Senin, 26 Desember 2011

Kenali Gejala Difteri

Selasa, 11 Oktober 2011 16:45 WIB
Penulis : Prita Daneswari




MEWABAHNYA penyakit difteri di Jawa Timur hingga ditetapkan sebagai KLB (kejadian luar biasa) sejak Jumat, 7 Oktober 2011, menarik perhatian warga Indonesia. Terlebih, kalangan yang terbilang sangat rentan terhadap penyakit ini adalah anak-anak. 

Pertama-tama mari kita ketahui definisi difteri. Difteri adalah penyakit akibat bakteri yang bersumber dari Corynebacterium diphtheriae. Di masa lalu, difteri merupakan penyakit yang telah menyebabkan ribuan kematian. Hingga kini pun masih mewabah di daerah-daerah yang belum berkembang. 

Adapun mereka yang selamat dari penyakit ini biasanya akan menderita kelumpuhan otot-otot tertentu dan kerusakan permanen pada jantung dan ginjal. Anak-anak yang berumur 1 sampai 10 tahun sangatlah rentan terhadap penyakit ini. 

Kuman difteri disebarkan dengan menghirup cairan dari mulut atau hidung orang yang terinfeksi, dari jari-jari atau handuk yang terkontaminasi, dan dari susu yang terkontaminasi penderita. 

Gejala yang biasanya muncul ialah sakit tenggorokan, demam, sulit bernapas dan menelan, mengeluarkan lendir dari mulut dan hidung, dan lemah. Kemudian, kelenjar getah bening di leher membesar dan terasa sakit. Lapisan (membran) tebal terbentuk menutupi belakang kerongkongan. Jika menutup saluran pernapasan, menyebabkan kekurangan oksigen dalam darah. 


Pencegahan dan perawatan 

Lalu bagaimana cara menghindari atau melindungi diri dari penyakit ini? Difteri bisa dicegah dengan imunisasi. Imunisasi pun sebaiknya dilakukan kepada seluruh anak di bawah usia 10 tahun, baik yang terkena difteri maupun yang belum. 

Pemberian vaksin DPT (difteri, tetanus, dan polio) dapat memberikan kekebalan anak-anak dari penyakit tersebut. Vaksinasi DPT sendiri masuk dalam kebijakan program imunisasi wajib yang diberikan pemerintah.

Namun, bagaimana untuk mereka yang telah terjangkit? Perawatan bagi penyakit ini termasuk antitoksin difteri yang melemahkan toksin dan antibiotik. Eritromisin dan penisilin membantu menghilangkan kuman dan menghentikan pengeluaran toksin. Membuat lubang pada pipa saluran pernapasan atas (tracheotomy) mungkin perlu untuk menyelamatkan nyawa. (Pri/OL-06)

Kenali 4 Makanan Pemicu Sakit Kepala

Bramirus Mikail | Asep Candra | Senin, 19 Desember 2011 | 11:48 WIB


KOMPAS.com —  Sakit kepala ataupun migren merupakan jenis penyakit paling umum dan pernah dialami oleh semua orang. Banyak faktor yang dapat memicu sakit kepala, seperti sinusitis, stres, dan ketegangan mental. Akan tetapi, tahukah Anda bahwa pola diet atau konsumsi makanan tertentu juga mempunyai kontribusi besar terhadap kondisi ini.
Pakar diet Dr Sunita Dube setuju dengan pendapat bahwa makanan dapat memicu sakit kepala. "Di samping riwayat keluarga dengan migren dan stres, makanan mungkin bertanggung jawab sebesar 30 persen sebagai penyebab migren. Tetapi, kondisi lain, seperti perubahan hormonal, stres, kebiasaan tidur, dan depresi, tetap mempunyai persentase lebih tinggi," katanya.


Para ahli berpendapat, salah satu alasan paling umum penyebab sakit kepala adalah terjadinya perubahan pola makan secara tiba-tiba (beralih ke diet kalori sangat rendah).



"Hal ini dapat menyebabkan sakit kepala, terutama jika Anda menjalani diet dengan mengurangi atau menghilangkan karbohidrat sepenuhnya. Pasalnya, otak hanya dapat menggunakan karbohidrat sebagai bahan bakar," kata Niri Desai, konsultan gizi.



Ia menambahkan, "Jika Anda mulai melewatkan waktu makan, kondisi ini akan memicu sakit kepala. Bahkan asupan air yang sangat rendah dapat memicu sakit kepala."



Para ahli berkesimpulan, tyramine (salah satu jenis asam amino) sebagai pelaku utama penyebab sakit kepala. Tyramine terdapat dalam beberapa makanan tertentu. Zat ini bekerja dengan cara mengurangi kadar serotonin di otak dan memengaruhi pelebaran pembuluh darah. 



Berikut ini adalah beberapa makanan dan minuman yang dapat memicu sakit kepala dengan kandungan tyramine di dalamnya: 



1. Minuman beralkohol



Peneliti mengatakan bahwa anggur merah mengandung tyramine. Anggur merah mengandung fitomkimia yang disebut fenol, yang mungkin menjadi pemicu utama sakit kepala. Bagi sebagian orang, mengonsumsi jenis alkohol tertentu bisa memicu timbulnya migren. Senyawa lain yang terkandung pada bir, wiski, dan anggur juga dapat menguras kadar serotonin (hormon yang menenangkan) di otak yang akhirnya memicu migren.





2. Cokelat



Cokelat juga dapat memicu perkembangan migren karena mengandung tyramine. Jumlah konsumsi cokelat juga bisa menjadi masalah, karena pada pasien migren dengan diet tinggi lemak cenderung lebih sering mengalami sakit kepala.




3. Kopi



"Kopi adalah zat adiktif ringan dan dapat meningkatkan kewaspadaan mental dan konsentrasi. Berhenti minum kopi tiba-tiba sering dapat menyebabkan sakit kepala, mudah marah, dan gejala lainnya," kata dr Nupur Krishnan, ahli gizi klinis.


4. Gula

Gula alami penting, artinya karena semua tumbuhan dan hewan menyimpan energi secara kimiawi dalam bentuk gula. Seluruh jenis gula alami memiliki nilai energi yang sama, yakni sekitar 4 kalori setiap  gramnya.  Gula alami juga relatif lebih baik dibandingkan dengan gula kimia atau pemanis buatan.
Desai mengatakan, hanya sedikit sekali di antara mereka yang intoleran dengan gula menderita sakit kepala. Namun, kasus sakit kepala jumlahnya lebih besar pada mereka yang intoleran dengan pemanis aspartam. Jadi, apabila Anda  memang sering mengalami sakit kepala atau migren akibat pola makan atau diet, sebaiknya Anda segera berkonsultasi dengan dokter.



Inilah 10 Pekerjaan yang Memicu Depresi


Bramirus Mikail | Asep Candra | Selasa, 20 Desember 2011 | 13:36 WIB





KOMPAS.com — Stres atau depresi merupakan masalah umum yang hampir dialami semua pekerja, baik yang di ada kantor maupun di lapangan. Deborah Legge, PhD, konselor kesehatan mental di Buffalo, New York, Amerika Serikat, mengungkapkan, ada beberapa aspek yang berkontribusi atau memperburuk stres terhadap pekerjaan. Salah satunya adalah jam kerja yang tidak menentu.

Dari sekian banyak jenis pekerjaan, ada beberapa pekerjaan tertentu yang sangat rentan terhadap stres dan tekanan. Pekerjaan apa saja itu? Berikut ini adalah penjabarannya:

1. Perawat khusus orang-orang jompo dan anak kecil

Orang yang bekerja sebagai penyedia layanan perawatan pribadi berada pada urutan teratas sebagai kelompok yang berisiko mengalami depresi, yakni hampir mencapai 11 persen.

Christopher Willard, ahli psikolog klinis dari Tufts University, mengatakan, "perawat akan stres karena lebih sering bertemu orang-orang sakit dan tidak cukup mendapatkan dukungan positif dari pasien yang dirawat," katanya.





2. Pelayan restoran

"Pelayan restoran termasuk kelompok pekerja yang sering tidak dihargai. Bahkan, mereka cenderung mendapat perlakuan kasar dari pembeli," kata Legge. Menurut Legge, ketika seseorang mengalami depresi, maka akan sulit bagi mereka untuk mempunyai energi dan motivasi. 



3. Pekerja sosial

Bukan hal yang aneh jika pekerja sosial berada pada kelompok yang berisiko mengalami depresi. Jenis pekerjaan mereka yang selalu berurusan dengan orang yang butuh pertolongan, misalnya, kasus pelecehan terhadap anak-anak atau kegiatan sosial lain, dapat memicu tingkat stres yang tinggi.

"Mereka bekerja untuk orang-orang yang membutuhkan bantuan sehingga akan banyak menyita waktu. Saya melihat bahwa banyak pekerja sosial dan profesi peduli lainnya yang cenderung mudah terbakar emosi," kata peneliti.



4. Pekerja sektor kesehatan

Dokter, perawat, terapis, dan profesi kesehatan lain berada pada kategori jenis pekerjaan yang berisiko depresi karena cenderung memiliki jam kerja yang tidak teratur dan mempunyai tanggung jawab besar terkait keselamatan nyawa orang lain. "Setiap hari mereka melihat penyakit, trauma, dan kematian, serta berurusan dengan anggota keluarga pasien," kata Willard.



5. Seniman, "entertainer", dan penulis

Pekerja di bidang ini cenderung mempunyai pendapatan yang tidak teratur dan jam kerja yang tidak pasti. Orang-orang kreatif mungkin juga memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan mood (sekitar 9 persen). "Satu hal yang banyak saya lihat pada pekerja hiburan dan seni adalah penyakit bipolar (perubahan mood secara mendadak)," kata Legge. 









6. Guru

Tuntutan terhadap tenaga pengajar atau guru tampaknya akan terus berkembang. "Ada tekanan berbeda yang mereka terima, dari anak-anak, orangtua, dan sekolah terkait pemenuhan standar nilai. Semua kelompok memiliki tuntutan yang berbeda," kata Willard. 




7. Staf administrasi

"Pekerja dalam kelompok ini umumnya berada di garis depan dan banyak menerima perintah dari segala arah. Akan tetapi, mereka juga berada di bagian bawah dalam hal kontrol," ungkap Legge.

Bahkan, mereka juga lebih mungkin mengalami hari tak terduga dan tidak mendapatkan pengakuan terkait semua pekerjaan yang mereka lakukan.




8. "Maintenance"

Mereka harus bekerja dengan jam kerja yang aneh, jadwal bervariasi, dan sering bekerja shift malam. Bahkan pekerja kelompok ini sering mendapat sedikit upah meskipun pekerjaan yang mereka lakukan tergolong sulit, seperti membersihkan kotoran orang lain.




9. Penasihat keuangan dan akuntan

Para akuntan memiliki tanggung jawab yang begitu banyak terkait pengaturan keuangan orang lain. Mereka juga akan lebih merasa bersalah apabila klien mereka kehilangan uang.




10. "Sales"

Banyak tenaga penjual (sales) yang bekerja pada komisi, yang berarti mereka tidak pernah tahu persis kapan gaji berikutnya akan datang. Pekerja sales juga cenderung melakukan perjalanan jauh, dan harus menghabiskan waktu jauh dari rumah, keluarga, dan teman-teman.

"Mereka berada pada kondisi ketika mengalami ketidakpastian pendapatan, tekanan yang luar biasa, dan jam kerja yang panjang. Kondisi ini dapat membuat mereka mengalami stres tinggi," kata Legge.




5 Hal Bikin Anda Berisiko Diabetes

Bramirus Mikail | Asep Candra | Senin, 14 November 2011 | 16:57 WIB


KOMPAS.com - Diabetes mellitus atau kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Akhir-akhir ini, penyakit diabetes menjadi momok menakutkan karena jumlah penderitanya yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita kencing manis bisa langsung dilihat dari efek peningkatan kadar gula darah, di mana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL. Ada beberapa kondisi khusus yang dapat dijadi patokan dalam menilai risiko Anda mengidap diabetes.
1. Kelebihan berat badan dan kurang aktif
Dari semua yang didiagnosis diabetes tipe 2, lebih dari 85 persen dari mereka mengalami kelebihan berat badan. Obesitas pada lemak perut telah dikaitkan dengan risiko tinggi diabetes. Berat badan berlebih akan memicu resistensi insulin dan yang menyebabkan gula darah tinggi.
Seseorang yang cenderung kurang aktivitas fisik juga berada pada risiko mengidap diabetes dua kali lipat lebih tinggi. Hanya dengan menambahkan kegiatan aktivitas fisik dan mengubah gaya hidup tidak hanya akan menurunkan resistensi insulin, tetapi juga akan membantu Anda mengurangi berat badan. Penelitian menunjukkan, kehilangan hanya beberapa kilogram berat badan dapat mencegah atau menunda diabetes tipe 2.

2. Makan berlebih
Jika Anda penggemar berat dari makanan tinggi lemak, bergula dan secara rutin mengonsumsinya, maka secara tidak langsung Anda sudah membuat menu untuk mengarahkan perkembangan diabetes.
"Orang tidak pernah berpikir tentang apa yang mereka makan karena merasa nyaman dan sudah terbiasa. Perilaku ini akan menempatkan mereka pada risiko diabetes," kata Dr Stewart Harris, seorang dokter keluarga dari University of Western Ontario’s Schulich School of Medicine and Dentistry.
Harris menambahkan, kebiasaan mengonsumsi gorengan, minum pop, saus salad dan kue, berkontribusi meningkatkan peluang seseorang mengalami kenaikan berat badan, yang pada gilirannya meningkatkan resistensi insulin dan menempatkan Anda pada risiko yang lebih besar terkena diabetes. Bahkan Anda juga bisa mengembangkan kolesterol tinggi dan hipertensi, masalah yang sering ditemukan pada orang dengan diabetes dan berhubungan dengan penyakit jantung. "Cobalah makan makanan favorit Anda dalam porsi yang lebih kecil dan kurangi asupan lemak," sarannya.


3. Keluarga diabetes
Jika keluarga dekat Anda ada yang didiagnosis mengidap diabetes tipe 2 (ibu atau ayah, saudara) - maka risiko Anda mendapatkan diabetes akan jauh lebih tinggi ketimbang mereka yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan diabetes.
Selain sejarah keluarga, banyak orang tidak tahu bahwa etnis juga turut berpengaruh dalam pengembangan risiko diabetes. Anda akan lebih mungkin untuk mengembangkan diabetes tipe 2 jika berasal dari latar belakang Aborigin, Asia Selatan, Asia, Afrika atau Hispanik. Anda tidak dapat mengubah gen Anda, tetapi dapat mengubah tingkat risiko. Jika setiap orang dalam rumah tangga Anda dapat memilih makanan yang sehat dan rutin melakukan aktivitas fisik, bukan tidak mungkin akan keluar dari masalah ini.

4. Punya problem khas perempuan
Perempuan tertentu lebih rentan terserang diabetes dibandingkan yang lain. Mereka adalah kelompok wanita dengan sindrom ovarium polikistik, ketidakseimbangan hormonal wanita yang dapat menyebabkan menstruasi yang tidak teratur. Ibu yang pernah melahirkan bayi besar (lebih dari 4.000 gram) juga berisiko mengalami diabetes. Sedangkan pada wanita hamil yang menderita diabetes gestasional - diabetes ditemukan hanya selama kehamilan - tujuh kali lebih mungkin untuk memiliki diabetes tipe 2 di kemudian hari dibanding yang tidak.
Tapi anda tidak perlu cemas. Seperti pada orang-orang berisiko tinggi lainnya, Anda hanya perlu merubah pola diet dan tetap aktif bergerak. Jika Anda telah didiagnosis dengan pradiabetes, mengambil obat untuk menurunkan gula darah mungkin bisa menjadi pilihan bermanfaat.

5. Usia lebih dari 40 tahun
Meskipun benar bahwa diabetes tipe 2 lebih banyak didiagnosis pada orang yang lebih muda, namun penyakit ini masih lebih banyak ditemukan setelah seseorang menginjak usia 40 tahun.
"Itu sebabnya kami menyarankan skrining rutin diabetes harus dimulai pada usia 40 tahun," kata Harris. Namun, pada orang yang berisiko, skrining diabetes bisa dilakukan sebelum usia 40 tahun.


Empat Syarat Cegah Komplikasi Diabetes

Bramirus Mikail | Asep Candra | Rabu, 19 Oktober 2011 | 17:38 WIB







JAKARTA, KOMPAS.com - Seseorang yang didiagnosa terkena diabetes sebenarnya tidak perlu terlalu risau akan kemungkinan komplikasi penyakit yang dapat ditimbulkan dari tingginya kadar gula dalam darah. Asal semua terkontrol dengan baik, tentunya kualitas hidupnya juga akan baik.
Demikian disampaikan Budiman, spesialis penyakit dalam dari Divisi Endokrinologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM) dalam diskusi publik bertajuk Mata Sehat Cegah Kebutaan Akibat Diabetes, di Kedai Tempo, Rabu, (19/10/2011).
Menurut Budiman, ada beberapa sarat tertentu agar pasien penderita diabetes tidak mengalami komplikasi penyakit seperti jantung, hipertensi, stroke, ginjal dan retinopati diabetik. 
Pertama, pasien harus selalu mengontrol tekanan darah  jangan sampai di atas batas normal.  Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai normal. Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih. Menurut Budiman, orang dengan diabetes yang menderita tekanan darah tinggi, tensinya harus selalu dijaga tidak boleh lebih dari 130/80 mmHg.
Kedua, selalu  berupaya mengontrol kadar gula.  Untuk memelihara kadar gula darah normal dalam tubuh, sebaiknya dibiasakan mengatur kalori dengan membatasi konsumsi makanan yang manis-manis dan asupan karbohidrat. Pada orang normal, kadar gulanya berkisar 60-120 mg/dl.
"Gula darah puasa tidak boleh lebih dari 100 mg/dl. Habis makan gula darah jangan lebih dari 140 mg/dl," katanya.
Syarat ketiga adalah selalu mengendalikan kolesterol. Tingginya kadar kolestrol dalam tubuh menjadi pemicu munculnya berbagai penyakit. Pola makan sehat merupakan faktor utama untuk menghindari hal ini. Batas normal kolesterol dalam tubuh adalah 160-200 mg/dl. Tidak semua kolestrol berdampak buruk bagi tubuh. Hanya kolestrol yang termasuk kategori LDL saja yang berakibat buruk.
Budiman mengatakan, untuk kadar kolestrol LDL sebaiknya jangan lewat dari 100 mg/dl. Semakin rendah kadar LDL, semakin kecil risiko Anda terkena serangan jantung dan stroke.
Syarat keempat adalah menjaga berat badan ideal.  Budiman menuturkan, idealnya seorang wanita tidak boleh mempunyai lingkar perut lebih 80 cm, sedangkan pria jangan lebih dari 90 cm. Kalau itu semua bisa diatur, maka komplikasi sangat bisa untuk dicegah.
"Pola hidup yang sehat adalah bagaimana kita bisa mengatur makanan. Kita harus berpikir makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan," katanya.

Pentingnya Olahraga untuk Cegah Diabetes

Bramirus Mikail | Asep Candra | Sabtu, 24 Desember 2011 | 06:06 WIB







KOMPAS.com — Penelitian menunjukkan, salah satu cara terbaik untuk menghindari risiko terkena diabetes adalah dengan selalu mengendalikan berat badan. Hal ini dapat dicapai dengan cara melakukan aktivitas fisik secara teratur serta menjalani pola diet sehat yang terfokus pada buah-buahan dan sayuran.
Banyak orang malas berolahraga dengan alasan kesibukan dan tak ada waktu luang. Padahal, aktivitas fisik ini sangat penting artinya untuk mencegah berbagai penyakit serius dan gangguan kondisi kesehatan.
Beberapa penelitian telah membuktikan betapa pentingnya berolahraga secara teratur, walaupun para ahli masih memperdebatkan berapa lama waktu olahraga yang ideal untuk mencegah penyakit. Alhasil, rekomendasi pun beragam, mulai dari 1 jam, 30 menit, dan 15 menit. 

Bahkan penelitian terbaru mengklaim, melakukan aktivitas fisik selama 1 menit setiap hari (misalnyajogging) secara substansial dapat menurunkan risiko seseorang menderita penyakit serius seperti diabetes tipe 2. 

Lebih dari itu, peneliti berpendapat bahwa melakukan aktivitas fisik dengan rentang waktu yang pendek juga dapat membantu, bahkan membantu mengobati diabetes, meski diperlukan penelitian lebih lanjut tentang hal ini.

Dalam riset terbaru, misalnya, para ahli dari Department of Health, University of Bath, melibatkan beberapa peserta yang diminta untuk melakukan sprint bersepeda dua kali (20 detik) selama tiga kali seminggu. Percobaan tersebut berlangsung selama enam minggu. Setelah itu, para ilmuwan melakukan sejumlah pengukuran fisik dan tes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan fungsi insulin peserta rata-rata 28 persen.

Peneliti mengatakan, temuan ini bukanlah yang pertama yang menunjukkan efek positif dari kegiatan fisik jangka pendek terhadap peningkatan fungsi insulin dan kadar gula dalam darah. Pada dasarnya, latihan fisik secara teratur dengan jumlah yang tepat terbukti menjadi cara terbaik untuk mencegah diabetes tipe 2 dan menjaga kadar gula darah tetap rendah. 

Namun, faktor-faktor seperti gaya hidup, kebiasaan-kebiasaan buruk, minimnya motivasi, dan alasan kesibukan kerap menjadi hambatan dan memberi kontribusi besar terhadap kurangnya aktivitas fisik sebagian besar dari kita.