Jumat, 09 November 2012

Bahan Radioaktif Ditemukan pada Beras

Krisis Nuklir Jepang | oleh Desika Pemita

Posted: 24/10/2012 20:52




Liputan6.com, Sukagawa: Kadar radioaktif kembali ditemukan di salah satu bahan pangan di Jepang. Radiasi cukup tinggi dilaporkan terkandung pada beras yang dihasilkan di wilayah Sukagawa, masih dalam prefektur Fukushima.

Laporan dari lembaga kesehatan setempat mengungkapkan, dalam beras terkandung 110 becquerels cesium radioaktif per kilogram. Kandungan itu lebih besar batas maksimum yang ditetapkan yaitu 100 becquerels.

Temuan pada beras produksi Fukushima adalah kali pertama tingkat radiasi melebihi batas normal. Untungnya, beras didistribusikan ke wilayah lain karena harus menjalani tes terlebih dahulu.

Hingga saat ini, pemerintah wilayah Fukushima memang sangat ketat memeriksa kandungan makanan dari wilayahnya. Mereka ingin mutu hasil produksi mereka tetap terjaga.

Adanya bahan radioaktif di beras menjadi pekerjaan tambahan bagi Pemerintah Jepang. Mereka akan berupaya menemukan penyebab kontaminasi.(JapanToday/AIS)


Sumber : http://news.liputan6.com/read/447152/bahan-radioaktif-ditemukan-pada-beras

Menkes Merindukan Ketulusan Pelayanan Tenaga Kesehatan


Kamis, 08 November 2012 | 02:03


Penulis: Firdha Novialita/ Wisnu Cipto

Ilustrasi tenaga kesehatan.
Ilustrasi tenaga kesehatan. (sumber: AFP)
Kini banyak pekerja rumah sakit yang sibuk tertawa-tawa di telepon genggam, ketika sedang menangani pasien. 

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Menkes RI) Nafsiah Mboi menyesalkan lunturnya kebanggaan dan sikap profesional dari tenaga kesehatan akan profesinya di kalangan generasi muda Indonesia.

"Saya rindu, tenaga kesehatan yang bangga melayani, yang muda betul-betul kembali ke pilihan pertama untuk menjadi tenaga kesehatan," kata Nafsiah, saat membuka acara Kongres Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) di Jakarta, Rabu (7/11).

Nafsiah mengakui kini banyak pekerja rumah sakit yang sibuk tertawa-tawa di telepon genggam, ketika sedang menangani pasien. 

Ditambahkannya, banyak dokter muda yang baru tamat tapi tidak bisa melakukan apa-apa saat berhadapan dengan pasien. "Bgitu juga bidan, tamat tidak bisa apa-apa," ujar dia.

Atas dasar itu, Menkes mengajak seluruh insan kesehatan untuk berlapang dada menerima segala kritik sebagai dorongan untuk melakukan perubahan menghadapi era global. 

"Bukan hanya meningkatkan fisik rumah sakit, tapi juga daya saing rumah sakit di tingkat internasional. Sebelum masyarakat menendang kita keluar, mari perbaiki diri," imbau dia.

Ditambahkan Menkes, kebijakan UU Sistem Jaminan Sosial Nasional saat ini mewajibkan rumah sakit di Indonesia untuk mendapatkan akreditasi harus memiliki tenaga dan pelayanan terbaik. 

Akreditasi itu, lanjut dia, akan menjadi seleksi alam untuk menentukan rumah sakit yang memang bermutu atau tidak. 

Lebih jauh, Nafsiah meminta seluruh pihak bersama pemerintah berusaha meningkatkan standar akreditasi rumah sakit yang ada di Indonesia.

"Sampai saat ini hanya ada 5 rumah sakit yang berakreditasi internasional, ini dapat mendorong agar lebih banyak lagi," tandas Menkes.

Angka Kematian Balita di Indonesia Sama Dengan Bangladesh


Kamis, 08 November 2012 | 16:55


Penulis: Dessy Sagita/Ririn Indriani
Seorang balita yang menderita gizi buruk.
Seorang balita yang menderita gizi buruk. (sumber: Jakarta Globe)
Selain otonomi daerah yang dianggap gagal dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, faktor geografis dan ekonomi juga berperan dalam tingginya angka kematian balita di Indonesia.

Otonomi daerah dicap gagal dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama kesehatan. 

Kegagalan ini mengakibatkan tingginya angka kematian balita di Indonesia. 

Menurut World Vision, angka kematian balita di Indonesia sama dengan negara Bangladesh yang jauh lebih miskin dari Indonesia.
 
"Di berbagai negara permasalahannya hampir sama yaitu faktor  kepemimpinan, pengalokasian pendanaan dan kebijakan, seperti otonomi daerah dan penempatan tenaga kesehatan," kata Campaign Director World Vision, Asteria Aritonang, Kamis (08/11).
 
Ia mengatakan sistem desentralisasi dan otonomi tidak boleh dijadikan alasan pemerintah pusat atas kegagalan program-program  kesehatan yang berakibat tingginya angka balita yang meninggal.
 
Menurutnya sangat disayangkan Indonesia yang pendapatan perkapitanya sudah cukup tinggi yaitu 3000 dolar AS, angka kematian balitanya sama dengan  negara miskin seperti Bangladesh yang pendapatan perkapitanya hanya 700 dolar AS.
 
"Masa Indonesia yang pendapatan perkapitanya hampir lima kali lipat dibanding Bangladesh angka kematian balitanya sama, seharusnya jauh  lebih rendah," kata Asteria.
 
Laporan aktual Countdown to 2015 yang disusun berbagai lembaga dunia menyebutkan di tahun 2011 ada 134 ribu balita yang meninggal di Indonesia.
 
Angka itu juga hampir sama dengan Afganistan dan Ethiopia yang pendapatan perkapitanya bahkan lebih rendah daripada Bangladesh.
 
Menurut Asteria, faktor geografis dan ekonomi juga berperan dalam tingginya angka kematian balita, tapi jika faktor kepemimpinan kuat dan  bisa tetap mengarahkan pemerintah daerah untuk membuat kebijakan yang  tepat, kematian balita di Indonesia pasti akan berkurang.
 
"Justru dengan sistem otonomi daerah seharusnya hasilnya lebih baik, karena ruang lingkup yang lebih spesifik, dan pemerintah daerah tahu konsep daerah serta jenis kebijakan seperti apa yang paling cocok dengan  daerahnya," ungkap Asteria.
 
"Jika memang pemimpinnya pro rakyat maka pasti dia akan melakukan yang terbaik," katanya.
 
Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian  Kesehatan, Slamet Riyadi Yuwono, mengatakan sistem otonomi memang  terkadang menyulitkan pemerintah pusat untuk menjalankan program  kesehatan.
 
"Sekarang kita tidak punya kantor wilayah kesehatan, adanya dinas  kesehatan yang berada di bawah kendali gubernur dan bupati," katanya.
 
Dengan sistem otonomi, Kepala Daerah bisa mengganti tenaga kesehatan  atau kader yang sudah dilatih Kemenkes kapan saja sehingga terkadang  kesinambungan program terganggu.


Sumber : http://www.beritasatu.com/kesehatan/82005-angka-kematian-balita-di-indonesia-sama-dengan-bangladesh.html

Penempatan Tenaga Kesehatan Tak Merata

Jumat, 2 November 2012 | 06:29 WIB

Dokter Maria, satu dari 10 dokter yang membantu DKK, sedang melayani pasien pengobatan gratis bantuan DKK di Labuan Bajo, NTT, Minggu (23/9/2012).


Jakarta, Kompas - Pemberlakuan sistem jaminan kesehatan semesta mulai 2014 membutuhkan penempatan tenaga kesehatan merata di seluruh Indonesia. Kenyataannya, hingga kini banyak daerah tertinggal, terpencil, dan perbatasan, ataupun daerah-daerah dengan permasalahan kesehatan, kekurangan tenaga kesehatan. Dana jaminan kesehatan yang tersedia terancam tak termanfaatkan.

Kepala Subbidang Distribusi Sumber Daya Manusia Kesehatan, Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Magdalena Medyawinata, di Jakarta, Rabu (31/10), mengatakan, terjadi maladistribusi pada penempatan tenaga kesehatan di daerah bermasalah. Politisasi tenaga kesehatan, kolusi, kurangnya kontrol, dan dukungan pemerintah daerah terhadap mereka memperunyam masalah.

Banyak tenaga kesehatan pegawai tidak tetap (PTT) yang ditempatkan tak sesuai kebutuhan daerah ataupun karakter tenaga kesehatan yang ada sehingga tidak efisien. Ada dokter PTT yang hanya menangani 3-4 pasien per hari. Kondisi serupa dialami dokter spesialis.

Di sisi lain, penempatan petugas kesehatan di daerah dengan kondisi geografis ekstrem, seperti pegunungan atau pulau-pulau kecil, aturannya masih sama dengan daerah yang aksesnya mudah. Padahal, kebutuhan dan tantangan jauh berbeda. Akibatnya, mereka yang bertugas di daerah tertinggal, terpencil, dan perbatasan sering kali harus menanggung biaya operasional sendiri.

Penempatan dokter spesialis di daerah tertinggal juga sulit. Gaji tinggi tidak menjamin mereka betah jika sarana prasarana dan tenaga pendukung tak memadai. Misalnya, untuk menjalankan fungsi dokter bedah perlu dokter anestesi. Namun, dokter anestesi tak ada sehingga operasi tak bisa dilakukan.

Robert Tedja Saputra dari Bidang Kerja Sama dan Kemitraan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia mengatakan, saat ini dokter spesialis penyakit dalam sudah ada di semua rumah sakit kabupaten. Jumlah dokter spesialis penyakit dalam di Indonesia sekitar 2.500 orang dengan pertambahan sekitar 150 orang per tahun.

Peneliti SDM Kesehatan Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Andreasta Meliala, mengatakan, daerah khusus perlu dikelola dengan kebijakan berbeda, tidak disamaratakan dengan daerah yang akses dan kondisi geografisnya mudah. Kebijakan ini diterapkan di Amerika Serikat, Kanada, dan Australia yang juga memiliki daerah-daerah dengan layanan kesehatan kurang.

”Prinsipnya, layanan yang harus selalu ada, sementara tenaga kesehatan bisa berpindah-pindah,” katanya. Seorang dokter bisa ditempatkan di satu kabupaten tertentu selama 1-2 tahun, tetapi ia dipindah-pindahkan ke sejumlah puskesmas yang ada, sesuai kebutuhan. Dokter dapat berasal dari pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, ataupun lembaga kesehatan yang berorientasi profit sebagai bagian dari tanggung jawab sosial. (MZW)


Sumber : http://health.kompas.com/read/2012/11/02/06292011/Penempatan.Tenaga.Kesehatan.Tak.Merata

Illumination / Pencahayaan


Illumination atau pencahayaan merupakan bagian dari ergonomi yang sangat penting. Cahaya sendiri merupakan radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang tertentu dimana manusia dapat melihatnya dan diterima oleh mata sebagai warna. Jadi yang terpengaruh oleh pencahayaan yang baik atau buruk adalah mata sebagai indera penglihatan manusia yang terdiri dari bagian-bagian optik yang bekerja berdasar cahaya.




Sumber cahaya sendiri ada dua jenis yakni cahaya alami dan cahaya buatan. Cahaya matahari merupakan sumber utama cahaya alami. Sedangkan cahaya buatan dibagi menjadi dua jenis. Jenis pertama adalah incandescent light (cahaya pijar), contohnya adalah lampu tradisional. Jenis kedua adalah fluorescent tube, contohnya adalah lampu listrik. Terdapat perbedaan antara tiga sumber cahaya yakni cahaya matahari, incandescent light, dan  fluorescent tube. Dalam hal jumlah radiasi yang dihasilkan, cahaya matahari menghasilkan radiasi sama dengan spektrum gelombang yang terlihat, incandescent light menghasilkan lebih banyak radiasi, fluorescent tube menghasilkan radiasi tidak sama rata dengan spektrum. Selain itu karena komposisi spektrum yang berbeda-beda dari masing-masing sumber cahaya maka warna yang ditimbulkan dari masing-masing sumber cahaya bisa berbeda.

Waktu pencahayaan juga memiliki pengaruh. Saat sumber menghasilkan cahaya dengan laju rendah, 10 – 20 kali per detik, maka akan menghasilkan cahaya berkelap-kelip. Jika laju dinaikkan maka kelap-kelip cahaya semakin berkurang dan kemunculan cahaya semakin stabil.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pencahayaan di lingkungan kerja adalah tingkat/jumlah cahaya (biasa dalam lux), arah cahaya, dan glare (tingkat kesilauan) terdiri dari disabiliy glare (glare yang mengurangi penglihatan) dan discomfort glare (glare yang menyakitkan mata sekaligus mengurangi penglihatan).

Sumber : http://ergonomi-fit.blogspot.com/2011/03/illumination-pencahayaan.html

Alat Pelindung Diri (APD)


Alat Pelindung Diri (APD) atau dalam Bahasa Inggris disebut Personal Protective Equipment (PPE) adalah seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh/sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi bahaya/kecelakaan kerja. APD merupakan kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya. APD dipakai sebagai upaya terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja apabila usaha rekayasa (engineering controls) dan administratif (work practice controls) tidak dapat dilakukan dengan baik. Namun pemakaian APD bukanlah pengganti dari kedua usaha tersebut, namun sebagai usaha akhir, 


Metode Penentuan APD
  • Melalui pengamatan operasi, proses, dan jenis material yang dipakai
  • Telaah data-data kecelakaan dan penyakit
  • Belajar dari pengalaman industri sejenis lainnya
  • Bila ada perubahan proses, mesin, dan material
  • Peraturan perundangan
Apa Kriteria APD?
  • Proses penggunaan APD harus memenuhi kriteria:
  • Hazard telah diidentifikasi.
  • APD yang dipakai sesuai dengan hazard yang dituju.
  • Adanya bukti bahwa APD dipatuhi penggunaannya.
Dasar Hukum
  1. Undang-undang No.1 tahun 1970. Pasal 3 ayat (1) butir f: Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat untuk memberikan APD. Pasal 9 ayat (1) butir c: Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang APD. Pasal 12 butir b: Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk memakai APD. Pasal 14 butir c: Pengurus diwajibkan menyediakan APD secara cuma-cuma.
  2. Permenakertrans No.Per.01/MEN/1981. Pasal 4 ayat (3) menyebutkan kewajiban pengurus menyediakan alat pelindung diri dan wajib bagi tenaga kerja untuk menggunakannya untuk pencegahan penyakit akibat kerja.
  3. Permenakertrans No.Per.03/MEN/1982. Pasal 2 butir I menyebutkan memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan ditempat kerja
  4. Permenakertrans  No.Per.03/Men/1986. Pasal 2 ayat (2) menyebutkan tenaga kerja yang mengelola pestisida harus memakai alat-alat pelindung diri yg berupa pakaian kerja, sepatu lars tinggi, sarung tangan, kacamata pelindung atau pelindung muka dan pelindung pernafasan
Jenis-jenis APD dan Penggunaannya
  • A.P. Kepala
  • A.P. Muka dan Mata
  • A.P. Telinga
  • A.P. Pernafasan
  • A.P. Tangan
  • A.P. Kaki
  • Pakaian Pelindung
  • Safety Belt

Setelah APD Dipakai, Apakah?
  • APD yang dipakai sesuai standar?
  • APD memberikan perlindungan?
  • APD sesuai dengan tugas yang dikerjakan?
  • APD nyaman dipakai terus menerus?
Manajemen APD
  • APD dibutuhkan untuk membatasi hazard lingkungan
  • Jangan membeli APD sekedar hanya memiliki jenis APD
  • Adanya hazard awareness dan pelatihan
  • Adanya SOP penggunaan APD
  • APD yang dibeli telah melalui seleksi kebutuhan jenis pekerjaan
Perkembangan APD
Teknologi APD berkembang pesat pada APD terhadap bahaya fisik dan kimia. Namun kurang berkembang pada APD terhadap bahaya biologi.

Kelemahan Penggunaan APD
  • Kemampuan perlindungan yang tak sempurna karena (memakai APD yang kurang tepat, cara pemakaian APD yang salah, APD tak memenuhi persyaratan standar)
  • APD yang sangat sensitif terhadap perubahan tertentu.
  • APD yang mempunyai masa kerja tertentu seperti kanister, filter dan penyerap (cartridge).
  • APD dapat menularkan penyakit,bila dipakai berganti-ganti.
Mengapa APD Sering Tidak Dipakai?
Rendahnya kesadaran pekerja terhadap Keselamatan kerja
Dianggap mengurangi feminitas
Terbatasnya faktor stimulan pimpinan
Karena tidak enak / kurang nyaman.

Sumber: 
http://ergonomi-fit.blogspot.com/2011/06/alat-pelindung-diri-apd.html

Kebutuhan Alat Pelindung Diri (APD)


Penggunaan alat pelindung diri (APD) untuk mengurangi eksposur karyawan terhadap bahaya itu diperlukan ketika engineering control dan administrative control (selengkkapnta tentang control klik disini) tidak layak atau efektif dalam mengurangi eksposur tersebut ke tingkat yang dapat diterima. Perusahaan diharuskan untuk menentukan bahwa APD harus digunakan untuk melindungi pekerja dan memiliki kewajiban untuk menyediakan APD, termasuk peralatan pelindung pribadi untuk mata, wajah, kepala, dan kaki, dan pakaian pelindung dan penghalang (barrier). Perusahaan juga harus memastikan bahwa karyawan menggunakan dan memelihara APD dalam kondisi steril dan handal.




Bagaimana penggunaan APD yang tepat? 
APD harus dikenakan dan digunakan dalam suatu cara dimana manfaat perlindungannya akan penuh. Rendahnya tingkat kepatuhan dalam mengenakan APD biasanya menunjukkan sistem manajemen keselamatan yang gagal. Hal-hal berikut dapat mengakibatkan ketidakpatuhan pemakaian APD:
  1. Perusahaan tidak memberikan APD yang berkualitas;
  2. Perusahaan tidak mengawasi penggunaan APD dengan benar;
  3. Perusahaan gagal untuk menegakkan penggunaan APD, atau
  4. Perusahaan tidak melatih karyawan pada penggunaan APD dengan benar.

Apa saja jenis-jenis APD? 
Jenis-jenis APD terdiri dari veverapa kategori:
  • Pelindung wajah dan mata
  • Pelindung kepala (termasuk bagian-bagian lain di kepala seperti telinga)  
  • Pelindung kaki
  • Pelindung tangan
  • Pakaian pelindung
  • Salep (ointments) pelindung
  • Shields (berfungsi seperti perisai)
  • Penghalang (barriers)
  • Restraints (bersifat mengekang atau menahan)

Kapan dan dimana PPE diperlukan? 
APD diperlukan dimanapun jika kondisi yang tercantum di bawah ini ditemui dimana kondisi-kondisi ini mampu menyebabkan cedera atau kecatatan dengan cara diserap, dihirup, atau kontak fisik.
  • Proses-proses yang berbahaya
  • Lingkungan yang berbahaya
  • Bahan kimia berbahaya
  • Bahaya radiologi
  • Sesuatu yang dapat menyebabkan iritasi mekanis
Siapa yang membayar APD? 
APD yang digunakan selama bekerja harus disediakan oleh perusahaan tanpa pembebanan biaya kepada karyawan. Namun, perushaan tidak diharuskan membayar untuk pelindung jari kaki yang tidak khusus (termasuk steel-toe shoes atau steel-toe boots) kecuali jika memang terdapat hazard untuk jari kaki maka perlu disedikan pelindung khus dan perusahaan juga tidak diharuskan membayar kacamata khusus keamanan non-resep, asalkan perusahaan mengijinkan barang-barang tersebut untuk dikenakan di tempat kerja itu sudah cukup.

Ketika perusahaan menyediakan pelindung metatarsal dan mengijinkan karyawan, atas permintaan karyawan, untuk menggunakan sepatu atau bot yang built-in perlindungan metatarsal, majikan tidak wajib untuk mengganti biaya sepatu atau bot itu. Selain itu, majikan tidak diperlukan untuk membayar:
  • Sepatu penebangan yang dibutuhkan oleh 29 CFR 1.910,266 (d) (1) (v) (merupakan standard OSHA)
  • Pakaian sehari-hari, seperti kemeja lengan panjang, celana panjang, sepatu biasa, dan sepatu bot normal, atau
  • Pakaian umum, krim kulit, atau benda lainnya yang digunakan hanya untuk perlindungan dari cuaca, seperti mantel musim dingin, jaket, sarung tangan, parka, sepatu boot karet, topi, jas hujan, kacamata hitam biasa, dan tabir surya.
Majikan harus membayar untuk penggantian APD, kecuali bila karyawan menghilangkan atau secara sengaja merusak APD. Ketika seorang karyawan menyediakan peralatan pelindung tambahan sendiri dan dia merasa itu diperlukan dirinya, majikan dapat membolehkan karyawan untuk menggunakannya dan perusahaan tidak wajib mengganti biaya peralatan itu. Perusahaan tidak dapat mewajibkan karyawan untuk menyediakan dan membayar untuk APDnya sendiri, kecuali APD tersebut adalah salah satu pengecualian yang tercantum dalam standar OSHA 1910.132 APD (h) (2) sampai (h) (5).

Sumber : http://ergonomi-fit.blogspot.com/2011/12/kebutuhan-alat-pelindung-diri-apd.html

Bahaya di Tempat Kerja

Bahaya berbeda dengan resiko. Bahaya (hazard) adalah sesuatu yang dapat menyebabkan cedera pada manusia atau kerusakan pada alat atau lingkungan. Sedang resiko (risk) didefinisikan sebagai peluang terpaparnya seseorang atau alat pada suatu bahaya (hazard).




Trus apa saja yang dapat menjadi sumber hazard? Berikut adalah macam-macam kategori hazard (Wells, 1996; Plog, 2002; Donoghue, 2004):
  1. Physical hazards: suara bising, radiasi, getaran, temperatur
  2. Chemical hazards: zat beracun, debu, uap berbahaya
  3. Mechanical hazards: mesin, alat-alat bergerak
  4. Electrical hazards: arus listrik, percikan bunga api listrik
  5. Ergonomic hazards: ruangan sempit, mengangkat, mendorong, dsb (catatan: sebenarnya ergonomi tidak hanya melingkupi hal-hal ini karena ergonomi sebenarnya adalah prinsip atau azas K3 secara keseluruhan, namun karena istilah ergonomi mulai dikenal dari ranah postur kerja, beban kerja, MSD dan sejenisnya maka bisa dimaklumi jika hal-hal seperti ini lebih erat dengan istilah ergonomi)
  6. Behavioral hazards: tidak mematuhi peraturan, kurangnya ketrampilan kerja
  7. Environmental hazards: cuaca buruk, api, berkerja di tempat tak rata
  8. Biological hazards: virus, bakteri, jamur, parasit
  9. Psychosocial hazards: waktu kerja yang lama, tekanan atasan, trauma
Segala macam potensi hazard tersebut harus diidentifikasi. Untuk memudahkan pengidentifikasian, ada beberapa macam metode yang dapat digunakan seperti What-If Analysis, Energy Barrier Analysis, dan lainnya. Setelah hazard teridentifikasi, langkah selanjutnya adalah menilai sejauh mana pengaruhnya terhadap keselamatan karyawan dan keseluruhan operasi. Penilaian ini umumnya menggunakan dua parameter: konsekuansi dari suatu hazard dan kemungkinan frekuensi kejadian. Peringkat paling tinggi akan ditempati oleh hazard yang mampu menimbulkan konsekuensi kerusakan besar dikombinasikan dengan frekuensi kejadian yang sering atau berulang dan hazard atau bahaya ini disebut sebagai critical hazard. Semua critical hazard harus mendapat perhatian dan penanganan sesegera mungkin.

Bahaya-bahaya (hazards) di tempat kerja tersebut harus ditangani dengan prinsip ergonomi yakni menyesuaikan kerja dengan keterbatasan atau kapasitas manusia (fit the task to the worker). Misalnya kebisingan harus dikontrol karena manusia mempunyai batasan paparan, zat-zat kimia korosif harus dikontrol karena tubuh manusia tidak mampu kontak dengan zat tersebut, desain control dan display mesin harus disesuaikan dengan karakteristik kognitif manusia sehingga mengurangi eror, shift kerja disesuaikan dengan kapasitas beban kerja manusia dan masih banyak lagi. Semua itu dilakukan melalui tiga cara yakni engineering control, work practice control, dan alat pelindung diri,

Sumber : http://ergonomi-fit.blogspot.com/2012/01/bahaya-di-tempat-kerja.html

Ergonomi dan 5S


5S mungkin sudah tidak asing bagi orang yang bekerja di industri atau bagi orang yang memiliki latar belakang pendidikan teknik industri. 5S merupakan salah satu pondasi yang penting dalam lean process. 5S adalah pendekatan dalam memperbaiki lingkungan kerja. Melalui 5S, maka perusahaan dapat memperoleh banyak manfaat. Tanpa 5S, maka manfaat dari lean tidak akan optimal. Namun, bukan berarti Anda tidak dapat mengimplementasikan lean secara terpisah. 5S dapat Anda implementasikan terpisah dari Lean Process, dan dapat meningkatkan kinerja perusahaan Anda.


5S adalah sebuah pendekatan dalam mengatur lingkungan kerja, yang pada intinya berusaha mengeliminasi waste sehingga tercipta lingkungan kerja yang efektif, efisien dan produktif (untuk mengetahui lebih kanjut tentang waste, klik disini). Waste kadang tidak terlihat, padahal dengan mengeliminasinya maka bisa menjadikan pekerjaan menjadi lebih lancar. Berikut ini adalah beberapa manfaat dari metode 5S:
  • Meningkatkan citra perusahaan
  • Meningkatkan produktivitas lingkungan kerja
  • Menghilangkan waktu dan gerakan yang tidak berguna
  • Mengurangi cacat sehingga mengurangi cost of quality
  • Menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman
  • Meningkatkan semangat kerja
Banyak perusahaan besar seperti General Motors, Toyota, hingga Boeing yang sukses mengimplementasikan program ini. Namun, sebenarnya pendekatan ini juga bisa digunakan di organisasi manapun jua, bahkan organisasi kecil dengan budget yang minimum.

Dalam Bahasa Indonesia, 5S sering diterjemahkan menjadi 5R. Apa saja 5S atau 5R itu?


S1 –Seiri (Sort) atau Ringkas

Tahap ini meliputi memisahkan apa saja item-item yang penting dan tidak penting. Sehingga Anda hanya menyimpan item-item yang diperlukan saja, dan menyingkirkan yang tidak berguna. Sebelum Anda menjalankan tahap ini, tentunya Anda memiliki item-item yang sudah tidak bermanfaat. Dengan menyingkirkan barang-barang yang sudah tidak bermanfaat, maka Anda akan mempunyai ruang yang lebih lega.

Sebelum Anda melakukan ekspansi pabrik, maka lakukan tahap ini terlebih dulu, sehingga Anda bisa melihat seberapa banyak ‘wasted space’ yang selama ini ada. Anda juga bisa melakukan tahap ini sebelum memindahkan peralatan, membuat layout baru, ataupun menciptakan work flow. Karena jika Anda tidak melakukan tahap ini duluan, maka hasilnya tidak akan maksimal.

S2 – Seiton (Set in Order) atau Rapi

Tahap ini antara lain mengatur item-item yang diperlukan supaya lebih mudah dicari dan memberikan label supaya tempat menyimpan mudah dipahami serta mengimplementasikan control visual. Ketika Anda sudah melakukan tahap Sort dan hanya item yang penting saja yang berada di lingkungan kerja, maka ruangan akan lebih mudah diatur supaya dapat tercipta layout lingkungan kerja dan work flow yang paling optimum dan efektif.

S3 – Seiso (Shine) atau Resik

Aktivitas tahap ini antara lain membersihkan lingkungan kerja, dan membuang kotoran dan debu dan menjaga segala sesuatu supaya bersih. Pada sebagian besar organisasi, “seiso” kurang diperhatikan karena mereka tidak menyediakan waktu ataupun memahami pentingnya menjaga segala sesuatu tetap bersih. Sebenarnya, menjaga lingkungan kerja tetap “seiso” menawarkan beberapa manfaat, antara lain: 1) jika lingkungan bersih, maka kondisi abnormal lebih mudah terlihat dan bisa segera ditindaklanjuti sebelum masalahnya berlarut-larut; 2) area kerja yang bersih mencitrakan kualitas tinggi; dan 3) meningkatkan semangat karyawan

Oleh karena itu, perlu disediakan waktu supaya lingkungan kerja tetap bersih. Setiap orang harus memahami perannya masing-masing dalam mempertahankan lingkungan kerja supaya tetap bersih.

S4 – Seiketsu (Standardize) atau Rawat

Seiketsu artinya menggunakan metode standar untuk menjaga supaya kondisi seiri, seiton dan seiso tetap terjaga. Praktik dan prosedur seiketsu ini merupakan dasar dari continuous improvement atau kaizen dan mempertahankan manfaat yang diperoleh dari seiri, seiton dan seiso. Tanpa adanya seiketsu, maka 3 langkah pertama tidak akan berjalan dengan lancar dan segalanya bisa kembali berjalan seperti cara lama.

Dalam melakukan seiketsu, tentu saja awalnya sulit karena umumnya akan selalu ada penolakan terhadap perubahan. Mereka tentunya harus melakukannya secara berulang kali, sebelum terbiasa dengan standar dan prosedur yang baru. Kadang, bahkan orang melakukan hal yang mereka percayai lebih baik daripada standar yang ada. Oleh karena itu, maka manajer maupun supervisor haruslah menggalakkan praktik standar ini secara terus menerus dan melakukan tindakan korektif jika ada yang menyimpang dari standar. Jika manajer dan supervisor tidak melakukan control, maka segala sesuatu akan kembali kepada cara lama.

S5 – Shitsuke (Sustain/Discipline) atau Rajin

Shitsuke artinya mempraktikkan kebiasaan kerja yang baik dalam mempertahankan S lainnya, yakni seiri, seiton, seiso, dan seiketsu. Kedisiplinan harus ditanamkan kepada diri masing-masing individu, sehingga tidak terjadi penyimpangan. Setiap orang harus bisa mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan 5S, sesuai dengan peran dan tanggung jawab masing-masing. Selain itu, untuk mendisiplinkan 5S, maka komunikasikan kesuksesan 5S ini ke seluruh organisasi.

Jika Anda melakukan pendekatan 5S pada lingkungan kerja dengan baik, maka tentunya Anda akan dapat memperoleh manfaat maksimal dari 5S, seperti yang sudah dikemukakan pada artikel sebelumnya. Lingkungan kerja menjadi lebih baik, pekerjaan lebih lancar, produktivitas lebih tinggi, dan tujuan perusahaan tercapai.

Bagi Anda yang baru pertama kali mengenal 5S ini atau mungkin belum begitu mengenal 5S mungkin akan berpikir bahwa 5S ini hanya sesuatu yang sederhana dan kurang penting. Jika Anda berpikir demikian sebaiknya Anda cepat-cepat merubah pikiran tersebut karena salah satu perusahaan otomotif terbesar di dunia dan mungkin juga diikuti perusahaan-perusahaan lainnya menganggap bahwa 5S adalah kunci utama agar semua proses berjalan baik.

Hubungan ergonomi dan 5S

Lalu apa hubungan ergonomi dan 5S? Ergonomi adalah ilmu tentang kerja, sedangkan 5S adalah suatu metode untuk mengatur tempat kerja untuk mengoptimalkan kerja. Dengan 5S maka akan tercapai moral kerja yang lebih baik serta yang terpenting adalah efektifitas, efisiensi, dan produktivitas kerja meningkat dan artinya secara umum dapat meningkatkan performa kerja. Oleh karena itu tidak salah jika banyak orang yang menyatakan bahwa 5S sejalan dengan ergonomi dan selain itu, 5S sebagai metode dalam perbaikan kondisi tempat kerja akan semakin efektif jika melibatkan prinsip-prinsip ergonomi. Namun perlu diingat bahwa saat ini beberapa pihak sudah mulai “menyamakan” 5S dengan ergonomi. Walaupun 5S sudah dianggap sebuah metode yang cukup jitu dan fenomenal dalam menyelesaikan masalah di tempat kerja namun pernyataan tersebut kurang tepat karena walaupun 5S sejalan dengan ergonomi namun pada dasarnya 5S hanya sebuah metode atau tool untuk mengatasi beberapa jenis masalah saja di tempat kerja sehingga tidak bisa untuk menyelesaikan atau dikaitkan dengan seluruh jenis atau masalah atau isu dalam ergonomi. Dengan 5S memang kita bisa mengatasi beberapa masalah kerja di suatu tempat kerja, namun bukan berarti tempat kerja tersebut sudah terbebas 100% dari resiko kerja seperti yang ada dalam ilmu ergonomi. Jadi secara kasar bisa disebutkan bahwa 5S itu bukan ergonomi, 5S hanya merupakan bagian atau tool dalam ergonomi.

Sumber: http://ergonomi-fit.blogspot.com/2011/05/ergonomi-dan-5s.html

Komitmen terhadap Ergonomi / K3


Mendapatkan komitmen dalam hal ergonomi / K3 terutama dari manajemen puncak merupakan hal yang sangat penting untuk keberhasilan program keselamatan dan kesehatan perusahaan.sehingga manajemen tidak hanya sekedar menunjukkan minat, tapi berkomitmen serius secara jangka panjang untuk melindungi setiap karyawan dari hazard pada pekerjaan.

Komitmen manajemen untuk keselamatan akan muncul jika setiap manajer dengan jelas memahami manfaat posotif yang diperoleh dari program keselamatan tersebut. Memahami manfaat akan menciptakan keinginan yang kuat untuk meningkatkan budaya keselamatan perusahaan dan selanjutnya manajer akan menginvestasikan waktu dan uang secara serius ke manajemen keselamatan yang efektif (inilah komitmen) dengan mengembangkan apa yang di sebut 5P dalam sistem manajemen keselamatan:
  • Programs (program)
  • Policies (kebijakan)
  • Plans (rencana)
  • Processes (proses), dan
  • Procedures (prosedur)
Mengapa manajer membuat komitmen untuk keselamatan?

Pengusaha mengalokasikan waktu dan uang ke dalam program keselamatan karyawan (ergonomi / K3) karena satu atau lebih alasan:



Untuk memenuhi kewajiban sosial
Strategi ini adalah yang paling efektif dalam jangka panjang dan bisa dibilang merupakan bentuk komitmen tingkat tertinggi. Para manajer telah sadar bahwa kelangsungan hidup jangka panjang perusahaan tergantung tidak hanya dari memaksimalkan keuntungan jangka pendek. Mereka akan mengetahui nilai dan memanfaatkan potensi kreatif yang luar biasa dari setiap karyawan, mulai dari petugas kebersihan sampai presiden. Para manajer akan menghargai nilai yang melekat pada setiap karyawan, bukan hanya sebagai pekerja, tapi sebagai nggota "keluarga" perusahaan. Mereka juga menghargai peran masing-masing karyawan mereka seperti sebagai ibu, ayah, pelatih, pembantu, dll. Keselamatan dianggap sebagai inti nilai perusahaan yang tidak akan berubah walaupun dalam keadaan sulit (misalnya terkait krisis finansial dsb). Ketika manajer menilai keselamatan di tingkat ini, mereka secara alami mengaplikasikan dua strategi berikutnya.

Untuk memenuhi kewajiban fiskal

Strategi ini bisa cukup efektif. Manajer yang termotivasi untuk berinvestasi dalam keselamatan memahami manfaat keuangan yang berasal dari penerapan program keselamatan yang efektif. Disini, alasan utama dalam menerapkan ergonomi / K3 adalah untuk memaksimalkan keuntungan. Tujuannya adalah untuk memenuhi kewajiban kepada stakeholder untuk mengoperasikan bisnis dengan bijaksana secara fiskal. Para manajer akan melakukan apa yang perlu dilakukan secara proaktif atau reaktif untuk menghemat biaya langsung dan tidak langsung dari kecelakaan. Manajemen mungkin menampilkan komitmen melampaui minimum persyaratan hukum jika mereka melihat keuntungan finansial. Keselamatan kemungkinan besar menjadi prioritas tinggi. Namun, komitmen terhadap keselamatan dapat berubah cepat ketika keadaan sulit.

Untuk memenuhi kewajiban hukum

Strategi Ini adalah yang paling tidak efektif. Tujuan utama bagi para manajer adalah untuk memenuhi kewajiban dalam mematuhi aturan OSHA. Disini manajer hanya ingin tidak mendapat masalah (stay out of trouble), sehingga mereka hanya melakukan apa yang harus dilakukan yakni yang wajib-wajib saja untuk memenuhi persyaratan minimum. Keselamatan bukan merupakan prioritas atau nilai, tetapi dianggap sebagai pengganggu lebih dari hal lain: hanya pemborosan biaya dalam melakukan bisnis. Strategi keselamatan yang dipakai disini biasanya hanya reaktif karena keselamatan bukanlah masalah kecuali ada kecelakaan.

Sumber : http://ergonomi-fit.blogspot.com/2011/11/komitmen-terhadap-ergonomi-k3.html

Selasa, 06 November 2012

Memutus Rantai Stigma Skizofrenia



Penulis : Lusia Kus Anna | Selasa, 23 Oktober 2012 | 15:50 WIB



Kompas.com - Skizofrenia merupakan salah satu penyakit jiwa terberat, sebanyak 10 persen dari penderita penyakit ini berakhir dengan bunuh diri. Meski begitu gangguan jiwa ini bisa dikendalikan dengan pengobatan yang tepat dengan peluang kesembuhan cukup besar. 

Sayangnya sebagian besar penderita skizofrenia tidak berobat. Selain karena akses pengobatan gangguan jiwa yang belum merata, kuatnya stigma di masyarakat menyebabkan banyak orang malu atau takut mencari pengobatan sehingga penyakitnya bertambah parah. 

Menurut dr.Tun Kurniasih Bastaman, Sp.KJ, di Indonesia stigma akan penyakit jiwa bukan hanya dialami pasien dan keluarganya tapi juga sampai ke dokter dan perawatnya. "Para dokter pun kalau akan merujuk pasiennya ke psikiater sampai minta maaf dulu ke pasien," katanya dalam acara temu media berkaitan dengan penghargaan Dr.Guislain kepada Bagus Utomo di Jakarta (23/10/12).

Penyakit jiwa juga masih dianggap sebagai gangguan yang disebabkan oleh hal-hal yang berhubungan dengan spiritual, kurang imna, hingga guna-guna. "Karenanya banyak orang yang menderita penyakit jiwa perginya ke 'orang pintar' bukan ke dokter," imbuh dokter dari Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini. 

Skizofrenia, menurut Tun, disebabkan oleh berbagai faktor mulai dari faktor genetik, cedera otak, trauma, tekanan sosial, stres, hingga penggunaan narkotika. Para pakar kesehatan jiwa sependapat bahwa gejala skizofrenia timbul karena gangguan proses transfer dan pengolahan informasi dalam otak sehingga komunikasi sel saraf dalam otak tidak bekerja semestinya. 

Gejala skizofrenia sendiri bervariasi, mulai dari gangguan halusinasi, delusi, hilang semangat, apatis, kesepian, hingga keinginan bunuh diri.

Karena ketidaktahuan masyarakat, pasien skizofrenia biasanya dipasung karena sering mengamuk. Padahal seperti halnya penyakit lain, skizofrenia juga bisa dikendalikan dengan obat-obatan psikotik. "Sebaiknya pengobatan harus holistik, obat-obatan medis dengan terapi psikososial," katanya.

Herni Susanti, staf pengajar bidang keperawatan gangguan jiwa yang mengambil program studi doktoral di Universitas Manchester Inggris, mengungkapkan, di negara maju upaya untuk menekan stigma penyakit jiwa dilakukan dengan pemberdayaan baik kepada pasien atau keluarganya.

"Di pusat pendidikan seringkali pasien skizofrenia dihadirkan sebagai dosen tamu untuk menceritakan apa yang mereka alami saat halusinasi. Menjadikan pasien sebagai bagian dari tim peneliti bidang kesehatan jiwa juga sudah sering dilakukan sehingga pasien memiliki self-esteem tinggi," kata Herni dalam acara yang sama.

Pemberdayaan untuk keluarga juga tak jauh berbeda karena mereka kerap tidak mendapatkan informasi dengan jelas tentang bagaimana menghadapi keluarga yang menderita skizofrenia atau tentang aturan minum obat. 

Pengalaman jatuh bangun yang dialami Bagus Utomo (39) dan keluarganya dalam menghadapi sang kakak yang menderita skizofrenia mendorongnya untuk membentuk komunitas peduli skizofrenia. 

"Selama 10 tahun kami dan keluarga bingung mencari pengobatan untuk kakak. Selain pengobatan medis kami juga berobat ke orang pintar. Semua itu menghabiskan sumber daya dan energi kami sekeluarga namun penyakit kakak tidak juga sembuh," katanya.

Ia kemudian berinisiatif mencari informasi tentang penyakit kakaknya di internet dan menemukan kesamaan gejala dengan penyakit skizofrenia. Berbekal semangat untuk menyebarluaskan informasi tentang penyakit tersebut ia membuat website mengenai skizofrenia yang diterjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. 

"Website yang saya buat berasal dari dana pribadi sehingga sempat mati saat saya kehilangan pekerjaan. Kemudian saya membuat komunitas di Facebook," katanya. 

Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) yang ia dirikan kemudian menjadi wadah untuk berbagi pengalaman bagi para pasien dan keluarganya. Saat ini KSPI memiliki 6400 anggota dari berbagai daerah dan aktif melakukan edukasi kepada masyarakat. 

Berkat upayanya tersebut Bagus diganjar penghargaan pertama Dr.Guislain untuk Breaking the Chains of Stigma. Ia mendapatkan hadiah uang senilai 50.000 dollar yang harus digunakan untuk melanjutkan pekerjaan mengurangi stigma sosial tentang kesehatan jiwa.



Sumber : http://health.kompas.com/read/2012/10/23/15504257/Memutus.Rantai.Stigma.Skizofrenia

Awas! Saat-saat Seperti Ini Paling Rawan Serangan Jantung



AN Uyung Pramudiarja - detikHealth

Jumat, 02/11/2012 10:14 WIB

Jakarta - Serangan jantung bisa muncul kapan saja dan biasanya tidak bisa diperkirakan sebelumnya. Namun berdasarkan teori serta bukti statistik, risiko serangan jantung yang mematikan itu cenderung meningkat pada saat-saat tertentu. Kapan saja?
Saat-saat yang dianggap paling rawan serangan jantung adalah sebagai berikut, seperti dikutip dariMSN Health, Kamis (1/11/2012).

1. Saat pidato

Bicara di depan umum sama bahayanya dengan olahraga berlebihan, kalau dilakukan saat grogi. Kegelisahan tingkat tinggi bisa meningkatkan tekanan darah, denyut jantung serta kadar adrenalin yang menurut berbagai penelitian sangat rentan memicu serangan jantung.

2. Saat BAB tidak lancar

Ngeden atau mengejan terlalu kuat gara-gara sembelit susah buang air besar bisa membuat tekanan jantung meningkat. Bagi yang memiliki risiko atau bahkan pernah mengalami serangan jantung sebelumnya, kondisi ini rawan memicu kekambuhan. Cegah dengan pola makan yang sehat terutama dengan memperbanyak makan serat.

3. Seusai makan enak

Junk food dan makanan berlemak rasanya memang enak, tetapi risikonya besar bagi jantung. Tidak perlu menunggu beberapa tahun kemudian, penelitian terbaru menunjukkan bahwa dalam jangka sangat pendek makanan-makanan sampah (junk berarti sampah) seperti itu bisa merusak arteri atau pembuluh darah yang menuju jantung.

4. Saat olahraga berat

Para ahli telah menegaskan bahwa olahraga tidak pernah menjadi penyebab satu-satunya di berbagai kasus serangan jantung. Namun diakui, kontraksi otot yang sangat kuat dan mendadak bisa menjadi pemicu atau trigger serangan jantung jika seseorang memang sudah memiliki risiko. Masalahnya, kadang risiko itu tidak disadari sebelumnya sehingga seolah-olah olahraganya yang menyebabkan serangan jantung.

5. Pada pagi hari

Penelitian di Harvard University menunjukkan bahwa 40 persen serangan jantung terjadi di pagi hari. Alasannya adalah pada saat bangun tidur, tubuh melepaskan adrenalin serta hormon stres yakni kortisol dan sekaligus memompa jantung lebih kuat untuk mendistribusikan oksigen ke organ-organ yang mulai dipakai untuk beraktivitas.

6. Setiap hari Senin

Tidak perlu diragukan lagi, awal pekan hari paling stressfull dibanding hari-hari yang lain. Ditambah dengan kebiasaan tidur-tiduran di akhir pekan lalu mendadak kurang tidur karena terlalu sibuk di awal pekan, kerja jantung jadi lebih berat dan itu bisa meningkatkan risiko serangan jantung. Pun statistik menunjukkan bahwa 20 persen serangan jantung terjadi pada hari Senin.

Sumber : http://health.detik.com/read/2012/11/02/095433/2079456/766/awas-saat-saat-seperti-ini-paling-rawan-serangan-jantung

Orang-orang Ini Punya Bentuk Tubuh Paling Ekstrem di Dunia



Merry Wahyuningsih - detikHealth

Jumat, 02/11/2012 15:23 WIB




Jakarta - Organ tubuh diciptakan dengan fungsinya masing-masing. Namun beberapa manusia dikaruniai organ tubuh dengan bentuk ekstrem dan berbeda dengan manusia lainnya.





Berikut beberapa orang di dunia yang memiliki bagian tubuh paling ekstrem, seperti dilansir Huffingtonpost, Jumat (2/11/2012):




1. Cathie Jung, pinggang terkecil di dunia
Ini bukanlah gambar hasil Photoshop, karena pinggang Cathie Jung memang hanya berukuran 15 inci (38 cm). Kondisi ini diperolehnya berkat menggunakan korset selama bertahu-tahun.
Bentuk pinggangnya yang amat kecil ini pun meraih pengakuan dari Guinness Book of World Records pada tahun 2007, sebagai pemilik pinggang terkecil di dunia yang masih hidup. Sedangkan pemilik pinggal terkecil yang pernah ada adalah Ethel Granger dengan ukuran 13 inci.




2. Svetlana Pankratova, kaki terpanjang di dunia
Wanita asal Rusia Svetlana Pankratova, menurut Guinness World Records memiliki kaki terpanjang di dunia. Meski ia bukanlah orang tertinggi di dunia, tapi kakinya saja sudah mencapai 132 cm.
Pankratova juga memiliki ukuran kaki yang sangat besar, yaitu 13 untuk ukuran Amerika dan 46 untuk ukuran Eropa, yang membuatnya kesulitan mencari ukuran sepatu.




3. Vivian Wheeler, wanita dengan janggut terpanjang di dunia
Vivian Wheeler merupakan seorang wanita, tapi ia memiliki janggut yang sangat panjang berukuran 27,9 cm. Karena kondisinya, ia pun mendapat julukan sebagai wanita pemilik janggut terpanjang di dunia.
Sang ayah sebenarnya sudah meminta Vivian untuk mencukur janggutnya saat berusia 7 tahun, tapi sejak tahun 1993 sehingga sekarang ia tak pernah mencukurnya dan membiarkan rambut di dagunya terus tumbuh.




4. Lui Hua, tangan terbesar di dunia
Liu Hua (28 tahun) yang berasal dari Jiangsu China, pernah dinobatkan sebagai manusia dengan tangan terbesar di dunia saat ia berusia 24 tahun pada tahun 2007. Tangan kanannya berukuran normal tapi tangan kirinya sangat besar dengan berat 10 kg.
Sejak lahir Liu menderita macrodactyly, yaitu kondisi langka yang menyebabkan jari tangan atau kaki berukuran tidak normal atau lebih besar dari ukuran jari lainnya karena tulang dan jaringan lunak tumbuh secara berlebihan.




5. Chris Walton, kuku terpanjang di dunia
Gara-gara tak pernah memotong kuku selama 18 tahun, Chris Walton (46 tahun) memegang rekor dunia untuk kuku terpanjang. Kuku sepanjang 3 meter lebih itu kini terdaftar Guinness World Record.
Setelah 18 tahun memanjangkan kuku, akhirnya usaha wanita asal Las Vegas ini terbayar sudah. Dengan ukuran kuku terpanjang 310 cm di tangan kiri dan 292 di tangan kanan, Walton tercatat di Guinness World Record untuk kuku terpanjang di dunia.




6. Pranamya Menaria dan Devendra Harne, punya 25 jari
Saat ini pemegang rekor resmi jari terbanyak adalah dua anak India yaitu Pranamya Menaria dan Devendra Harne, yang keduanya memiliki 12 jari tangan dan 13 jari kaki. Bocah-bocah ini menjadi unik karena manusia umumnya memiliki 20 jari yakni 10 jari tangan dan 10 jari kaki.
Kondisi yang dialami anak ini dikenal sebagai Polydactyly, yang digunakan untuk menggambarkan tambahan jari pada tangan atau kaki. Jari tambahan tersebut biasanya terletak di sisi ibu jari (radial), kelingking (ulnar), atau di tengah (central).




Sumber : http://health.detik.com/read/2012/11/02/152317/2079952/763/orang-orang-ini-punya-bentuk-tubuh-paling-ekstrem-di-dunia