Ari Utari — HARIAN TERBIT
Sabtu, 18 Agustus 2012 06:32 WIB
JAKARTA — Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) menyatakan protes keras atas kebijakan rujukan berjenjang yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan RI dan diberlakukan per 1 Agustus 2012 di Provinsi DKI Jakarta. Jawiyah (52) warga RT 10/ RW 03 Pancoran Barat VIII Jakarta dapat disebut sebagai korban meninggal pertama akibat kebijakan tersebut.
Kebijakan rujukan berjenjang adalah bagian dari pendukung Sistim Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang nanti akan dijalankan oleh Badan Pelaksana Jaminan Sosial Nasional (BPJS) pada tahun 2014.
Dengan system rujukan berjenjang, seorang pasien separah apapun penyakitnya tak bisa langsung dibawa ke pusat, karena dari puskesmas harus dirujuk ke rumah sakit kabupaten, dari rumah sakit di kabupaten baru bisa dirujuk rumah sakit provinsi dan selanjutnya ke rumah sakit pusat. Tujuannya dari kebijakan ini yaitu agar dana BPJS tidak habis untuk menjamin pasien di rumah sakit.
Menurut Ketua Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Jabodetabek Agung Nugroho, pemberlakuan rujukan berjenjang mengaibatkan Jawiyah tidak memperoleh pelayanan maksimal dari rumah sakit dan ini dapat disebut sebagai kelalaian dalam pelayanan kesehatan.
Agung mengatakan, Jawiyah adalah penderita paru akut dengan kesadaran koma. Pasien semula dirawat di RSUD Budi Asih lantai yang dirawat di kamar 4 B 608. Karena penyakitnya yang kian parah Jawiyah harus dirujuk ke Rumah Sakit Persahabatan atau Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Namun kedua rumah sakit rujukan pusat tersebut beralasan tidak ada kamar sehingga pasien tidak memperoleh perawatan maksimanlantaran keterbatasan peralatan yang dimiliki RS Budi Asih. “Nyawa memang urusan Tuhan, tetapi ada prosedur yang tidak dijalankan karena ada kebijakan dari Kementerian Kesehatan. Dan Jawiyah pun akhirnya meninggal di RS Budi Asih, gara-gara keterbatasan peralatan yang dimiliki,” kata Agung Nugroho, kemarin.
Agung menjelaskan, pasien dirujuk tapi keluarga yang harus cari tempat rujukan. RSUD Budi Asih pun katanya sudah menelpon RSCM dan Rumah Sakit Persahabatan tapi dijawab tak ada kamar untuk pasien Jawiyah. RSUD Budhi Asih kata Agung sudah melewati tahapan rujukan berjenjang.
“Yang tak habis pikir adalah rumah sakit yang notebene di bawah Kementerian Kesehatan justru tidak mematuhi kebijakan Kemenkes dengan dengan dalih kamar penuh. Alasan seperti ini merupakan modus dalam menolak pasien miskin dengan bertameng pada sistem rujukan berjenjang,” tegasnya.Menurut Agung pemberlakuan sistim berjenjang pada saat fasilitas dan sistim kesehatan belum memadai hanya akan mengorbankan nyawa rakyat.
“Beginilah jika sebuah kebijakan diterapkan tanpa memperbaiki terlebih dahulu infrastruktur dan koordinasi antarrumah sakit. Kami akan catat dan kumpulkan semua korban sistim rujukan berjenjang ini,” tegasnya.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan (BUK), Kementerian Kesehatan, Mayjend. Dr. Supriyantoro atas nama pemerintah menyampaikan bela sungkawa dan meminta maaf pada keluarga atas kelalaian petugas kesehatan di rumah sakit. Pihaknya akan menyelidiki apakah kematian disebabkan oleh medis atau karena sistim rujukan yang diterapkan.
“Kami sedang mengumpulkan data dari rumah-rumah sakit. Persoalannya adalah semua rumah sakit kekurangan Intensive Care Unit (ICU), sehingga pada waktu dibutuhkan ternyata sudah penuh,” jelasnya.
Surpiyantoro menjelaskan bahwa kejadian seperti ini bukan satu-satunya dan pertama kali terjadi. Pada waktu yang hampir bersamaan ada kasus yang mirip yang dilaporkan dari DKR Banten yang sedang ditangani oleh Kemenkes. “Untuk itu kami merencanakan penambahan fasilitas ICU pada rumah-rumah sakit pemerintah agar peristiwa semacam ini tidak terjadi lagi,” jelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar