluhkan selama ini.

    Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal Kemenkes RI, dr. Ratna Rosita, MPHM, dalam acara Penandatanganan Nota Kesepakatan Kerjasama antara Kemenkes RI dengan tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)  tentang Penggunaan Data Nama dan Alamat dari Basis Data Terpadu untuk Program Perlindungan Sosial dalam Rangka Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Serah Terima Data Sasaran Program Jamkesmas, di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta, Selasa  (17/4/12).
    Penandatangan dilakukan oleh kedua pihak, antara lain pihak kesatu sebagai pengelola Basis Data Terpadu, yang diwakili oleh Deputi Sekretaris Wakil Presiden Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Penanggulangan Kemiskinan, selaku Sekretaris Eksekutif TNP2K, Bambang Widianto. Sementara itu, pihak kedua  sebagai pelaksana program Jamkesmas yang akan menggunakan Basis Data terpadu untuk penetapan sasaran program Jamkesmas, diwakili oleh Sekretaris Jenderal Kemenkes RI, dr. Ratna Rosita, MPHM.

    Data sasaran program Jamkesmas yang diserahkan oleh Sekretariat TNP2K kepada Kemenkes RI, secara rinci antara lain satu buah compact disc (CD) bernomor label 04/TNP2K/04/2012 yang berisi salinan elektronis data sasaran program Jamkesmas 2012 menurut nama dan alamat rumah dalam format SQL Server MDF (2005), dengan jumlah total individu sebanyak 76.409.731 jiwa. Selain itu dilampirkan pula sebaran sasaran program Jamkesmas dengan rincian jumlah individu dan rumah tangga sasaran per provinsi.

    “Dengan adanya data base terpadu yang menjadi acuan semua program perlindungan sosial, maka sasaran Jamkesmas diharapkan akan menjadi lebih akurat, tepat dan valid karena melalui proses survei dengan metode yang lebih baik untuk  meminimalisasi inclusion dan exclusion error, sehingga kekurangtepatan sasaran dapat dikurangi secara signifikan”, ujar dr. Ratna Rosita.

    Menurut dr. Ratna Rosita, kerjasama yang baik antara TNP2K dan Kemenkes terutama dalam pelaksanaan Program Jamkesmas dapat  terus dilanjutkan dan perlu ditingkatkan lagi, melalui kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan secara terpadu sehingga permasalahan di lapangan yang menyangkut pendataan sasaran dapat dideteksi sedini mungkin untuk kemudian dicarikan solusi pemecahannya.

    Senada dengan hal tersebut, Sekretaris Eksekutif TNP2K, Bambang Widianto menyatakan dukungan Kemenkes terhadap usulan perubahan ke arah unifikasi data sangat besar. Lebih dari itu, Kemenkes juga merupakan pengguna terbesar dari basis data terpadu tersebut.

    “Data ini disebut unifikasi data, karena diharapkan semua Kementerian juga Pemerintah Daerah akan menggunakan data dari sumber yang sama. Data ini diharapkan lebih akurat dari data sebelumnya, sehingga penerima manfaat program pemerintah dapat lebih tepat sasaran”, ujar Bambang Widianto.

    Bambang Widianto menjelaskan, data yang diserahkan merupakan nama dan alamat rumah tangga yang termasuk ke dalam kategori 40% masyarakat dengan kesejahteraan yang paling rendah . Jumlah ini lebih banyak dari total masyarakat miskin di Indonesia yaitu 12,35% karena sasaran Jamkesmas mengcover tidak hanya kelompok masyarakat miskin tetapi juga kelompok masyarakat rentan miskin.

    Lebih lanjut Bambang Widianto menjelaskan beberapa hal, antara lain kerahasiaan data dan perlindungan Undang-undang;bsarana pengaduan masyarakat dan upaya tindak lanjut; distribusi serta antisipasi terhadap pemalsuan kartu tanda penerima.

    Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): <kode lokal> 500-567 dan 081281562620 (sms), atau alamat e-mail kontak@depkes.go.id.   
     
    Sumber : http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1887-serah-terima-data-sasaran-program-jamkesmas-berbasis-data-terpadu.html

    BERANTAS KEMBALI MALARIA

    Jakarta, 17 April 2012


    Setiap tahun 655.000 orang meninggal karena malaria, sebagian besar di Afrika (596.000 orang, 80,93%), sementara di Asia sebanyak 38.000 kematian (6% dari kematian total dunia). Sementara itu, sedikitnya 3,3 milyar penduduk dunia berisiko malaria, dimana 216 juta diantaranya positif malaria.

    Di Indonesia, jumlah pasien malaria tahun 2011 adalah 256.592 orang, dimana 388 orang diantaranya meninggal. Jumlah ini menurun dibandingkan jumlah kematian tahun 2010  sebesar 432. Penurunan juga terjadi pada Annual Parasitical Incidence (API) tahun 2011 adalah 1,75/1.000 penduduk, dari 4.3/1000 penduduk di tahun 2005.
    Demikian sambutan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL), Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, saat menutup secara resmi Pertemuan Forum Nasional Gerakan Berantas Kembali (GEBRAK) Malaria, di Hotel Aryaduta Jakarta, Jumat malam (13/4/12).

    Salah satu intervensi yang dilakukan untuk menurunkan kasus malaria adalah dengan membagikan hampir 12 juta kelambu berinsektisida. Selain itu juga sudah didirikan 2022 Pos Malaria Desa diseluruh Indonesia, kata Prof. Tjandra.

    Rangkaian acara Hari Malaria Sedunia dimulai dari pengukuhan Forum Nasional GEBRAK Malaria pada Kamis (12/4/12) yang dihadiri oleh Wakil Presiden RI, beberapa Menteri dan Princess Astrid putri Raja Belgia yang merupakan Utusan Khusus Roll Back Malaria (RBM), suatu organisasi di bawah naungan PBB yang mendukung peran serta berbagai sektor dalam penanggulangan malaria di dunia.

    Dalam lawatannya ke Indonesia,  Utusan Khusus Program Internasional Roll Back Malaria, yaitu Puteri Kerajaan Belgia, HRH Princess Astrid didampingi oleh Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL), Kemenkes, Prof dr Tjandra Yoga Aditama  SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE bertemu Ibu Negara, Ibu Ani Yudhoyono (13/4) di Istana Negara. Pada kesempatan tersebut Princess Astrid menyampaikan penghargaan atas kemajuan penanggulangan malaria di Indonesia., Princess Astrid tertarik pada kegiatan koordinasi malaria dengan kesehatan ibu anak dan imunisasi, penyebaran ikan pemakan jentik nyamuk serta peran dokter kecil yang belum pernah diihat di negara lain. Princess Astrid berharap Ibu Negara berkenan untuk membawa isu malaria dalam kegiatan internasional Indonesia, dalam  G 20, ASEAN, dan IOC (OKI).

    Sementara itu Ibu Negara  menyatakan bahwa Indonesia selalu berupaya keras untuk menanggulangi malaria. Disampaikan pula bahwa bersama pemerintah,  Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB) juga turut dalam kegiatan-kegiatan pembangunan kesehatan.

    Pada hari berikutnya, Princess Astrid dan Dirjen PP dan PL Kemenkes Ri disambut oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, Harmen Patria, dan Bupati Lampung Selatan, Rycko Menoza, untuk meninjau secara langsung pelaksanaan program penanggulangan malaria di Provinsi Lampung pada 14 dan 15 April 2012. Obyek yang dikunjungi antara lain, Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) Merak Belantung Kecamatan Kalianda, Puskesmas Way Urang, dan RS  Abdul Moeloek Bandar Lampung.

    Saat berkunjung di Poskesdes, Princess Astrid menyaksikan penyuluhan masyarakat; pemeriksaan darah masyrakat desa dengan Rapid Diagnostic Test (RDT); program integrasi malaria dengan pemeriksaan Ibu Hamil; serta program integrasi malaria dengan imunisasi. Sementara itu di Puskesmas, Princess Astrid melihat secara langsung bagaimana pelaksanaan pelayanan kesehatan  dasar. Di sela-sela kunjungannya, Princess Astrid menyempatkan diri untuk ikut menyebarkan ikan kepala timah yang merupakan predator alami jentik nyamuk, untuk dilepaskan ke dalam kolam ikan.

    Menjawab pertanyaan media, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama menjelaskan tiga alasan Provinsi Lampung dipilih sebagai tempat kunjungan internasional. Pertama, Lampung termasuk 10 besar provinsi terbaik dalam pencapaian angka Annual Parasitical Index (API) malaria di Indonesia. Pada 2007 adalah 1/1000 dan tahun 2011 adalah 0.6/1000. Menurut Prof. dr. Tjandra, pembagian kelambu menjadi salah satu upaya yang dinilai cukup efektif dalam menekan angka kasus malaria. Hingga saat ini sebanyak 470.363 buah kelambu, sudah dibagikan kepada masyarakat.

    Alasan lain, alokasi dana  APBD Provinsi Lampung untuk program malaria terus meningkat, sehingga ketergantungan pada bantuan asing terus menurun.  Pada tahun 2008, dana program malaria di Lampung yang berasal dari GFATM adalah 3.7 M dan APBD 523 juta, dan proporsi ini jauh membaik di mana di tahun 2012 dana dari GFATM turun menjadi 2.7 M sementara APBD naik menjadi 1.8 M.
    “Selain itu, beberapa tempat di Lampung, termasuk di Kab Lampung Selatan, sudah terbentuk semacam  forum lintas sektor dan lintas program untuk bersama-sama berkomitmen untuk menanggulangi malaria”, ujar Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama.

    Lebih lanjut Prof dr Tjandra Yoga Aditama menyatakan, HRH Princess Astrid dari Belgia amat terkesan dengan program malaria dan kesehatan lainnya yang nyata dilaksanakan di lapangan dengan struktur dan pelayanan kesehatan yang baik, hingga sampai ke desa-desa. Hasil kunjungan Beliau di Indonesia, akan beliau sampaikan pada jumpa pers dengan media internasional.

    Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): <kode lokal> 500-567 dan 081281562620 (sms), atau alamat e-mail kontak@depkes.go.id.   
     
    Sumber : http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1888-berantas-kembali-malaria.html

    KEMENKES PERINGATI HARI AUTIS INTERNATIONAL

    Jakarta, 2 April 2012



    Tanggal 2 April, seluruh dunia memperingati Hari Autis International. Sebagai bentuk kepedulian, seluruh staf Kementerian Kesehatan secara serentak selama satu hari di bulan April menggunakan seragam berwarna biru. Warna biru ini menandakan bahwa pada hari Autis internasional  ada satu gerakan untuk menyuarakan agar semua stakeholder yang ada, baik itu pemerintah maupun sektor swasta, memberikan perhatian khusus kepada anak-anak atau orang dengan masalah autis.

    Demikian pernyataan Kepala Pusat Inteligensia Kesehatan, dr. Eka Viora, Sp.KJ, saat memberikan keterangan kepada sejumah media seputar Peringatan Hari Autis International di lingkungan Kemenkes, Senin pagi (2/4/12).

    Ini merupakan salah satu agenda yang dihimbau oleh salah satu organisasi masyarakat peduli autis di Amerika, Autism Speak. Yayasan ini mengajak agar semua negara bisa berpartisipasi selama bulan April, terutama satu hari pada tanggal 2 April 2012, diharapkan dapat berkontribusi untuk memberikan pencahayaan biru.

    “Warna biru ini sebagai simbol kepedulian untuk membantu anak-anak penyandang autisme. Ini juga mengingatkan kami untuk tetap responsif bahwa anak-anak berkebutuhan khusus membutuhkan layanan kesehatan”, ujar dr. Eka Viora.

    Menurut dr. Eka Viora, autis merupakan suatu gangguan pada tumbnuh kembang anak. Seorang anak yang mengalami autis, sebetulnya sudah dapat dikenali sejak memasuki masa kanak-kanak. Di kota-kota besar, dengan berkembangnya teknologi informasi sekarang ini  masyarakat sudah mulai aware dengan keberadaan anak berkebutuhan khusus. Namun, di daerah-daerah masih banyak masyarakat yang belum mengetahui permasalahan autis.

    “Seringkali masyarakat bilang ini keterbelakangan atau terlambat. Mereka mencari-cari pengobatan, tetapi tidak tahu harus kemana. Demikian juga saat anak tersebut memasuki fase usia sekolah, tentu pendidikannya tidak bisa disamakan dengan anak-anak biasa. Masyarakat di daerah tidak tahu harus melakukan apa, karena di daerah tidak ada sekolah khusus seperti yang ada di kota-kota besar seperti Jakarta”, jelas dr. Eka Viora.

    Hingga saat ini, faktor penyebab autis belum diketahui secara pasti. Tetapi ada kemungkinan interaksi antara faktor biologi, genetik, serta faktor-faktor dari luar seperti pencemaran logam berat dan polusi udara, bisa menjadi faktor mencetuskan gangguan autis pada anak, terang dr. Eka Viora.

    Lebih lanjut, dr. Eka Viora menyatakan jumlah kasus autis yang terjadi di Indonesia masih bersifat sporadis, belum ada angka pasti jumlah akumulasi. Hal ini dikarenakan, belum pernah dilakukan riset untuk mengetahui prevalensi anak di Indonesia yang mengalami autis.

    “Angka yang bisa kita lihat adalah yang berasal dari pusat-pusat atau laporan dari dokter yang menangani kasus autis. Paling tidak, saat ini ada tren peningkatan, sekitar 3 sampai 5 kasus baru per tahun ditemukan oleh para terapis, dokter spesialis anak, dokter spesialis jiwa anak, psikolog dan psikiater anak”, kata dr. Eka Viora.

    Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): <kode lokal> 500-567 dan 081281562620 (sms), atau alamat e-mail kontak@depkes.go.id.

    Sumber : http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1881-kemenkes-peringati-hari-autis-international.html

    PENANGGULANGAN PENYAKIT ZOONOSIS MERUPAKAN SATU DARI LIMA PROGRAM BESAR IDENTIFY PROJECT

    Jakarta, 10  April 2012


    Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan, beserta pemegang kebijakan regional maupun internasional  bekerja sama dengan World Health Organization (WHO) the United Nation Food and Agriculture Organization (FAO) dan World Organization for Animal Health (OIE) dalam hal pencegahan dan pengendalian kejadian luar biasa (KLB). Salah satu program kerjasama WHO-FAO-OIE adalah penanggulangan penyakit akut termasuk zoonosis. Program ini masuk dalam IDENTIFY project, salah satu dari lima program besar untuk meningkatkan peran laboratorium dalam diagnostik.

    Demikian disampaikan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Dr Trihono, M.Sc, saat membuka National Cross Sectoral Meeting on Zoonotic Disease for Diagnostic and Control, Salatiga (9/4/12).

    IDENTIFY project bertujuan membentuk jejaring surveilans dan respon terhadap penyakit akut serta berkomitmen dalam peningkatan kemampuan diagnosis laboratorium baik regional maupun nasional.

    “Hal ini dilakukan agar kita memiliki kewaspadaan dini yang lebih baik, termasuk  peningkatan diagnosis laboratorium dalam penanggulangan Japanese B. Encephalitis, hantavirus dan leptospirosis di Indonesia”, ujar Dr. Trihono.
    Senada dengan hal tersebut,  Direktur Penanggulangan Penyakit Berbasis Binatang (P2B2), dr Rita Kusriastuti menyatakan dalam presentasinya bahwa arah kebijakan nasional pengendalian zoonosis antara lain menurunkan angka kematian dan kesakitan akibat zoonosis, mencegah wabah kejadian luar biasa (KLB) atau mewabahnya zoonosis.

    “Pembentukan jejaring ini dirasa sangat penting, dan rumusan hasil dari pertemuan ini akan ditindaklanjuti oleh program P2B2”, ujar dr. Rita.

    Pada pertemuan tersebut juga hadir para pakar zoonosis diantaranya, Dr. Hussein Gasem, SpPD(K), K-PTI yang menyampaikan materi tentang infeksi penyakit leptospirosis khususnya mengenai epidemiologi penyakit dan distribusi serta insiden leptospirosis yang terjadi di Indonesia.
    Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): <kode lokal> 500-567 dan 081281562620 (sms), atau alamat e-mail kontak@depkes.go.id.

    Sumber : http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1882-penanggulangan-penyakit-zoonosis-merupakan-satu-dari-lima-program-besar-identify-project.html

    GEMPA BUMI MENGGUNCANG PULAU SUMATERA

    Jakarta, 12 April 2012


    Pada Rabu (11/04) sejak pukul 15.38, gempa bumi berkekuatan 8,5 SR dengan kedalaman 10 km yang berpotensi tsunami dirasakan di sekitar Kab. Pantai Barat Sumatera di 5 Provinsi (Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu dan Lampung). Gempa susulan terjadi sebanyak 12 kali dengan kekuatan antara 5,2-8,1 SR (rata-rata 6,2).
    Berdasarkan laporan Pusat Penanggulangan Krisis, gempa susulan yang terjadi sekitar pukul 17.43 WIB dengan kedalaman 10 km dengan kekuatan 8,1 SR juga berpotensi tsunami.

    Akibat kejadian tersebut, 1 orang menjalani perawatan di RS Harapan Bunda Kota Sabang dan terjadi pengungsian di Prov. Aceh (Kota Banda Aceh, Kab. Aceh Jaya dan Kab. Simelue) dan Prov. Sumatera Barat (Kota Padang dan Kab. Padang Pariaman). Berbagai upaya telah dilakukan oleh jajaran kesehatan Dinkes Provinsi dan Kabupaten yang wilayahnya dilanda bencana gempa bumi seperti; mengevakuasi penduduk di lokasi bencana untuk mengantisipasi terjadinya tsunami dan menyiagakan fasilitas pelayanan kesehatan.

    Kemenkes dalam kejadian tersebut juga telah melakukan upaya dengan mengirimkan sebanyak 7 orang petugas kesehatan untuk melakukan pemantauan di Prov. Aceh.
    Kamis pagi (12/4) Kepala Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Kemenkes RI bersama tim Rapid Health Assesment (RHA) tiba di Medan, Sumatera Utara. Dari hasil pemantauan, hingga saat ini belum dilaporkan adanya korban jiwa ataupun kerusakan fasilitas kesehatan di kota Medan. Sementara itu, tim reaksi cepat dari RS Adam Malik Medan juga telah bersiaga apabila diperlukan bergerak ke lokasi gempa yang mengalami masalah kesehatan.

    Kemenkes melalui PPK Kemenkes telah menyiapkan bantuan seperti MS-ASI, ambulans, perahu karet, dan Puskesmas Keliling (Puskesling) apabila diperlukan.
    Hingga berita ini diturunkan upaya penanganan dan rehabilitasi pasca gempa masih terus dilakukan oleh PPK Regional.
    Rencananya, Dinkes Kabupaten dan Dinkes Provinsi yang dilanda bencana, PPK Regional Sumatera Utara, PPK Regional Sumatera Selatan dan Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Kemenkes akan terus melakukan pemantauan di lokasi kejadian.

    Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faksimili 021-52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC) <kode lokal> 500567 dan 081281562620 (sms), atau alamat e-mail kontak@depkes.go.id.

    Sumber : http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1880-gempa-bumi-mengguncang-pulau-sumatera.html

    AYO GEBRAK MALARIA

    Jakarta, 11 April 2012

    Dalam rangka menyambut Hari Malaria Sedunia yang diperingati setiap tanggal 25 April, rencananya Duta Roll Back Malaria (RBM) yaitu Princess Astrid dari Kerajaan Belgia akan datang ke Indnesia untuk melihat program pengendalian malaria dari tingkat pusat hingga pelaksanaannya di lapangan. Dijadualkan, Princess Astrid dan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) dr. Tjandra Yoga Aditama akan melihat secara langsung pelaksanaan program pengendalian di Bandar Lampung bersama-sama dengan perwakilan dari WHO, UNICEF, dan Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis and Malaria (GF-ATM). Sebelumnya, Princess Astrid juga akan menghadiri rangkaian Peringatan Hari Malaria Sedunia di Indonesia dan Pengukuhan Forum Nasional Gebrak Malaria bersama Wakil Presiden Budiono dan Menteri Kesehatan RI, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH.

    Malaria masih mengancam kesehatan masyarakat. Berdasarkan The World Malaria Report 2011, dilaporkan bahwa setengah dari penduduk dunia berisiko terkena malaria. Hal ini, tentu saja berdampak pada penurunan kualitas sumber daya manusia yang dapat menimbulkan berbagai masalah sosial, ekonomi bahkan berpengaruh terhadap ketahanan nasional


    Indonesia merupakan salah satu negara yang masih terjadi transmisi malaria atau berisiko Malaria (Risk Malaria), karena hingga tahun 2011, terdapat 374 Kabupaten endemis malaria. Pada 2011, jumlah kasus malaria di Indonesia 256.592 orang dari 1.322.451 kasus suspek malaria yang diperiksa sediaan darahnya, dengan Annual Parasite Insidence (API)  1,75 per seribu penduduk. Hal ini berarti, setiap 1000 penduduk terdapat 2 orang terkena malaria.

    Berbagai upaya eliminasi malaria dilakukan sejak beberapa dekade lalu. Diawali pada 1959, melalui Gerakan Pembasmian Malaria melalui Komando Pembasmian Malaria (KOPEM), yang berhasil menurunkan jumlah kasus malaria secara bermakna khususnya di Pulau Jawa. Karena adanya keterbatasan dana, program ini terhenti pada 1969 dan diubah secara bertahap menjadi upaya pemberantasan yang diintegrasikan ke dalam sistim pelayanan kesehatan, seperti Puskesmas, Puskesmas Pembantu (Pustu), dan lain-lain.

    Berdasarkan pengalaman tersebut, upaya penanggulangan malaria tidak berhasil optimal bila hanya bertumpu pada sektor kesehatan semata karena berkaitan dengan berbagai aspek lainnya. Hal inilah yang mendasari negara-negara WHO berkomitmen untuk meluncurkan gerakan intensifikasi pengendalian malaria dengan kemitraan global, Roll Back Malaria Initiative (RBMI) pada Oktober 1998. Sebagai bentuk operasional dari RBMI, di Indonesia upaya pemberantasan malaria melalui kemitraan dengan seluruh komponen masyarakat ini dikenal sebagai Gerakan Berantas Kembali Malaria (Gebrak Malaria), dicanangkan oleh Menteri Kesehatan pada 8 April 2000 di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Lebih lanjut, Indonesia bertekad untuk melakukan eliminasi malaria pada 2030, sesuai dengan Keputusan Menkes No.293/Menkes/SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009 tentang Eliminasi malaria di Indonesia.
    Untuk mengeliminasi malaria, pelaksanaan Gebrak Malaria di berbagai daerah harus dilaksanakan secara intensif dan komprehensif dengan melibatkan berbagai sektor, keahlian, organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan terkait sebagai mitra. Untuk itu, maka di tingkat pusat akan segera dibentuk Forum Nasional Gerakan Berantas Kembali (Gebrak) Malaria.
    Forum Nasional Gebrak Malaria merupakan forum koordinasi lintas program dan lintas sektor yang bertugas membantu Menteri Kesehatan melalui Direktorat Jenderal PP dan PL untuk merumuskan berbagai kebijakan dan strategi dalam menggerakkan kegiatan pengendalian malaria, serta menggalang kemitraan dengan berbagai stakeholder terkait menuju tercapainya eliminasi malaria tahun 2030. Forum ini terbagi menjadi enam komisi, yaitu Komisi Diagnosis dan Pengobatan Malaria; Komisi Laboratorium; Komisi Penilaian Eliminasi; Komisi Pengendalian Faktor Risiko; Komisi Kemitraan; dan Komisi Operasional Riset.

    Secara umum, Forum Nasional Gebrak Malaria memiliki tugas untuk melakukan kajian ilmiah tentang pelaksanaan diagnosis dan pengobatan malaria terkini guna merekomendasikan strategi dan pedoman penatalaksanaan kasus malaria yang efektif dan aman; melakukan kajian ilmiah tentang kualitas laboratorium dan pemeriksaan malaria serta merekomendasikan hasilnya; melakukan advokasi dan sosialisasi ditingkat pusat dan daerah untuk meningkatkan kemitraan dan komitmen; melakukan telaah terhadap hasil penilaian tim monitoring eliminasi di Kabupaten/Kota atau Provinsi dan mengusulkan kepada Menteri Kesehatan untuk memperoleh sertifikat bebas malaria tingkat wilayah dan kepada WHO untuk tingkat nasional apabila memenuhi persyaratan; melakukan telaah kebijakan pengendalian vektor malaria dan faktor risiko lainnya; serta merumuskan, memfasilitasi dan menggerakkan kerjasama lintas program dan lintas sektor.

    Hal-hal yang harus diperhatikan dalam upaya penanggulangan malaria, diantaranya diagnosis malaria harus dikonfirmasi secara mikroskopis atau dengan Uji Reaksi Cepat yang disebut Rapid Diagnostic Test (RDT); pengobatan menggunakan  Artemisinin Combination Therapy (ACT); pelatihan petugas kesehatan dalam manajemen program malaria, tatalaksana kasus terkini, dan pemeriksaan parasit malaria; penemuan aktif penderita; penatalaksanaan kasus dan pengobatan; pengendalian vektor; Pos Malaria Desa (Posmaldes); serta penyediaan sarana  seperti mikroskop, RDT, bahan laboratorium, dan obat-obatan (ACT).

    Sebagai bentuk komitmen para kepala daerah untuk bersama-sama mengeliminasi malaria, saat ini telah dibentuk malaria center di beberapa derah. Saat ini, malaria center sudah terbentuk di Kab. Tikep, Kab. Halmahera Selatan, Kab. Halmahera Barat, Kab. Halmahera Tengah, Kota Ternate, Kab. Halmahera Timur dan Kab. Sula Kepulauan, Provinsi Maluku Utara. Selain itu, terdapat pula di Kab. Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara dan di Provinsi Kepulaun Bangka Belitung.

    Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faksimili 021-52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC) <kode lokal> 500567 dan 081281562620 (sms), atau alamat e-mail kontak@depkes.go.id

    Sumber : http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1883-ayo-gebrak-malaria.html

    Rabu, 11 April 2012

    PENUAAN DAN KESEHATAN

    Jakarta, 9 April 2012


    Hari Kesehatan Sedunia yang diperingati setiap tanggal 7 April serupa dengan tanggal berdirinya Organisasi Kesehatan Sedunia atau World Health Organization (WHO) tahun 1948. Peringatan Hari Kesehatan Sedunia merupakan momentum bagi para pimpinan negara di dunia bersama seluruh lapisan masyarakat untuk fokus pada tantangan kesehatan yang berdampak global, khususnya masalah kesehatan baru dan masalah kesehatan yang mengemuka atau new and emerging health issues.

    Demikian sambutan Menteri Kesehatan yang disampaikan oleh Wakil Menteri Kesehatan Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D pada upacara bendera dalam rangka peringatan Hari Kesehatan Sedunia ke-64 di kantor Kementerian Kesehatan Jakarta (09/04).

    Topik Hari Kesehatan Sedunia tahun 2012 adalah Ageing and Health atau penuaan dan kesehatan. Sementara tema yang diangkat adalah Good health adds life to years yang berarti Kesehatan yang baik memperpanjang usia dan kehidupan. Tema  nasional yang dipilih adalah Menuju Tua Sehat, Mandiri dan Produktif. Hal ini sesuai dengan aspirasi masyarakat bahwa lansia harus menjalankan gaya hidup sehat, dilibatkan, dan dapat berkontribusi dalam kehidupan sosial di masyarakat.
    Prof. dr. Ali mengingatkan, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah yang perlu  untuk menyikapi meningkatnya masalah lansia di masa mendatang. Hal tersebut dikarenakan penduduk dunia dengan usia diatas 60 tahun bertambah sangat cepat, bahkan tercepat dibanding kelompok usia lainnya.

    “Pada tahun 2025 diperkirakan akan terdapat 1,2 milyar lansia yang merupakan 21% dari total populasi dunia dan sekitar 80% diantaranya hidup di negara berkembang. Penduduk Indonesia diprediksi akan tumbuh berlipat ganda dalam dua dekade mendatang," ujar Prof. dr. Ali.

    Prof. dr. Ali mengatakan populasi lansia di Indonesia terus berkembang dan dikhawatirkan akan meningkatkan angka beban ketergantungan atau dependency ratio. Oleh karena itu, telah diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia. Upaya tersebut mencakup  pelayanan keagamaan, mental, spiritual; pelayanan kesehatan dan pelayanan umum; kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum bagi lansia.

    Prof. dr. Ali berharap agar upaya tersebut harus terus ditingkatkan, dijaga dan dipertahankan kesinambungannya, agar masyarakat Indonesia semakin mencintai kesehatan dan semakin mandiri.

    “Masalah ini harus diatasi segera, jika tidak maka Indonesia akan menghadapi triple burden yaitu jumlah kelahiran bayi yang tinggi, proporsi penduduk muda yang dominan dan jumlah lansia yang meningkat” ujar Prof. dr. Ali.

    Prof. dr. Ali menyatakan berkat pelaksanaan pembangunan kesehatan yang komprehensif dan berkesinambungan selama beberapa dasa warsa terakhir, telah terjadi peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang bermakna di Indonesia. Salah satu indikator derajat kesehatan adalah umur harapan hidup waktu lahir

    “Di Indonesia indikator tersebut telah mencapai usia 70,9 tahun pada tahun 2010” kata Prof. dr. Ali.

    Prof. dr. Ali menambahkan indikator tersebut juga berdampak pada meningkatnya proporsi penduduk lansia. Oleh karena itu, berbagai program terobosan untuk meningkatkan akses lansia pada pelayanan kesehatan yang bermutu telah dilancarkan Kemenkes antara lain; ditingkatkannya program jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) pada landia terlantar dipanti jompo atau dipanti sosial; tersedianya Posyanduatau Posbindu Lansia serta tersedianya Puskesmas Ramah atau Santun Lansia dan Layanan Geriatri Terpadu di beberapa rumah sakit.

    Pada kesempatan tersebut Prof. dr. Ali menyampaikan pesan kepada seluruh jajaran kesehatan agar dapat mempromosikan kesehatan dalam setiap siklus kehidupan; menciptakan lingkungan ramah lansia yang mendorong kesehatan dan partisipasi aktif lansia; menyediakan layanan kesehatan yang ramah bagi lansia dan seluruh siklus kehidupan; meningkatkan peran serta lansia dalam pembuatan kebijakan public; mempertimbangkan pandangan para lansia dalam setiap pengambilan keputusan dalam pembangunan serta menyadari nilai kearifan lansia dan membantu mereka berpartisipasi penuh dalam keluarga dan masyarakat.

    Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): 021-500567 dan 081281562620, atau alamat e-mail info@depkes.go.id dan kontak@depkes.go.id

    Sumber : http://www.depkes.go.id/index.php/component/content/article/43-newsslider/1877-penuaan-dan-kesehatan.html

    SIAP SIAGA HADAPI BANJIR

    Jakarta, 7 April 2012


    Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE (6/4/12) mengingatkan kembali kepada masyarakat agar senantiasa menjaga Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS), makan yang baik dan bersih, istirahat yang cukup dan senantiasa melakukan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS).
    Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama menyebutkan lima titik kritis CTPS adalah: 1) Sebelum makan, 2) Sebelum mengolah makanan, 3) Setelah BAB, 4) Setelah menceboki anak, dan 5) Setelah memegang lingkungan yang kotor dan hewan.
    Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama juga mengatakan, untuk menghadapi datangnya musim hujan dan kemungkikan banjir maka Kementerian Kesehatan, khususnya Ditjen PP & PL telah mengambil langkah-langkah antisipasi terhadap kemungkinan peningkatan beberapa penyakit menular. Langkah antisipasi tersebut adalah pertama: mengingatkan kembali (surat edaran) kepada seluruh jajaran kesehatan di daerah dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen P2PL menyangkut: ketersediaan logistik, kesiapsiagaan tenaga/personil, peningkatan surveilans untuk pemetaan daerah rawan, dan peningkatan koordinasi baik lintas program maupun lintas sektor.
    Langkah antisipasi kedua: menyiagakan Rapid Response Team di setiap tingkatan, untuk melakukan tindakan segera bila diketahui ada ancaman potensial kemungkinan terjadinya peningkatan penyakit menular, lanjut Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama.
    Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): 500567 dan 081281562620, atau e-mail kontak@depkes.go.id.
     
    Sumber : http://www.depkes.go.id/index.php/component/content/article/43-newsslider/1876-siap-siaga-hadapi-banjir.html

    ANTISIPASI PENYAKIT MENULAR SAAT BANJIR

    Jakarta, 7 April 2012

    Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE (6/4/12) mengingatkan masyarakat tentang penyakit menular yang harus diwaspadai saat datangnya musim hujan dan kemungkinan banjir serta  langkah antisipasinya sebagai berikut:

    Diare. Penyakit Diare sangat erat kaitannya dengan kebersihan individu (personal hygiene). Pada musim hujan dengan curah hujan yang tinggi maka potensi banjir meningkat. Pada saat banjir, maka sumber-sumber air minum masyarakat, khususnya sumber air minum dari sumur dangkal akan banyak ikut tercemar. Disamping itu disaat banjir ada kemungkinan akan terjadi pengungsian dimana fasilitas dan sarana serba terbatas termasuk ketersediaan air bersih. Hal tersebut potensial menimbulkan penyakit diare disertai penularan yang cepat.
    Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama mengingatkan masyarakat agar tetap waspada dan untuk menghindari terserang penyakit diare menyarankan hal-hal berikut: 1) membiasakan cuci tangan dengan sabun setiap akan makan/minum serta sehabis buang hajat, 2) membiasakan merebus air minum hingga mendidih setiap hari, 3) menjaga kebersihan lingkungan, hindari tumpukan  sampah disekitar tempat tinggal, serta tidak lupa 4) menghubungi segera petugas kesehatan terdekat bila ada gejala-gejala diare.

    Demam Berdarah. Pada musim hujan biasanya akan terjadi peningkatan tempat perindukan nyamuk aedes aegypti yaitu nyamuk penular penyakit demam berdarah. Hal ini dikarenakan pada musim hujan banyak sampah, misalnya: kaleng bekas, ban bekas serta tempat-tempat tertentu terisi air dan terjadi genangan untuk beberapa waktu. Genangan air itulah yang akhirnya menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk tersebut. Dengan meningkatnya populasi nyamuk sebagai penular penyakit maka risiko terjadinya penularan juga semakin meningkat. Untuk itu diharapkan masyarakat ikut berpartisipasi secara aktif melalui gerakan 3 M yaitu: mengubur kaleng-kaleng bekas, menguras tempat penampungan air secara teratur dan menutup tempat penyimpanan air dengan rapat. Selain itu masyarakat harus segera membawa keluarganya ke sarana kesehatan bila ada yang sakit dengan gejala  panas tinggi yang tidak jelas sebabnya yang disertai adanya tanda-tanda perdarahan.

    Leptospirosis. Penyakit leptospirosis disebabkan oleh bakteri yang disebut Leptospira. Penyakit ini termasuk salah satu penyakit zoonosis, karena ditularkan melalui hewan/binatang. Di Indonesia hewan penular terutama adalah tikus melalui kotoran dan air kencingnya. Pada musim hujan terutama saat terjadi banjir, maka tikus-tikus yang tinggal di liang-liang tanah akan ikut keluar menyelamatkan diri. Tikus tersebut akan berkeliaran di sekitar manusia dimana kotoran dan air kencingnya akan bercampur dengan air banjir tersebut. Seseorang yang mempinyai luka, kemudian bermain/terendam air banjir yang sudah tercampur dengan kotoran/kencing tikus yang mengandung bakteri lepstopira, maka orang tersebut berpotensi dapat terinfeksi dan akan menjadi jatuh sakit. Langkah-langkah antisipasi untuk menghindari timbulnya penyakit leptospirosis yaitu: 1) menekan dan hindari adanya tikus yang berkeliaran di sekitar kita, dengan selalu menjaga kebersihan, 2) hindari bermain air saat terjadi banjir, terutama jika mempunyai luka, 3) menggunakan pelindung misalnya sepatu, bila terpaksa harus ke daerah banjir, 4) segera berobat ke sarana kesehatan bila sakit dengan gejala panas tiba-tiba, sakit kepala dan menggigil.

    Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Penyebab ISPA dapat berupa bakteri, virus dan berbagai mikroba lainnya. Gejala utama dapat berupa batuk dan demam, kalau berat dapat disertai sesak napas, nyeri dada dan lain-lain.

    Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama menyebutkan penanganannya meliputi: 1) istirahat, 2) pengobatan simtomatis sesuai gejala, 3) mungkin diperlukan pengabatan kausal untuk mengatasi penyebab, 4) meningkatkan daya tahan tubuh, 5) mencegah penularan pada orang sekitar, antara lain dengan menutup mulut ketika batuk, tidak meludah sembarangan dan lain sebagainya.

    Faktor berkumpulnya banyak orang seperti di tempat pengungsian korban banjir juga berperan dalam penularan ISPA, kata Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama.

    Penyakit kulit, dapat berupa infeksi, alergi atau bentuk lain. Kalau musim banjir maka masalah utamanya adalah kebersihan yang tidak terjaga baik. Seperti juga pada ISPA, maka faktor berkumpulnya banyak orang, misalnya di tempat pengungsian korban banjir juga berperan dalam penularan infeksi kulit.

    Penyakit saluran cerna lain, misalnya demam tifoid. Dalam hal ini faktor kebersihan makanan memegang peranan penting.

    Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama menyebutkan yang terakhir adalah perburukan penyakit kronik yang mungkin memang sudah diderita. Hal ini terjadi karena penurunan daya tahan tubuh akibat musim hujan berkepanjangan, apalagi bila banjir terjadi sampai berhari-hari.

    Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faksimili: (021) 52960661; 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): 021-500567, atau e-mail kontak@depkes.go.id.
    Sumber : http://www.depkes.go.id/index.php/component/content/article/43-newsslider/1878-antisipasi-penyakit-menular-saat-banjir-.html

    NEGLECTED TROPICAL DISEASES (NTD)

    Jakarta, 7 April 2012

    Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE, melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Sampang, di P Madura, Jawa Timur (5/4/12). Kunjungan kerja tersebut berkaitan  dengan penanggulangan penyakit kusta di Kabupaten Sampang yang dipilih sebagai tempat melakukan "chemoprophylaxis" (Pemberian bahan kimia termasuk antibiotik yang ditujukan untuk mencegah berkembangnya infeksi atau berkembangnya infeksi menjadi penyakit yang manifest) untuk mencegah terjadinya kusta.

    Pada acara bersama Bupati Sampang beserta seluruh Kepala Puskesmas dan jajaran kesehatan Kab. Sampang tersebut, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama menyampaikan beberapa informasi. Pada dasarnya ada 3 jenis penyakit menular, yaitu: 1) Penyakit menular yang biasa dijumpai, seperti diare, TB, demam berdarah, dan lain-lain, 2) Penyakit menular yang "baru", misalnya flu burung, SARS dan lain-lain, 3) Penyakit menular yang tergolong Neglected Tropical Diseases (NTD), seperti kusta, kaki gajah, frambusia dan lain-lain.
    Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama mengatakan, penyakit menular yang tergolong NTD punya beberapa karakteristik, antara lain: a) Penyakitnya sudah berabad-abad ada di muka bumi (misalnya kusta sudah dikenal sejak jaman dahulu); b) Jumlah pasiennya tidak terlalu banyak lagi, tapi tidak pula sepenuhnya hilang, contoh: Kusta di Indonesia angkanya kurang dari 1 / 10.000 penduduk; c) Metodologi penanganannya sudah diketahui secara ilmiah, tinggal penerapannya saja. Kusta kini diobati dengan pengobatan cuma-cuma selama beberapa bulan; d) Stigma masyarakat seringkali merugikan program penanggulangannya, karena pasien mungkin cenderung menyembunyikan penyakitnya dan jadi "takut" berobat karena takut diketahui masyarakat sekitar.

    Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama juga menyebutkan penanganan penyakit menular yang termasuk NTD perlu dilakukan dengan: a) Selain pendekatan "science" maka juga diperlukan pendekatan "art", dalam pengertian "medicine is science and art"; b) Amat diperlukan penggiatan advokasi ke penentu kebijakan publik setempat, tokoh masyarakat local, dan tokoh agama; c) Perlu dicarikan kemungkinan integrasi penanganan penyakit NTD dengan penanganan penyakit infeksi lainnya.

    Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): 500567 dan 081281562620, atau e-mail kontak@depkes.go.id
     
    Sumber : http://www.depkes.go.id/index.php/component/content/article/43-newsslider/1879-neglected-tropical-diseases-ntd.html

    KABAR GEMBIRA BAGI IBU MENYUSUI, PEMERINTAH SAHKAN PP ASI

    Jakarta, 1 April 2012

    Sebuah kabar gembira bagi para ibu, khususnya ibu menyusui yang mendambakan dapat memberikan Air Susu Ibu (ASI) secara  eksklusif kepada buah hati tercintanya. Satu bulan yang lalu, tepatnya 1 Maret 2012, Pemerintah telah menetapkan kebijakan nasional, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2012 mengenai Pemberian ASI Eksklusif.
    Peraturan pemerintah ini dilahirkan guna menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan sumber makanan terbaik (dibaca: ASI) sejak dilahirkan sampai berusia 6 bulan. Selain itu, kebijakan ini juga melindungi Ibu dalam memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.

    Peraturan ini membahas mengenai Program Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI Eksklusif; Pengaturan penggunaan susu formula dan produk bayi lainnya; Sarana menyusui di tempat kerja dan sarana umum lainnya; Dukungan Masyarakat; tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota dalam; serta pendanaannya.

    Saat ini, pola pemberian makan terbaik untuk bayi sampai anak berumur 2 tahun, meliputi: pemberian ASI kepada bayi segera dalam waktu 1 jam pasca kelahiran melalui Inisiasi Menyusu Dini (IMD); memberikan hanya ASI saja sejak lahir sampai umur 6 bulan, tanpa menambah dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain; memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat sejak usia 6 bulan; serta meneruskan pemberian ASI sampai anak berumur dua tahun.

    Seperti kita ketahui, menyusui ditengarai dapat menurunkan risiko bayi terkena infeksi akut dan penyakit kronis di masa mendatang. Karena itu, setiap Ibu melahirkan dianjurkan dapat memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya, kecuali dalam kondisi tertentu, seperti adanya indikasi medis; ibu tidak ada atau ibu terpisah dari bayi.

    Dalam rangka menyukseskan keberhasilan pemberian ASI Eksklusif, perlu dukungan berbagai pihak mulai dari Pemerintah, Pemda Provinsi dan Kab/Kota, Penyelenggara Pelayanan Kesehatan, Tenaga Kesehatan, masyarakat serta keluarga terdekat ibu.

    Karena itu wahai ibu, jangan ragu lagi untuk menyusui.

    Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faksimili 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): 021-500567 dan 081281562620, atau alamat e-mail info@depkes.go.id, kontak@depkes.go.id.

    Sumber : http://www.depkes.go.id/index.php/component/content/article/43-newsslider/1875-kabar-gembira-bagi-ibu-menyusui-pemerintah-sahkan-pp-asi.html

    BERSATU MENUJU INDONESIA BEBAS TUBERKULOSIS

    Jakarta, 1 April 2012

    Pengendalian TB yang telah kita laksanakan selama beberapa dasa warsa terakhir ini menunjukkan kemajuan yang bermakna. Jika dibandingkan data tahun 1990 dengan data tahun 2010, maka Indonesia telah berhasil menurunkan insidens TB sebesar 45%, yaitu dari 343 per 100.000 penduduk menjadi 189 per 100.000 penduduk; menurunkan prevalens TB sebesar 35%, yaitu dari 443 per 100.000 penduduk menjadi 289 per 100.000 penduduk; dan menurunkan angka kematian TB sebesar 71%, yaitu dari 92 per 100.000 penduduk menjadi 27 per 100.000 penduduk.

    Demikian sambutan Menteri Kesehatan RI, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH yang dibacakan oleh Wakil Menteri Kesehatan, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc, Ph.D, dalam acara Funbike dan Jalan Sehat memperingati  Hari Tuberkulosis Sedunia 2012 di Silang Monas Jakarta, Minggu pagi (1/4/12). Acara yang dibuka secara resmi oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, H.R. Agung Laksono ini dihadiri oleh Dirjenl Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Kemenkes RI, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama  SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE; Duta Besar AS untuk Republik Indonesia, Scot Marciel; Walikota Jakarta Pusat, R.H.Saefullah, M.Pd; Direktur Dompet Dhuafa, Ismail A. Said;  serta pejabat dari berbagai Kementerian lainnya.

    Melalui sambutan tersebut, Menkes menyampaikan penularan TB terjadi melalui udara yang mengandung percikan dahak penderita TB. Namun, seseorang yang tertular kuman TB tidak selalu jatuh sakit, bergantung pada sistem kekebalan tubuhnya.

    ”Karena itu, jagalah kekebalan tubuh kita dengan menjaga kesehatan dan menerapkan 6 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), seperti Makan teratur, dengan menu seimbang, serta cukup sayur dan buah; Menjaga kebersihan diri dan lingkungan hidup; Berolahraga dengan benar, cukup, dan teratur; Tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol, dan tidak menyalahgunakan Napza; Beristirahat cukup dan teratur; dan Segera berobat jika sakit”, ujar Menkes

    Tema global peringatan hari TB Sedunia tahun 2012 adalah Let’s Unite to Stop TB yang diterjemahkan menjadi tema nasional ”Bersatu Menuju Indonesia Bebas TB”.  Sementara itu, slogan peringatan hari TB sedunia tahun 2012 adalah Stop TB in My Life Time atau “Jangan Biarkan TB Ada di Hidupku”.

    Permasalahan TB di Indonesia masih sedemikian luasnya sehingga masih membutuhkan komitmen semua pihak untuk mengendalikan TB di Indonesia. Mengutip data hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 diketahui TB menempati urutan pertama penyakit menular penyebab kematian baik di perkotaan dan di pedesaan. Belum lagi adanya  kasus Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR-TB) bahkan Extremely Drug Resistant Tuberculosis (XDR-TB) yang  mengakibatkan biaya yang harus dikeluarkan baik oleh negara maupun masyarakat sendiri menjadi semakin besar. Berdasarkan WHO report of Global TB Control 2011, saat ini Indonesia menempati urutan ke 9 di antara 27 negara yang mempunyai beban tinggi untuk MDR TB, sedikitnya telah ditemukan 8 kasus XDR-TB di Indonesia.

    Tahun 2011, Indonesia telah mencapai angka penemuan kasus 82.69 % (melebihi target global 70%). Selain itu, angka keberhasilan pengobatan sebesar 90.29%, bila dibandingkan dengan target RPJMN untuk angka keberhasilan pengobatan di tahun 2011 adalah sebesar 86%, maka sudah tercapai.

    ”Semestinya tidak boleh ada lagi orang yang meninggal karena Tuberkulosis (TB). Sebab, TB dapat dideteksi, diobati/disembuhkan dengan minum obat sampai tuntas. Pemerintah juga telah menyediakan sarana pemeriksaan dan pengobatan TB di seluruh Indonesia, baik di Puskesmas maupun di Rumah Sakit. Di samping itu, seluruh biaya pengobatan TB di fasilitas pelayanan kesehatan Pemerintah dijamin oleh Pemerintah”, tandas Menkes

    Kegiatan Funbike dan jalan sehat ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia atau Hari TB Sedunia,  yang diperingati setiap tanggal 24 Maret. Kegiatan yang diikuti lebih dari 8000 peserta ini merupakan hasil kerjasama Kementerian Kesehatan dengan Dompet Dhuafa, serta berbagai pihak lainnya.

    Menjawab pertanyaan media, Dirjen PP dan PL Kemenkes RI, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama  SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE, menyatakan kegiatan funbike dan jalan sehat merupakan sarana olah raga gunameningkatkan daya tahan tubuh masyarakat. Seperti kita ketahui bahwa daya tahan tubuh yang kuat dapat mencegah seseorang dari terserang penyakit tuberkulosis.

    “Kegiatan ini juga sebagai ajang keterlibatan berbagai pihak baik dari dalam maupun luar negeri untuk bersama-sama mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa TB adalah masalah kesehatan yang harus kita tanggulangi bersama”, tambah Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama.

    Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faksimili 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): 021-500567 dan 081281562620, atau alamat e-mail info@depkes.go.id, kontak@depkes.go.id
     
    Sumber : http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1874-bersatu-menuju-indonesia-bebas-tuberkulosis.html

    KEBERHASILAN UPAYA PENGENDALIAN TB DITENTUKAN OLEH DUKUNGAN SEMUA PIHAK DAN SELURUH LAPISAN MASYARAKAT

    Jakarta, 31 Maret 2012


    Keterlibatan semua pihak dalam pengendalian TB sangat penting. Pengendalian suatu penyakit atau suatu masalah kesehatan hanya mungkin berhasil jika Pemerintah melibatkan semua pihak bersama seluruh lapisan masyarakat.

    Hal tersebut disampaikan Menkes RI, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH dalam sambutannya yang dibacakan oleh Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL), Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama  SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE saat membuka acara pada Seminar Hari TB Sedunia 2012, Sabtu, 31 Maret 2012 di Jakarta.
    Jika dibandingkan data tahun 1990 dengan data tahun 2010, maka Indonesia telah berhasil: (1) menurunkan insidens TB sebesar 45%, yaitu dari 343 per 100.000 penduduk menjadi 189 per 100.000 penduduk, (2) menurunkan prevalens TB sebesar 35%, yaitu dari 443 per 100.000 penduduk menjadi 289 per 100.000 penduduk, dan (3) menurunkan angka kematian TB sebesar 71%, yaitu dari 92 per 100.000 penduduk menjadi 27 per 100.000 penduduk, kata Menkes.

    Menkes menambahkan, angka penemuan kasus TB tahun 2010 mencapai 78,3% dan tahun 2011 82,20%. Sedangkan, keberhasilan pengobatan TB tahun 2010 mencapai 91,2%.

    ”Seluruh keberhasilan ini dapat kita capai berkat dukungan semua pihak di jajaran Pemerintahan, baik di Tingkat Pusat maupun di Tingkat Daerah, dukungan organisasi profesi, organisasi masyarakat, organisasi  keagamaan, organisasi internasional serta dukungan seluruh lapisan masyarakat”, ujar Menkes.

    Menkes mengatakan, dewasa ini pengendalian TB di Tanah Air menghadapi berbagai tantangan yang dapat berdampak pada bertambahnya lagi penderita TB yaitu meningkatnya: 1) kesenjangan ekonomi, 2) jumlah penduduk usia lanjut, 3) jumlah penderita HIV dan koinfeksi TB-HIV, 4) jumlah penderita MDR TB, 5) penderita Diabetes Mellitus dan 6) orang yang merokok. Oleh karena itu promosi tentang Pola Hidup Bersih dan Sehat atau PHBS dan penyebarluasan informasi tentang pencegahan TB harus ditingkatkan.

    Menkes menyebutkan, Kementerian Kesehatan bersama pihak terkait juga melaksanakan sepuluh langkah untuk menyikapi berbagai tantangan tersebut. Kesepuluh langkah tersebut dimulai pada tahun 2012 dan mencakup: 1) dimasukkannya pengetahuan dan pelaksanaan pengendalian TB pada proses akreditasi rumah sakit, dalam proses memperoleh Surat Tanda Register/Surat Ijin Praktik Dokter oleh Ikatan Dokter Indonesia dan pada proses mendapatkan Surat Ijin Praktik Apoteker oleh Ikatan Apoteker Indonesia; 2) Penggunaan Rapid Diagnostic Test pada pemeriksaan TB; 3) Penggunaan 17 gen expert bertahap; 4) Penetapan Laboratorium Rujukan TB Nasional; 5) Penerapan standar pengobatan TB dengan DOTS pada peserta jaminan kesehatan-bekerjasama dengan Jamsostek, Jamkesmas dan Jamkesda; 6) Pengajuan pra kualifikasi obat TB produksi Indonesia ke WHO; 7) Penyusunan Exit Strategy bantuan luar negeri; 8) Pelaksanaan Survei Nasional Prevalensi TB; 9) Penerapan tes tuberkulin untuk mendukung diagnosis TB anak, dan 10) Inisiasi profilaksis INH bagi orang dengan HIV AIDS.

    Dalam sambutannya Menkes juga menyebutkan, titik berat dari Pembangunan Kesehatan tahun 2010-2014 adalah meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu termasuk pelayanan pengobatan TB. Sejak lima tahun yang lalu, Pemerintah juga telah melaksanakan Program Jamkesmas yang menjamin pelayanan kesehatan bagi 76,4 juta masyarakat miskin dan hampir miskin di seluruh Tanah Air. Sementara itu, perhatian khusus diberikan pula pada Daerah Tertinggal, Perbatasan, dan Kepulauan Terluar (DTPK) dengan menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan, obat dan alat kesehatan serta sumber daya manusia kesehatan.

    Dengan demikian, diharapkan hambatan sosial ekonomi dan hambatan geografi dalam akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu, termasuk pengobatan TB benar-benar dapat diatasi.  Bahkan, sesuai amanat Undang-Undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS, maka pada 1 Januari 2014, pelaksanaan jaminan kesehatan di Indonesia akan memasuki tahap universal coverage yaitu tahap dimana seluruh penduduk Indonesia akan mendapat jaminan kesehatan.

    ”Pemerintah telah menyediakan sarana pemeriksaan dan pengobatan TB di seluruh Indonesia, baik di Puskesmas, di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru (BP4) maupun di Rumah Sakit. Seluruh biaya pengobatan TB di fasilitas kesehatan Pemerintah dijamin oleh Pemerintah”, tegas Menkes.

    Menkes berharap, langkah-langkah yang ditempuh Kementerian Kesehatan mendapat dukungan seluruh stakeholders pengendalian TB di seluruh Tanah Air baik di Tingkat Nasional maupun di Tingkat Lokal. Sebab, keberhasilan semua upaya Pemerintah ditentukan oleh dukungan semua pihak dan seluruh lapisan masyarakat.

    Pada kesempatan tersebut tidak lupa Menkes menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang telah mendukung Pemerintah dalam Pengendalian TB di seluruh Tanah Air.

    Slogan peringatan hari TB sedunia tahun 2012 adalah Jangan Biarkan TB Ada di Hidupku. Slogan ini mengingatkan bahwa TB dapat dideteksi, diobati, dan disembuhkan dengan minum obat sampai tuntas. Slogan ini sangat relevan dengan upaya untuk mengendalikan TB dan membebaskan Indonesia dari TB.

    Senada dengan hal tersebut, saat memberikan plennary lecture, Dirjen PP dan PL Kemenkes, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama  SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE, menyatakan terdapat 7 strategi pengendalian TB, yaitu 1) Directly Observed Treatment, Short-course (DOTS) bermutu; 2) Tantangan yang lebih besar dengan munculnya TB-HIV, Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR-TB), dan TB pada anak; 3) Keterlibatan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan; 4) Pemberdayaan masyarakat; 5) Penguatan sistem kesehatan; 6) Komitmen pemerintah pusat dan daerah; serta 7) Penelitian dan pengembangan.

    Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faksimili 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): 021-500567 dan 081281562620, atau alamat e-mail info@depkes.go.id, kontak@depkes.go.id.
     
    Sumber : http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1873-keberhasilan-upaya-pengendalian-tb-ditentukan-oleh-dukungan-semua-pihak-dan-seluruh-lapisan-masyarakat.html

    KORBAN SERANGGA PAEDERUS TIDAK ADA YANG MENGKHAWATIRKAN

    Jakarta, 21 Maret 2012

    Berdasarkan hasil investigasi ke lapangan, semua kasus kontak dengan serangga Paederus tidak ada yang dirawat inap, hanya menjalani rawat jalan. Kondisi pasien telah membaik dalam waktu 3-4 hari pasca terapi.

    Demikian disampaikan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL), Prof dr Tjandra Yoga Aditama  SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE yang diterima Pusat Komunikasi Publik, Kamis (22/3/12), terkait kasus serangga Tomcat.

    Prof. dr. Tjandra mengatakan, tim dari Ditjen  PP dan PL Kemenkes bersama Dinas Kesehatan setempat telah melakukan investigasi untuk Penanggulangan Kasus Gigitan Serangga Tomcat di Jawa Timur.

    Tim yang diturunkan untuk meninjau langsung ke lapangan terdiri dari ahli surveilans epidemiologi, entomologi, dan lain-lain.

    “Hasil investigasi menemukan, populasi Paederus sp. dalam kepadatan yang rendah, tiap lokasi hanya ditemukan 10-20 ekor”, ujar Prof. dr. Tjandra.

    Prof dr Tjandra Yoga Aditama menjelaskan, sebagai upaya pencegahan, masyarakat disarankan melakukan personal protection menggunakan insektisida formulasi aerosol yang dijual bebas di pasaran.

    “Insektisida pada populasi yang sedikit telah kita buktikan sangat efektif mampu membunuh Paederus (mati 30-60 menit pasca aplikasi insektisida), asalkan penyemprotannya dipastikan terkena langsung pada Paederus”, terang Prof. dr. Tjandra.

    Lebih lanjut dikatakan, sarana kesehatan dan peralatan pada dasarnya lengkap tersedia seperti Dinkes Kota Surabaya misalnya telah menyiapkan 62 Puskesmas untuk layanan ke masyarakat.

    Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021)52907416-9, faksimili (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): 021-500567 dan 081281562620, atau alamat e-mail info@depkes.go.id dan kontak@depkes.go.id.

    Sumber : http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1870-korban-serangga-paederus-tidak-ada-yang-mengkhawatirkan.html