Jumat, 31 Agustus 2012

Ahli Gizi Membenarkan Manfaat Sehat Puasa Syawal 6 Hari



AN Uyung Pramudiarja - detikHealth

Senin, 20/08/2012 09:58 WIB

Jakarta, Bagi umat Islam, puasa syawal selama 6 hari setelah lebaran bersifat sunah alias tidak wajib tetapi baik untuk dilakukan. Bukan cuma ahli agama yang mengakui manfaatnya, tetapi juga ahli gizi yang mengganggapnya sebagai masa transisi.

Selama bulan Ramadan, sistem pencernaan dikondisikan untuk bekerja lebih lambat dari biasanya karena ada perubahan pola makan. Selain tidak ada makan siang, jenis makanan yang dikonsumsi malam harinya cenderung lembut agar perut tidak bermasalah.

Begitu masuk hari raya, pola makan kembali normal karena puasa wajib sudah selesai. Agar perut tidak mengalami shock atau kekagetan, maka sistem pencernaan membutuhkan masa transisi yang biasanya memakan waktu antara 3 hari hingga 1 minggu.

"Sampai hari ketiga setelah lebaran, sebaiknya pilih makanan yang lembut-lembut. Tubuh perlu adaptasi di masa peralihan," kata Prof Dr Hardinsyah, ahli gizi dari Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (IPB) saat dihubungidetikHealth, seperti ditulis Senin (20/8/2012).

Selain harus memilih makanan dengan tekstur lembut, jumlah atau porsinya juga harus dibatasi. Karena selama puasa tidak makan siang, maka sebaiknya sarapannya cukup setengah dari porsi biasa dan setengahnya lagi dipenuhi saat makan siang atau dengan cemilan.

Akan lebih baik lagi menurut Prof Hardinysah, jika umat Islam menjalankan puasa sunah selama 6 hari setelah lebaran hari pertama. Ritual yang sering disebut puasa syawal ini memang tidak wajib, namun ada hikmah yang bisa diambil dari sisi kesehatan jika dilakukan.

"Masa transisi memang sebaiknya satu minggu. Karena itu puasa syawal selama 6 hari itu sangat bermanfaat untuk mengendalikan masa transisi. Pahala itu sudah Yang di Atas yang meghitung, tapi memang ada hikmah dari balik itu semua kalau dilihat dari sisi kesehatan," pesan Prof Hardinsyah.

Sumber : http://health.detik.com/read/2012/08/20/095816/1995195/766/ahli-gizi-membenarkan-manfaat-sehat-puasa-syawal-6-hari?991104topnews


Konsumsi Kacang Pada Wanita Hamil, Cegah Anak Terkena Asma

Mutiara Adistie Putri - detikFood
Kamis, 30/08/2012 12:02 WIB




Jakarta - Gizi dan nutrisi merupakan hal yang harus dipenuhi selama kehamilan. Resiko kesehatan janin yang sedang dikandung akan berkurang jika mendapatkan asupan nutrisi yang seimbang. Karenanya wanita hamil harus lebih berhati-hati dalam memilih makanan.






Sumber : http://food.detik.com/read/2012/08/30/120255/2003078/900/konsumsi-kacang-pada-wanita-hamil-cegah-anak-terkena-asma?sbk900

Sistem rujukan jadikan pelayanan kesehatan lebih baik



Setiap rumah sakit memang sudah selayaknya bisa memberikan bantuan bagi para penderita penyakit. Namun, masih minimnya tenaga medis ataupun peralatan medis khusus di seluruh rumah sakit di Jakarta, mau tidak mau rumah sakit harus bisa melakukan sistem rujukan atau peralihan pasien.

Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan, dalam kunjungannya ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja, Jakarta Utara bahwa saat ini memang ada permintaan untuk diadakannya rujukan antara puskesmas yang ada di kecamatan dengan RSUD setempat.

"Memang ada beberapa pertanyaan yang sebetulnya berkaitan dengan sistem rujukan antara puskesmas kecamatan dengan RSUD," ujar Foke kepada wartawan saat ditemui di RSUD Koja, Jakarta Utara, Rabu (22/8).

Foke menyebutkan, bahwa memang telah banyak yang mengatakan saat ini entah karena life style atau karena pola hidup orang Jakarta yang sudah jauh lebih modern dari tempat lain, menyebabkan beberapa penyakit turunan justru bisa berakibat pada keturunan.

"Lalu pola makan dan konsumsi makanannya juga begitu, sehingga banyak juga bayi dan balita yang sekarang mengidap penyakit Diabetes Militus, kalau orang sini menyebutnya sakit gula, dan ini bisa inheritate atau diwariskan dari garis keturunan juga karena pola life style tadi," ujar Foke.

Dia mengatakan, ada yang menanyakan kepadanya, apakah tidak sebaiknya di puskesmas pada tingkat kecamatan, juga disediakan pengobatan khusus untuk penderita Diabetes Militus, khususnya untuk bayi dan balita.

"Tapi di Jakarta ini kita masih mempunyai jumlah ahli penyakit Diabetes Militus yang sangat terbatas, sehingga tidak bisa setiap puskesmas apalagi puskesmas kelurahan dilengkapi dengan ahli Diabetes Militus, sehingga kita menggunakan sistem rujukan," tuturnya.

Menurutnya, jika memang nantinya ada pasien yang datang ke puskesmas kecamatan, kemudian ditemukan bahwa ada pasien mengidap penyakit tersebut, apalagi untuk anak-anak, maka untuk menangani hal itu memang diperlukan seorang Pediatrik Indokrimologis.

"Nah ini juga masih sedikit sekali di Indonesia, karena itu nantinya kita rujuk ke RSUD. Umumnya ada beberap jenis penyakitnya. Tapi jelas ada yang memerlukan pengobatan dengan insulin dan yang membutuhkan pengobatan dengan insulin ini tidak bisa sembarangan harus konsultasi secara intensif dan tidak dilaksanakan di tingkat kecamatan," terangnya.

Foke menyarankan, agar nantinya jika ditemukan kasus seperti itu, maka sebaiknya segera dirujuk ke RSUD karena menurutnya, di setiap RSUD telah ada ahli indokrin.

"Nah kita akan menggunakan tentu metode yang tepat untuk memberikan pengobatan kepada bayi atau balita khususnya yang mengidap penyakit Diabetes Militus ini. Nah ini adalah bagian dari dedikasi kita untuk mensejahterakan warga Jakarta semuanya tanpa terkecuali," tandasnya.


Sumber : http://www.merdeka.com/jakarta/sistem-rujukan-jadikan-pelayanan-kesehatan-lebih-baik.html

Perilaku Sehat dalam Berkendara



Perilaku sehat harus dilakukan dimana saja dan kapan saja termasuk saat berada di jalan. Pengguna jalan yang lengah dan tidak melakukan perilaku sehat saat menggunakan jalan akan mengundang terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan dari mulai cedera ringan, cedera berat, kecacatan fisik, kecacatan mental atau bahkan dapat menyebabkan kematian. Berikut tips untuk berperilaku sehat dan aman di jalan :

1. Siapkan fisik yang sehat dan prima sebelum berkendara.


  • Cukup istirahat dan tidak dalam keadaan lelah.
  • Tidak dalam kondisi emosional/marah.
  • Usahakan mengambil waktu 1 sampai 2 jam untuk
  • istirahat/tidur terlebih dulu dengan kualitas tiduryang maksimal.
  • Tidak minum obat yang membuat kantuk.
  • Mengganti konsumsi makanan tinggi kalori dan lemakdengan buah dan sayur agar stamina tetap terjaga.
  • Menjaga konsentrasi berkendara agar dapatmemperhatikan rambu-rambu lalu lintas selamaberkendara.
  • Tidak menggunakan telepon seluler dan alatkomunikasi lain serta tidak mendengarkan musikdengan volume yang keras pada saat berkendara.
  • Hindari mengonsumsi obat-obatan terlarang danminuman keras untuk menjaga konsentrasi saatberkendara.
  • Servis kendaraan secara teratur.
  • Sebelum melakukan perjalanan, periksa kondis ikendaraan dengan memperhatikan kondisi rem,ban, spion dan lampu, untuk kendaraan mobil,perlu diperhatikan juga kondisi radiator.
  • Tidak memuat penumpang dan barang dalam kendaraan melebihi kapasitas yang seharusnya.
  • Memilih kendaraan yang sesuai dengan jarak perjalanan yang akan ditempuh, misalnya tidak menggunakan motor untuk perjalanan jauh.
  • Menyalakan lampu pada saat berkendara
  • Mengenakan pakaian warna terang/berpendar.


2. Jangan memaksakan diri untuk mengemudi bila lelah atau mengantuk

3. Perbanyak makan buah dan sayur untuk menjaga stamina berkendara

4. Disiplin dan patuhi rambu-rambu lalu lintas.

5. Tidak memakai obat-obatan maupun minuman keras ketika mengemudi.

6. Periksa kondisi kelayakan kendaraan anda.

7. Kendaraan tidak melebihi muatan dan tidak menyalahi peruntukan kendaraan

8. Kurangi kecepatan kendaraan saat turun hujan / cuaca buruk.

9. Gunakan pakaian lengkap saat berkendara sepeda motor

10. Pastikan agar anda tetap terlihat saat berkendara di malam hari

Tangani DBD Melalui Pelatihan Jumantik



Kampanye “Tepat Tangani Demam Melalui Pelatihan Kader Jumantik” sebagai Wujud Kerjasama Kementerian Kesehatan RI dan Glaxosmithkline dalam Upaya Turunkan Kasus DBD. Dalam mewujudkan kerjasama antara Kementerian Kesehatan RI dengan Glaxosmithkline (GSK) dalam hal pencegahan dan penanganan DBD seperti yang tertuang dalam Nota Kesepahaman (MoU) yang telah ditanda tangani oleh kedua belah pihak.

PT. Glaxosmithkline melakukan Pelatihan Kader Jumantik untuk 4.500 jumantik di 15 (lima belas) Kelurahan di Kota dan Kabupaten Bandung, Jawa Barat sejak tanggal Pelatihan Jumantik ini dilaksanakan sejak tanggal 1 Mei – 28 Juni 2012 yaitu Cipamokolan, Geger Kalong, Manjah Lega, Sarijadi, Margasari, Sukajadi, Sukamiskin, Sekejati/ Buah Batu, Babakan Sari, Antapani Kidul, Bale Endah, Soreang, Dayeuh Kolot, Katapang, dan Cingcin. 

Pelatihan angkatan XI ( 18-19 Juni 2012) dilaksanakan  di Kelurahan Bale Endah  diikuti 275 Jumantik dihadiri Kepala Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dr. Lily Sulistyowati, Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) Kemenkes RI dr. Rita Kusriastuti, M.Sc,  Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat dr.Hj. Alma Lucyati, M.Kes, M.Si, MH.Kes dan General Manager Glaxosmithkline Indonesia Djagad Prakasa Dwialam. MoU tersebut juga merupakan upaya untuk membantu mengendalikan penyakit DBD di Propinsi Jawa Barat tahun 2012. Data Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa Propinsi Jawa Barat, di tahun 2010 merupakan salah satu propinsi dengan kasus DBD ke-2 tertinggi di Indonesia dengan 25.727 kasus. Sementara, hingga Desember 2011, Propinsi Jawa Barat merupakan Propinsi dengan kasus DBD (year to date) tertinggi yaitu, 13.971 kasus DBD. 

Pada kesempatan tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat dr.Hj. Alma Lucyati,M.Kes, M.Si. MH.Kes memaparkan Angka kasus/penderita DBD di Propinsi Jawa Barat dari tahun 2010 hingga tahun 2011 mengalami penurunan. Penurunan kasus merupakan indikasi yang baik, tetapi bagaimanapun juga upaya menyeluruh dan melibatkan berbagai pihak tetap dibutuhkan.

"Dalam menangani DBD kita tidak hanya melakukan upaya kuratif (pengobatan), tetapi upaya promotif (peningkatan kesehatan) dan preventif (pencegahan) menjadi poin penting dalam menurunkan angka kasus DBD di masyarakat, dimana Jumantik berperan sangat signifikan didalamnya. Upaya pembangunan kesehatan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, namun perlu dukungan dari berbagai pihak termasuk swasta. Oleh karena itu, di tahun 2011 Kementerian Kesehatan RI melakukan penandatanganan kerja sama (MoU) dengan 23 pihak swasta termasuk didalamnya adalah GSK” ujar Kepala Pusat Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI dr. Lily S Sulistyowati.

Pentingnya peran Jumantik di dalam mengendalikan DBD menjadi program atau kegiatan nasional, demikian menurut Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (P2B2), Kemenkes RI; dr. Rita Kusriastuti, M.Sc, Melalui pengembangan kemitraan dan jejaring kerja multidisiplin dan lintas sector, kebijakan pemerintah di dalam pengendalian DBD yang berdasar pada partisipasi dan pemberdayaan masyarakat dapat direalisasikan diantaranya melalui Jumantik. Jumantik adalah juru pemantau jentik yang bertugas memeriksa genangan-genangan air di dalam maupun luar rumah, menemukan larva yang terdapat di dalam tempat-tempat yang dapat menampung air, mengindentifikasi rumah-rumah yang tidak berpenghuni dan mengajak pemilik rumah atau bangunan untuk berpartisipasi dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) secara teratur. Peran Jumantik atau kader sangat penting untuk menggerakkan peran serta masyarakat dalam gerakan Pengendalian DBD.

Pada konferensi pers siang harinya bertempat di Hotel Horison, Bandung, General Manager Glaxosmithkline Indonesia, Djagad Prakasa Dwialam mengatakan, "di tahun ke empat ini, GSK mengukuhkan komitmennya dalam pengendalian DBD melalui penandatangan MoU dengan Kementrian Kesehatan dan di wujudkan dalam pelaksanaan kampanye Tepat Tangani Demam melalui Pelatihan Kader Jumantik. Para Jumantik adalah salah satu ujung tombak dari pengendalian DBD. Kecepatan dan ketepatan di dalam mengenali gejala demam dan DBD tentu saja akan mengurangi resiko kematian akibat DBD. 

Sumsel Kini Punya Rumah Sakit Rujukan se-Sumatera


PALEMBANG–Sumatera Selatan yang menjadi pelopor program berobat gratis di Indonesia terus mengukuhkan prestasi di bidang kesehatan. Setelah sebelumnya meresmikan RS Khusus Mata berstandar internasional, Jumat (8/6) lalu, Gubernur Sumsel, H Alex Noerdin kembali meresmikan RS Ernaldi Bahar, yang merupakan RS Jiwa terbesar di Indonesia.

“Masyarakat Sumsel harus berbangga karena RS Ernaldi Bahar ini merupakan RS tipe A dan menjadi rujukan untuk wilayah Sumatera. Sekarang tidak harus ke Jakarta lagi. Ini merupakan komitmen tinggi Pemprov Sumsel untuk terus meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat,” tutur Alex Noerdin.
Dijelaskan fasilitasnya yang ada di RS Ernaldi Bahar ini sudah berstandar internasional, namun tetap akan melayani masyarakat yang kurang mampu. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan, Pemprov Sumsel juga akan mengirimkan dokter atau perawat yang berprestasi untuk melanjutkan pendidikan ke luar negeri.
RS Ernaldi Bahar memiliki luas 10,3 hektar dan dilengkapi dengan fasilitas 370 tepat tidur dan sarana laboratorium, radiologi dan elektromedik. “Dulu cuma ada 215 tempat tidur, dengan penambahan ini maka tidak perlu ada lagi pasien yang harus menunggu di lorong-lorong. Semuanya bisa dilayani dengan baik,” ungkap tokoh kebangkitan bangsa bidang pendidikan dan kesehatan tahun 2012 ini.//EMF

Jelang Operasional BPJS Kesehatan Semua Orang Bisa Berobat Gratis

Rabu, 1 Agustus 2012 20:15 WIB
Tety Polmasari — HARIAN TERBIT



JAKARTA — Pemberlakuan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tinggal dua tahun lagi. Karena semua orang bisa berobat gratis, diperkirakan akan terjadi lonjakan jumlah pasien. Pemerintah harus segera mengantisipasi ini dengan merangkul pihak swasta untuk berinvestasi dan membangun berbagai fasilitas kesehatan.

Menurut Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Dr. Chazali H Situmorang, Apt, MSc, meski Kementerian Kesehatan tidak bisa mengatur rumah sakit swasta, namun BPJS dapat bekerjasama dengan semua jenis rumah sakit, baik swasta maupun milik negara.
“Undang-undang menyatakan, rumah sakit manapun harus menyediakan layanan komprehensif, mulai dari promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif,” tegasnya, di Jakarta, Rabu (1/8)
Chazali mengatakan dengan dana terbatas, pemerintah tidak akan bisa mengantisipasi lonjakan ini. “Puskesmas kita terbatas, kalau mau dipaksakan, tetap saja anggaran pemerintah terbatas. Saya dengar tahun 2013 anggaran untuk fasilitas kesehatan hanya akan ditambah Rp1 triliun, berarti sangat terbatas,” ungkapnya.
Karenanya, pemerintah harus meyakinkan pihak swasta untuk membangun rumah sakit di tempat-tempat yang disetujui pemerintah. Pihak swasta diberi kemudahan perijinan. Asal, jangan di Ibukota Jakarta karena sudah kelebihan supply. “Pemda harus sediakan lahan, sediakan sumber daya manusianya, kirim dokter-dokter ke sana,” katanya lagi.
Menurut Chazali, dengan pertimbangan menarik investor swasta pula maka diharapkan iuran jaminan kesehatan sebesar Rp27.000, jauh lebih besar dibanding iuran Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang hanya Rp6.500 per orang per bulan.
Diperkirakan, pada Januari 2013 sebanyak 130 juta rakyat Indonesia sudah memiliki jaminan kesehatan yang mencakup semua jenis penyakit seumur hidup. Diharapkan pada 2019 semua rakyat Indonesia sudah menjadi anggota BPJS.
“Jika disepakati iuran jamkes sebesar Rp27.000 ribu maka diperkirakan dalam satu tahun Indonesia akan mendapat dana kesehatan sebesar Rp31 triliun. Angka Rp31 triliun itu relatif tidak besar dibanding sekitar Rp1400 triliun APBN saat ini.”

SBY Naikkan Anggaran Kesehatan Rakyat Rp25 Triliun

Rabu, 8 Agustus 2012 12:03 WIB
Ari Utari — HARIAN TERBIT


JAKARTA – Pemerintah SBY berencana akan menaikkan anggaran Rp25 Triliun untuk anggaran jaminan kesehatan masyarakat bagi 250 juta jiwa. Niat SBY untuk menaikkan anggaran ini diharapkan mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari harus diawasi ketat. Pasalnya anggaran besar ini dapat membebaskan pembiayaan kesehatan seluruh rakyat Indonesia.

Dengan tersedianya anggaran yang besar ini pula praktis pemerintah sudah tidak perlu lagi menarik iuran sepeserpun dari rakyat. “Tidak perlu lagi adanya iuran karena dananya sudah disediakan untuk seluruh rakyat Indonesia tanpa membedakan yang miskin maupun yang kaya. Tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk berobat baik di puskesmas maupun rumah-rumah sakit pemerintah di kelas 3. Jadi pemerintah sudah memenuhi kewajibannya, bukannya berbisnis seperti Badan Penanggulangan Jaminan Sosial (BPJS) yang direncanakan,” tegas Fadilah, Rabu (8/8).
Menurutnya, sistim Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) secara nyata sudah berhasil berjalan selama 3 tahun untuk 76,4 Juta rakyat Indonesia yang miskin dan tidak mampu. Dengan dana tersebut berarti pemerintah sudah melaksanakan perlindungan kesehatan masyarakat. Cukup hanya dengan KTP setiap orang akan gratis berobat, rawat jalan atau rawat inap.
Menurut anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) ini, pembebasan biaya dapat berlaku bagi semua jenis penyakit termasuk jantung, kanker, cuci darah, semua konsultasi dokter dan tindakan medis. Dan dengan dana Rp25 triliun, pemerintah dapat membayar premi Rp8.000 per orang per bulan dalam satu tahun. Sehingga seluruh rakyat dijamin biaya kesehatannya.
“Jamkesmas dengan premi Rp 5.000 saja masih sisa, apalagi dengan Rp8.000. Kan nggak seluruh rakyat jatuh sakit dalam setahun,” serunya. Dalam sistim Jamkesmas, lanjut Fadilah, semua rumah sakit pemerintah menerima uang muka dan jika kurang bisa mengklaim pada kementerian kesehatan. Sebab itulah, supaya uang tidak hilang, uangnya ditaruh di kas Negara.
Bukan di kementerian dan dikelola secara transparan. Setelah verifikasi, kementerian bisa meminta kas negara untuk membayarkan klaim tagihan rumah sakit. Namun jika Rp25 triliun diserahkan ke BPJS maka hanya 86 juta rakyat yang dijamin kesehatannya. Karena BPJS yang menggunakan sistim asuransi sosial masih mewajibkan sebagian rakyat termasuk buruh, PNS dan TNI/Polri membayar iuran setiap bulan dengan jalan potongan gaji.
“Padahal tidak semua penyakit akan ditanggung dan pemberlakuan sistim rujukan berjenjang bertujuan agar dana di BPJS dari iuran masyarakat ditambah Rp25 Triliun tersebut dapat di investasikan dibidang yang lain untuk mencari keuntungan,” jelasnya.
Sementara itu pimpinan Konggres Aliansi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KASBI), Parto menjelaskan bahwa kaum buruh menuntut agar tidak ada diskriminasi dalam jaminan sosial karena presiden akan menyediakan Rp25 triliun untuk jaminan kesehatan.
“Kaum buruh, TNI/Polri dan PNS bekerja membangun negeri dan menjaga keamanan dan pertahanan, kok gajinya dipotong untuk membayar asuransi BPJS nya. Kami akan melawan,” tegasnya. Ketua DKR Papua-Papua Barat, Donad Haipon menyatakan bahwa asuransi sosial yang dianut dalam BPJS memaksa rakyat ikut asuransi, padahal kesertaan asuransi murni adalah sukarela.
“Ini negara memeras rakyatnya selain bayar pajak, bayar iuran BPJS dan kalau sakit tetap bayar karena tidak ditanggung semuanya,” tegasnya.

Dewan Kesehatan Rakyat Protes Kebijakan Kemenkes Pasien Mati Akibat Rujukan Berjenjang

Ari Utari — HARIAN TERBIT
Sabtu, 18 Agustus 2012 06:32 WIB




JAKARTA — Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) menyatakan protes keras atas kebijakan rujukan berjenjang yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan RI dan diberlakukan per 1 Agustus 2012 di Provinsi DKI Jakarta. Jawiyah (52) warga RT 10/ RW 03 Pancoran Barat VIII Jakarta dapat disebut sebagai korban meninggal pertama akibat kebijakan tersebut.
Kebijakan rujukan berjenjang adalah bagian dari pendukung Sistim Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang nanti akan dijalankan oleh Badan Pelaksana Jaminan Sosial Nasional (BPJS) pada tahun 2014.
Dengan system rujukan berjenjang, seorang pasien separah apapun penyakitnya tak bisa langsung dibawa ke pusat, karena dari puskesmas harus dirujuk ke rumah sakit kabupaten, dari rumah sakit di kabupaten baru bisa dirujuk rumah sakit provinsi dan selanjutnya ke rumah sakit pusat. Tujuannya dari kebijakan ini yaitu agar dana BPJS tidak habis untuk menjamin pasien di rumah sakit.
Menurut Ketua Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Jabodetabek Agung Nugroho, pemberlakuan rujukan berjenjang mengaibatkan Jawiyah tidak memperoleh pelayanan maksimal dari rumah sakit dan ini dapat disebut sebagai kelalaian dalam pelayanan kesehatan.
Agung mengatakan, Jawiyah adalah penderita paru akut dengan kesadaran koma. Pasien semula dirawat di RSUD Budi Asih lantai yang dirawat di kamar 4 B 608. Karena penyakitnya yang kian parah Jawiyah harus dirujuk ke Rumah Sakit Persahabatan atau Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Namun kedua rumah sakit rujukan pusat tersebut beralasan tidak ada kamar sehingga pasien tidak memperoleh perawatan maksimanlantaran keterbatasan peralatan yang dimiliki RS Budi Asih. “Nyawa memang urusan Tuhan, tetapi ada prosedur yang tidak dijalankan karena ada kebijakan dari Kementerian Kesehatan. Dan Jawiyah pun akhirnya meninggal di RS Budi Asih, gara-gara keterbatasan peralatan yang dimiliki,” kata Agung Nugroho, kemarin.
Agung menjelaskan, pasien dirujuk tapi keluarga yang harus cari tempat rujukan. RSUD Budi Asih pun katanya sudah menelpon RSCM dan Rumah Sakit Persahabatan tapi dijawab tak ada kamar untuk pasien Jawiyah. RSUD Budhi Asih kata Agung sudah melewati tahapan rujukan berjenjang.
“Yang tak habis pikir adalah rumah sakit yang notebene di bawah Kementerian Kesehatan justru tidak mematuhi kebijakan Kemenkes dengan dengan dalih kamar penuh. Alasan seperti ini merupakan modus dalam menolak pasien miskin dengan bertameng pada sistem rujukan berjenjang,” tegasnya.Menurut Agung pemberlakuan sistim berjenjang pada saat fasilitas dan sistim kesehatan belum memadai hanya akan mengorbankan nyawa rakyat.
“Beginilah jika sebuah kebijakan diterapkan tanpa memperbaiki terlebih dahulu infrastruktur dan koordinasi antarrumah sakit. Kami akan catat dan kumpulkan semua korban sistim rujukan berjenjang ini,” tegasnya.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan (BUK), Kementerian Kesehatan, Mayjend. Dr. Supriyantoro atas nama pemerintah menyampaikan bela sungkawa dan meminta maaf pada keluarga atas kelalaian petugas kesehatan di rumah sakit. Pihaknya akan menyelidiki apakah kematian disebabkan oleh medis atau karena sistim rujukan yang diterapkan.
“Kami sedang mengumpulkan data dari rumah-rumah sakit. Persoalannya adalah semua rumah sakit kekurangan Intensive Care Unit (ICU), sehingga pada waktu dibutuhkan ternyata sudah penuh,” jelasnya.

Surpiyantoro menjelaskan bahwa kejadian seperti ini bukan satu-satunya dan pertama kali terjadi. Pada waktu yang hampir bersamaan ada kasus yang mirip yang dilaporkan dari DKR Banten yang sedang ditangani oleh Kemenkes. “Untuk itu kami merencanakan penambahan fasilitas ICU pada rumah-rumah sakit pemerintah agar peristiwa semacam ini tidak terjadi lagi,” jelasnya.

Cara Pengukuran Tingkat Kebisingan


sound-level-meter
Suara atau bunyi memiliki intensitas yang berbeda, contohnya jika kita berteriak suara kita lebih kuat daripada berbisik, sehingga teriakan itu memiliki energi lebih besar untuk mencapai jarak yang lebih jauh. Unit untuk mengukur intensitas bunyi adalah desibel (dB). Skala desibel merupakan skala yang bersifat logaritmik. Penambahan tingkat desibel berarti kenaikan tingkat kebisingan yang cukup besar. Contoh, jika bunyi bertambah 3 dB, volume suara sebenarnya meningkat 2 kali lipat.

Kebisingan bisa menggangu karena frekuensi dan volumenya. Sebagai contoh, suara berfrekuensi tinggi lebih menggangu dari suara berfrekuensi rendah. Untuk menentukan tingkat bahaya dari kebisingan, maka perlu dilakukan monitoring dengan bantuan alat:
  • Noise Level Meter dan Noise Analyzer (untuk mengidentifikasi paparan)
  • Peralatan audiometric, untuk mengetes secara periodik selama paparan dan untuk menganalisis dampak paparan pada pekerja.
Ada beberapa macam peralatan pengukuran kebisingan, antara lain sound survey meter, sound level meter, octave band analyzer, narrow band analyzer, dan lain-lain. Untuk permasalahan bising kebanyakan sound level meter dan octave band analyzer sudah cukup banyak memberikan informasi.
Sound Level Meter (SLM)
Adalah instrumen dasar yang digunakan dalam pengukuran kebisingan. SLM terdiri atas mikropon dan sebuah sirkuit elektronik termasuk attenuator, 3 jaringan perespon frekuensi, skala indikator dan amplifier. Tiga jaringan tersebut distandarisasi sesuai standar SLM. Tujuannya adalah untuk memberikan pendekatan yang terbaik dalam pengukuran tingkat kebisingan total. Respon manusia terhadap suara bermacam-macam sesuai dengan frekuensi dan intensitasnya. Telinga kurang sensitif terhadap frekuensi lemah maupun tinggi pada intensitas yang rendah. Pada tingkat kebisingan yang tinggi, ada perbedaan respon manusia terhadap berbagai frekuensi. Tiga pembobotan tersebut berfungsi untuk mengkompensasi perbedaan respon manusia.
Octave Band Analyzer (OBA)
Saat bunyi yang diukur bersifat komplek, terdiri atas tone yang berbeda-beda, oktaf yang berbeda-beda, maka nilai yang dihasilkan di SLM tetap berupa nilai tunggal. Hal ini tentu saja tidak representatif. Untuk kondisi pengukuran yang rumit berdasarkan frekuensi, maka alat yang digunakan adalah OBA. Pengukuran dapat dilakukan dalam satu oktaf dengan satu OBA. Untuk pengukuran lebih dari satu oktaf, dapat digunakan OBA dengan tipe lain. Oktaf standar yang ada adalah 37,5 – 75, 75-150, 300-600,600-1200, 1200-2400, 2400-4800, dan 4800-9600 Hz.
Standar Kebisingan
Setelah pengukuran kebisingan dilakukan, maka perlu dianalisis apakah kebisingan tersebut dapat diterima oleh telinga. Berikut ini standar atau kriteria kebisingan yang ditetapkan oleh berbagai pihak.
  1. Keputusan Menteri Negara Tenaga Kerja No.KEP-51/MEN/1999 tentang nilai ambang batas kebisingan. lihat Tabel 2.3 untuk lebih jelas.
  2. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi No.SE 01/MEN/1978
“Nilai Ambang Batas yang disingkat NAB untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu kerja yang terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu”
“NAB untuk kebisingan di tempat kerja ditetapkan 85 dB (A)”
 Nilai Ambang Kebisingan Menurut Kep Menaker No. KEP-51/MEN/1999
Waktu Pemaparan
Intensitas (dB A)
8
4
2
1
Jam
85
88
91
94
30
15
7,5
3,75
1,88
0,94
Manit
97
100
103
106
109
112
28,12
14,06
7,03
3,52
1,75
0,88
0,44
0,22
0,11
Detik
115
118
121
124
127
13
133
136
139

3. Kriteria Kebisingan Menurut Department of Labor OSHA
Waktu (jam/hari)
Tingkat Kebisingan (dB A)
8
6
4
3
2
1,5
1
0,5
<0,25
90
92
95
97
100
102
105
110
115

4. Standard Kebisingan Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.718/Men/Kes/Per/XI/1987, tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan
Pembagian Zona Bising Oleh Menteri Kesehatan
No
Zona
Maksimum dianjurkan (dBA)
Maksimum diperbolehkan (dBA)
1A3545
2B4555
3C5060
4D6070
Keterangan:
Zona A = tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan dsb;
Zona B = perumahan, tempat pendidikan, rekreasi, dan sejenisnya;
Zona C = perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dan sejenisnya;
Zona D = industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bis, dan sejenisnya.
5. Kriteria Kebisingan menurut Formula ACGIH dan NIOSH. Formula ini, dengan menggunakan rumus tertentu, dipakai untuk menghitung waktu maksimum yang diperkenankan bagi seorang pekerja untuk berada dalam tempat kerja dengan tingkat kebisingan tidak aman.
Kriteria Kebisingan Menurut ACGIH dan NIOSH
DB
Waktu Paparan yang diperbolehkan (jam)
DB
Waktu Paparan yang diperbolehkan(jam)
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
25,4
20,16
16
12,7
10,08
8
6,35
5,04
4
3,17
2,52
2
1,59
1,26
1
0,79
0,63
0,5
0,4
0,31
0,25
0,2
0,16
0,13
0,1
0,08
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
37,5
2,98
2,36
1,88
1,49
1,18
0,94
0,74
0,59
0,47
0,37
0,3
0,23
0,19
0,15
0,12
0,09
0,07
0,06
0,05
0,04
0,03
0,02
0,02
0,01