Jumat, 07 Desember 2012

Menggunakan Bahan Tambahan Pangan Sehat


Sesuai isi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor  28  Tahun 2004 Tentang  Keamanan, Mutu Dan Gizi Pangan, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Sedangkan persyaratan keamanan pangan adalah standar dan ketentuan-ketentuan lain yang harus dipenuhi untuk mencegah pangan dari kemungkinan adanya bahaya, baik karena cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.Sanitasi pangan adalah upaya untuk pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman, peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan manusia. Dalam hygiene sanitasi makanan, kita mengenal istilah bahan tambahan pangan. Bahan tambahan pangan merupakan bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat, dan pengental.
Terdapat beberapa tujuan utama pemberian bahan tambahan pangan, antara lain :
    1. Mengawetkan pangan
    2. Membentuk pangan
    3. Memberikan warna
    4. Meningkatkan kualitas pangan
    5. Menghemat biaya
    6. Memperbaiki tekstur
    7. Meningkatkan cita rasa
Keamanan Pangan
  1. Meningkatkan stabilitas
Di Indonesia terdapat beberapa peraturan yang mengatur penggunaaan bahan tambahan makanan termasuk zat pewarna makanan. Penggolongkan bahan tambahan Pangan Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988, meliputi :
  1. Pewarna
  2. Pemanis buatan
  3. Pengawet
  4. Antioksidan
  5. Anti kempal
  6. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa
  7. Pengatur keasaman
  8. Pemutih dan pematang tepung
  9. Pengemulsi, pemantap dan pengental
  10. Pengeras
  11. Sekuestran
Terkait dengan pewarna makanan, fungsi zat ini dalam makanan antara lain: memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna makanan, menstabilkan warna, menutupi perubahan warna selama proses pengolahan, serta mengatasi perubahan warna selama penyimpanan.
Penting untk kita catat, bahwa terdapat pewarna terlarang dan berbahaya untuk makanan, karena memang fungsinya bukan untuk makanan, yaitu Metanil Yellow dan Rhodamin B. Sedangkan pewarna alami yang diizinkan sesuai Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, antara lain Karamel, Beta-karoten, Klorofil, dan Kurkumin. Namun sebagaimana kita keahui, di sekitar kita masih banyak dijumpai  penyalahgunaan zat pewarna termasuk pada industri makanan khususnya pada skala rumah tangga. Beberapa penyebab dimungkinkan menjadi alasannya, diantaranya terkait ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, atau harga zat pewarna kimia industri yang relatif jauh lebih murah dan menarik dibandingkan dengan zat pewarna untuk pangan.
Beberapa faktor yang dipertimbangkan sebagai dasar penentuan mutu bahan makanan antara lain cita rasa, warna, tektur dan nilai gizinya di samping tedapat faktor lain yaitu sifat mikrobiologis. Namun warna makanan biasanya menjadi faktor pertama yang dipertimbangkan sebelum faktor-faktor lain. Kita (misalnya) banyak belajar tentang hal ini pada acara Master Chef Indonesia yang disiarkan salah satu televisi nasional kita. Banyak kenyataan yang menunjukkan kepada kita, suatu bahan makanan yang dinilai bergizi, enak, dan tekturnya sangat baik tidak akan bernilai konsumtif jika memiliki warna yang kurang menarik. Warna makanan juga menjadi salah satu indikator kesegaran, kematangan bahan, serta kualitas percampuran dan pengolahan.
Pada dasarnya terdapat beberapa faktor yang menyebabkan suatu bahan memiliki warna yaitu adanya Pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan hewan. Kita dapat menyebutnya dengan klorofil yang bewarna hijau, karoten bewarna jingga, dan mioglobin bewarna merah pada daging. Kita juga dapat mengamati terjadinya beberapa perubahan warna karena faktor reaksi kimia dan fisika di sekitar kita, seperti reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan yang membentuk warna coklat. Reaksi antara senyawa organik dengan udara akan menghasilkan warna hitam atau coklat gelap (seperti pada biskuit kadaluarsa).
Pada dasarnya tujuan pemberian warna pada makanan adalah supaya makanan dan minuman menarik bagi konsumen. Juga menghindari pemalsuan hasil suatu pabrik, serta menjaga keseragaman produk. Saat ini di pasaran banyak kita jumpai zat pewarna yang sengaja ditambahkan (alami maupun sintetik). Dan seringkali penggunaanya tidak sesuai ketentuan sehingga bermasalah bagi kesehatan.
Menurut BBPOM (2006), secara medis, pewarna sintetis yang bersifat toksik dapat menimbulkan berbagai reaksi seperti kanker hati atau gangguan fungsi hati, kanker kandung kemih atau saluran kemih, iritasi pada kulit, iritasi pada saluran nafas dan lain sebagainya. Sedangkan bahan pewarna sintetis yang telah dihasilkan oleh para ahli berasal dari cool- tar. Banyak dari pewarna tersebut bersifat toksik karena penggunaan yang tidak pada tempatnya atau penggunaan yang berlebihan.Menurut Winarno (1984), hal yang mungkin memberi dampak negatif tersebut akan terjadi jika :
  1. Bahan pewarna sintetis ini di makan dalam jumlah kecil dan berulang.
  2. Bahan pewarna sintetis ini di makan dalam jangka waktu yang lama.
  3. Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda-beda, yaitu tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu makanan sehari¬hari dan keadaan fisik.
  4. Berbagai lapisan masyarakat yang menggunakan bahan pewarna sintetis secara berlebihan.
  5. Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang.
  6. Bahan kimia yang tidak memenuhi persyaratan
Sebetulnya di level laboratorium, terdapat metode untuk mengukur warna suatu bahan, dengan menggunakan alat yang disebut kolorimeter, spektofotometer, atau alat khusus lainnya yang dirancang untuk mengukur warna. Akan tetapi alat tersebut biasanya terbatas pada penggunaan untuk bahan cair yang tembus cahaya seperti sari buah, bir atau waran hasil ekstrasi. Untuk bahan bukan cairan atau padatan, warna bahan dapat diukur dengan membandingkannya terhadap suatau warna standar. Cara tersebut dikenal dengan metode spot test. Cara pengukuran warna yang lebih teliti diukur dengan menggunakan komponen warna dalam besaran value, hue dan chroma. Nilau value menunjukkan gelap terangnya. Nilai hue mewakili panjang gelombang yang dominan sehingga dapat menetukan waran apa yang terkandung, sedangkan chroma menunjukkan intensitas warna suatu bahan. Ketiga kompenen ini diukur dengan menggunakan alat khusus yang mengukur nilai khromatisitas permukaan suatu bahan (Winarno, 1984).Namun ditingkat masyarakat, prosedur ini jauh api dari panggang. Menjadi tugas pemerintah sebagai regulator distribusi pangan untuk menjamin keamanan pangan bagi masyarakat. Dan sebagai praktisi public health, kita dapat berkontribusi didalamnya dengan berbagai cara dan level keterlibatan.

Sumber : http://www.indonesian-publichealth.com/2012/10/mewaspadai-zat-pewarna-makanan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar