Jika kita merunut pada data dan sejarah, pada awalnya difteri merupakan penyakit yang sangat endemis di Eropa Barat, dan merupakan beban kesehatan yang sangat berarti pada jaman sebelum ditemukannya vaksin. Setelah era vaksinasi, kemudian Vaksin difteri toxoid dimasukkan sebagai salah satu program imunisasi rutin di Eropa Barat pada tahun 1940 dan 1950 dan program imunisasi anak di Eropa pada tahun 1950 dan 1960. Kemudian didapatkan hasil, bahwa program vaksinasi massal dapat mengendalikan wabah penyakit difteri yang ada di daerah endemis maupun impor.
Walaupun beberapa kejadian luar biasa (KLB) penyakit menular, dapat ditekan, namun disisi lain beberapa penyakit seperti demam berdarah, keracunan dan Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) seperti penyakit difteri mulai muncul kembali. Difteri adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang saluran pernafasan bagian atas seperti tonsil, faring, laring, hidung, namun ada juga yang menyerang selaput lendir atau kulit serta kadang-kadang konjungtiva atau vagina.
Menurut laporan UNICEF, di Indonesia terjadi kematian bayi setiap 3 menit. Salah satu penyebab kematian tersebut disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Secara akumulatif setiap tahun terjadi kematian anak akibat reemerging desease yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri dan tetanus. Berdasarkan data memperlihatkan bahwa kasus difteri paling banyak terjadi pada anak yang tidak divaksinasi atau vaksinasi tidak lengkap.
Sebagaimana kita ketahui, menurut teori Achmadi, kejadian penyakit merupakan hasil interaksi berbagai factor diantaranya manusia dan perilakunya serta komponen lingkungan yang memiliki potensi penyakit. Sementara menurut Timmreck, saat ini pendekatan epidemiologi banyak digunakan dalam mempelajari fenomena kejadian penyakit yang sangat beragam. Secara epidemiologi dalam penanganan suatu penyakit di masyarakat juga mempertimbangkan faktor penyebab (tunggal atau ganda), cara penularannya, keadaan sanitasi, daya dukung lingkungan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan penyebab penyakit, daya tular, tingkat imunitas populasi, kepadatan populasi atau intensitas penyakit yang terjadi.
Dalam kejadian difteri, karakteristik berbagai faktor risiko timbulnya penyakit yang memungkinkan antara lain sebagai berikut :
Faktor penyebab.
Penyebab suatu penyakit merupakan unsur yang keberadaannya jika terus menerus terjadi kontak dengan manusia rentan dalam keadaan memungkinkan akan menimbulkan suatu penyakit. Penyakit difteri merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae. Beberapa karakteristik bakteri ini antara lain :
Penyebab suatu penyakit merupakan unsur yang keberadaannya jika terus menerus terjadi kontak dengan manusia rentan dalam keadaan memungkinkan akan menimbulkan suatu penyakit. Penyakit difteri merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae. Beberapa karakteristik bakteri ini antara lain :
- Bakteri akan menghasilkan toksin bila bakteri terinfeksi oleh Coryne Bacteriophage yang mengandung informasi genetik toksin. Bakteri ini merupakan bakteri fakultatif anaerob, dan akan tumbuh optimal pada suasana aerob.
- Corynebacterium diphtheriae tahan terhadap cahaya, pengeringan dan pembekuan.
- Pada pseudomembran bisa bertahan hidup selama 14 hari, pada suhu 58oC bisa bertahan selama 10 menit sedangkan pada air mendidih hanya tahan 1 menit. Bakteri ini akan mati jika kontak dengan desinfektan.
- Menurut sebuah hasi penelitian, corynebacterium diphtheriae dapat bertahan hidup di lingkungan dalam keadaan kering pada tekstil, kaca, dan di pasir dan debu untuk jangka waktu hingga 7 bulan.
Secara epidemiologis, diketahui bahwa sumber penyakit difteri atau disebut juga reservoir adalah manusia (baik penderita maupun karier). Menurut data di negara endemis difteri 3%-5% individu sehat mengandung bakteri difteri di tenggorokan mereka. Sementara cara penularan penyakit difteri melalui cara penularan tidak langsung, antara lain merupakan salah satu jenis airborne diseaase, bakteri terpercik terbawa dalam droplet ketika penderita atau karier bersin, batuk atau berbicara. Sedangkan cara lain dapat terbawa beberapa peralatan, seperti ketika droplet terbawa saluran pemanas atau pendingin ruangan dalam gedung atau disebarkan melalui kipas angin ke seluruh bangunan atau kompleks bangunan.
Faktor Host
Menurut teori Achmadi, faktor host pada timbulnya suatu penyakit sangat luas. Hubungan interaktif antara faktor penyebab, faktor lingkungan penduduk berikut perilakunya dapat diukur dalam konsep yang diukur sebagai perilaku pemajanan. Faktor host yang mempengaruhi kejadian penyakit pada umumnya adalah umur, jenis kelamin, status imunisasi, status gizi dan staus sosial ekonomi, juga perilaku.
Menurut teori Achmadi, faktor host pada timbulnya suatu penyakit sangat luas. Hubungan interaktif antara faktor penyebab, faktor lingkungan penduduk berikut perilakunya dapat diukur dalam konsep yang diukur sebagai perilaku pemajanan. Faktor host yang mempengaruhi kejadian penyakit pada umumnya adalah umur, jenis kelamin, status imunisasi, status gizi dan staus sosial ekonomi, juga perilaku.
Umur: Umur merupakan faktor host yang terpenting dalam munculnya penyakit. Hal ini berhubungan dengan kerentanan yang ada pada host yang dipengaruhi faktor umur. Ada beberapa penyakit yang dominan menyerang pada kelompok anak-anak umur tertentu atau sebaliknya ada yang hanya menyerang pada golongan umur lanjut usia. Menurut sejarah difteri masih merupakan penyakit utama yang menyerang masa anak-anak, populasi yang dipengaruhi adalah usia dibawah 12 tahun. Bayi akan mudah terserang penyakit difteri antara usia 6 – 12 bulan setelah imunitas bawaan dari ibu melalui transplasenta menurun.
Penyakit difteri banyak menyerang kelompok umur anak-anak. Sementara menurut data CDC’s National Notifiable Diseases Surveillance System, mayoritas kasus difteri (77%) berusia antara 15 tahun atau lebih tua, 4 dari 5 kematian terjadi pada anak yang tidak divaksinasi. Namun setelah dilakukannya program imunisasi kasus difteri pada anak-anak menurun secara drastis. Bahkan pada saat ini difteri telah bergeser pada populasi remaja dan dewasa.
Status Imunisasi : Sebagaimana kita mafhum, faktor imunitas sangat berpengaruh pada timbulnya suatu penyakit, termasuk difteri. Sistem imunitas yang terbentuk pada tubuh seseorang ada yang didaptkan secara alamiah atau buatan. Untuk imunitas alamiah ada yang bersifat aktif yaitu imunitas yang diperoleh karena tubuh pernah terinfeksi agent penyakit sehingga tubuh memproduksi antibodi dan bersifat dan bersifat tahan lama. Imunitas alamiah pasif adalah imunitas yang dimiliki bayi yang berasal dari ibu yang masuk melalui plasenta, imunitas seperti ini tidak tahan lama dan biasanya akan menghilang sebelum 6 bulan. Imunitas dapatan juga ada yang bersifat aktif yaitu jika host telah mendapat vaksin atau toksoid, sedangkan imunitas dapatan pasif jika host diberi gamma globulin dan berlangsung hanya 4-5 minggu.
Vaksin dapat melindungi dari infeksi dan diberikan pada masa bayi. Pemberian imunisasi pada sebagian besar komunitas akan menurunkan penularan penyebab penyakit dan mengurangi peluang kelompok rentan untuk terpajan agen tersebut. Imunisasi selain dapat melindungi terhadap infeksi akan memperlambat laju akumulasi individu yang rentan terhadap penyakit tersebut.
Terbentuknya tingkat imunitas di kelompok masyarakat sangat mempengaruhi timbulnya penyakit di masyarakat, dengan terbentuknya imunitas kelompok, anak yang belum diimunisasi akan tumbuh menjadi besar atau dewasa tanpa pernah terpajan oleh agen infeksi tersebut. Akibatnya bisa terjadi pergeseran umur rata-rata kejadian infeksi ke umur yang lebih tua.
Faktor status gizi dan sosial ekonomi : Faktor sosial yang terkait erat dan berkontribusi besar dalam penyebaran difteri adalah kemiskinan yang terkait dengan aspek kepadatan hunian dan rendahnya hygiene sanitasi kulit.
Terdapat hubungan yang saling terkait antara asupan gizi dan penyakit infeksi. Pasa satu sisi penyakit infeksi menyebabkan hilangnya nafsu makan, sehingga asupan gizi menjadi berkurang, sebaliknya tubuh sedang memerlukan masukan yang lebih banyak sehubungan dengan adanya destruksi jaringan dan suhu yang meninggi, hingga anak dalam malnutrisi marginal menjadi lebih buruk keadaannya. Keadaan gizi yang memburuk menurunkan daya tahan terhadap infeksi sehingga akan lebih cepat menjadi sakit. Sementara berkurangnya antibodi dan sistem imunitas akan mempermudah tubuh terserang infeksi seperti; pilek, batuk dan diare.
Faktor Perilaku:
Kebiasaan yang dilakukan sehari-hari yang dapat mempengaruhi terjadinya penularan atau penyebaran penyakit difteri adalah sebagai berikut : tidak menutup mulut bila batuk atau bersin sehingga mempermudah penularan penyakit pada orang lain, membuang ludah/dahak tidak pada tempatnya, tidak membuka jendela, mencuci alat makan dengan bersih, memakai alat makan bergantian.
Faktor Lingkungan:
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kejadian difteri antara lain meliputi tingkat kepadatan hunian rumah, sanitasi rumah, serta faktor pencahayaan dan ventilasi. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi munculnya penyakit seperti kita ketahui ada lingkungan fisik biologi, social dan ekonomi. Faktor lingkungan fisik yang meliputi kondisi geografi, udara, musim dan cuaca sangat mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap jenis penyakit tertentu. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan seseorang dalam adapatasi dengan lingkungannya tersebut.
Lingkungan biologi terkait dengan vektor atau reservoir penyakit. Sementara faktor lingkungan lain dapat diperankan oleh lingkungan sosial ekonomi. Antara faktor sosial dan ekonomi saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Beberapa faktor lingkungan sosial ekonomi berkaitan dengan penyakit adalah kepadatan hunian, stratifikasi sosial, kemiskinan, ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas kesehatan, perang, bencana alam.
Kepadatan penduduk yang tidak seimbang dengan luas wilayah memunculkan slum area dengan segala problem kesehatan masyarakatnya. Sementara ditingkat rumah tangga, kepadatan hunian rumah berpotensi melebihi syarat yang telah ditentukan. Ukuran kepadatan hunian rumah ini antara lain bisa dilihat dari kepadatan hunian ruang tidur. Standar yang dipersyaratkan sesuai Kepmenkes RI No. 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, luas ruang tidur minimal 8 meter persegi dan tidak dianjurkan digunakan oleh lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun.
Sedangkan standar luas ventilasi minimal 10% dari luas lantai dan sebaiknya udara yang masuk adalah udara segar dan bersih. Selain aspek tersebut, persyaratan rumah sehat lain adalah pencahayaan alami, yang berfungsi sebagai penerangan juga mengurangi kelembaban ruangan, serta membunuh kuman penyakit karena sinar ultra violet yang berasal dari cahaya matahari.
Selain faktor kepadatan hunian, mobilitas penduduk yang tinggi juga berpotensi meningkatkan resiko kejadian difteri. Moblitas tinggi meningkatkan resiko kemungkinan membawa bibit penyakit dari satu daerah ke daerah lainnya.
Interaksi Faktor Penyebab, Host dan Lingkungan
Interaksi antara faktor penyebab, host dan lingkungan adalah keadaan yang saling mempengaruhi dalam menimbulkan suatu penyakit, Sesuai teori John Gordon suatu penyakit dapat timbul karena terjadi ketidak seimbangan antara penyebab penyakit dengan host, ketidak seimbangan mana bergantung pada sifat alami dan karakteristik dari faktor penyebab dan host baik secara individu maupun kelompok dan karakteristik faktor penyebab dan host berikut interaksinya secara langsung berhubungan dengan dan tergantung pada keadaan alami dari lingkungan sosial, fisik, ekonomi dan biologis. Terjadinya penyakit difteri juga disebabkan adanya perubahan keseimbangan yaitu adanya perubahan pada faktor host, misalnya bertambahnya jumlah orang yang rentan terhadap Corynebacterium diphtheria. Kerentanan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti status imunisasi, status gizi, faktor sosial ekonomi dan perilaku host.
Sumber : http://www.indonesian-publichealth.com/2012/11/faktor-risiko-difteri.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar