Sabtu, 28 Juli 2012

Tidak Timbulkan Gejala, Hepatitis Sulit Dideteksi

Putro Agus Harnowo - detikHealth


Jakarta, Penyakit hepatitis sampai saat ini masih menjadi masalah global dan belum sepenuhnya berhasil diatasi. WHO bahkan telah memasukkan penyakit infeksi virus hepatitis sebagai salah satu agenda prioritas kesehatan dunia. Sebagian besar infeksi virus hepatitis terjadi di Asia Pasifik, termasuk di Indonesia.


Di Indonesia, penanganan hepatitis sudah berjalan sejak tahun 1991 namun masih belum mencapai hasil yang menggembirakan. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 yang menemukan bahwa sebanyak 10 persen atau sekitar 25 juta penduduk Indonesia dipekirakan terinfeksi virus hepatitis. Sebanyak 50 persen di antaranya berkembang menjadi kronis dan 10 persen lainnya berkembang menjadi kanker hati.

"Tingkat infeksi tersebut hampir sama di semua kelompok umur. Di kelompok anak-anak berusia 1 - 4 tahun bahkan mencapai sekitar 7,3 persen. Untuk yang pernah terinfeksi, semakin tua semakin banyak yang pernah terserang hepatitis B," kata DR Dr Rino Alvani Gani, SpPD, K-GEH, FINASIM dari Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia dalam acara Temu Media mengenai Hepatitis di Kementerian Kesehatan, Jumat (20/7/2012).

Data juga menemukan bahwa sebanyak 50 persen balita sudah pernah mendapat imunisasi hepatitis. Pemerintah telah mencanangkan program imunisasi hepatitis secara nasional sejak tahun 1997. Agaknya, cakupan yang diraih program pemerintah kurang luas sehingga hasilnya masih belum optimal.

Di Indonesia, yang banyak menjadi ancaman adalah hepatitis A, B dan C. Ketiga jenis hepatitis ini disebabkan oleh infeksi virus dan dapat menyebabkan kerusakan hati hingga kanker jika tidak ditangani dengan baik. Di antara ketiga jenis hepatitis tersebut, sebanyak 80% kasus disebabkan oleh hepatitis B. Terkadang penyakit hepatitis ini disertai penyakit HIV akibat ditularkan lewat suntikan jarum narkoba.

"Masalahnya, tidak semua penderita tahu dirinya sudah terinfeksi virus hepatitis dan tidak semuanya sudah memeriksakan diri. Sebanyak 80 persen infeksi hepatitis B dan C tidak menimbulkan gejala dan keluhan apa pun sampai kemudian hati sudah parah. Bahkan hati yang 30 persen normal saja masih bisa berfungsi dengan baik," kata dr Rino.

Dr Rino menambahkan, untuk dapat sampai menimbulkan sirosis, infeksi hepatitis membutuhkan waktu sekitar 30 tahun. Sedangkan untuk menimbulkan kanker hati dibutuhkan waktu 30 - 40 tahun. Yang mengkhawatirkan, hingga saat ini belum ditemukan adanya vaksin yang dapat mengatasi penyakit hepatitis B dan C secara efektif.

Oleh karena itu, pemeriksaan infeksi virus hepatitis ini masih memang sangat diperlukan. Penanganan sejak dini diharapkan mampu mencegah perkembangan virus dan mencegah kerusakan hati lebih lanjut. Sayangnya, pemeriksaan hati dan pengobatan hepatitis belum tercakup dalam Jamkesmas. Jadi masyarakat harus merogoh kocek sendiri untuk mengetahui apakah dirinya terinfeksi hepatitis atau tidak.

Biaya yang harus dikeluarkan untuk menjalani rapid test infeksi virus hepatitis sekitar Rp 30 - 50 ribu. Jika dilanjutkan pada tahap lanjut maka biayanya sekitar Rp 100 - 150 ribu. Apabila hasilnya positif, harus dilakukan pemeriksaan lanjut untuk mengetahui DNA virus yang akan menghabiskan sekitar Rp 2 juta. Tes ini biasanya dilakukan berulang. Untuk pengobatannya, bisa mencapai sekitar Rp 120 juta jika kasusnya sudah parah.

"Pengobatan hepatitis memang belum masuk skema Jamkesmas, tapi baru diajukan untuk masuk bulan ini. Semoga tahun depan sudah dapat dinikmati," kata dr Mohammad Subuh, MPPM, Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan RI. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar