Pdpersi, Jakarta - Masyarakat
harus mewaspadai cacingan atau penyakit infeksi yang disebabkan oleh
cacing pada anak usia di bawah lima tahun (balita). Sebab, sampai kini
masih banyak orang tua yang belum mengetahui bahaya penyakit tersebut
khususnya bagi anak-anak. Cacingan bisa menyebabkan infeksi usus yang
membuat seorang anak mengalami kurang protein, kurang gizi, dan kurang
darah.
"Akibat selanjutnya tentu bisa terjadi penurunan prestasi pada anak di sekolah," ujar Kepala Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Profesor Saleha Sungkar pada acara Seminar Edukasi Waspada Infeksi Cacingan di Jakarta, Rabu.
Menurut Saleha, secara teknis ada berbagai jenis cacing yang bisa menyebabkan penyakit di antaranya cacing gelang, cacing cambuk, cacing tambang dan cacing kremi.
Selain itu, kata Saleha, penularan penyakit cacingan juga beragam, di antaranya bersentuhan langsung dengan seseorang yang sudah cacingan, atau bersentuhan dengan permukaan benda seperti kran air, pegangan pintu, pensil, buku dan lain sebagainya yang sebelumnya sudah dipegang orang yang cacingan.
“Ada sejumlah cara untuk mengatasi cacingan yakni dengan memeriksa tinja secara periodik setiap enam bulan sekali,” tutur dia.
Di samping itu, kata Saleha, penderita perlu meminum obat cacing dan menjaga kebersihan diri, makanan dan lingkungan sebagai upaya pencegahan. Sedangkan untuk mengobati penyakit cacingan bisa dengan memberi obat yakni dalam bentuk abendazole dan pyrantel pamoat.
Menurut Prof Saleha, anak usia di bawah lima tahun (balita) paling rawan terkena cacingan. Jenis yang sering menyerang adalah cacing gelang. Tingkat prevalensinya di Indonesia mencapai 70 sampai 90 persen.
"Anak-anak biasa main tanah. Jika tanah ini tercemar telur cacing, maka telur tersebut akan masuk ke pencernaan anak-anak," ujarnya.
Telur cacing yang kontak dengan tanah, perlu waktu dua pekan untuk bisa menginfeksi manusia. Setelah dua pekan, telur sudah terisi larva. Telur berjumlah ribuan ini terbawa angin dan hinggap di makanan, atau tetap di tanah.
Apabila masuk ke pencernaan, cacing ini hidup di usus halus dan menghisap zat gizi yang dibutuhkan balita. Untuk bisa menetas menjadi dewasa telur butuh waktu sekitar dua bulan. Selama dua bulan, telur akan berkeliling ke seluruh sistem organ manusia.
Infeksi ringan akan menyebabkan anak mual, tidak nafsu makan, dan diare. Sedangkan dalam jumlah berat akan menyebabkan anak kurang gizi, tingkat kecerdasan menurun dan pertumbuhan terhambat.
"Akibat selanjutnya tentu bisa terjadi penurunan prestasi pada anak di sekolah," ujar Kepala Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Profesor Saleha Sungkar pada acara Seminar Edukasi Waspada Infeksi Cacingan di Jakarta, Rabu.
Menurut Saleha, secara teknis ada berbagai jenis cacing yang bisa menyebabkan penyakit di antaranya cacing gelang, cacing cambuk, cacing tambang dan cacing kremi.
Selain itu, kata Saleha, penularan penyakit cacingan juga beragam, di antaranya bersentuhan langsung dengan seseorang yang sudah cacingan, atau bersentuhan dengan permukaan benda seperti kran air, pegangan pintu, pensil, buku dan lain sebagainya yang sebelumnya sudah dipegang orang yang cacingan.
“Ada sejumlah cara untuk mengatasi cacingan yakni dengan memeriksa tinja secara periodik setiap enam bulan sekali,” tutur dia.
Di samping itu, kata Saleha, penderita perlu meminum obat cacing dan menjaga kebersihan diri, makanan dan lingkungan sebagai upaya pencegahan. Sedangkan untuk mengobati penyakit cacingan bisa dengan memberi obat yakni dalam bentuk abendazole dan pyrantel pamoat.
Menurut Prof Saleha, anak usia di bawah lima tahun (balita) paling rawan terkena cacingan. Jenis yang sering menyerang adalah cacing gelang. Tingkat prevalensinya di Indonesia mencapai 70 sampai 90 persen.
"Anak-anak biasa main tanah. Jika tanah ini tercemar telur cacing, maka telur tersebut akan masuk ke pencernaan anak-anak," ujarnya.
Telur cacing yang kontak dengan tanah, perlu waktu dua pekan untuk bisa menginfeksi manusia. Setelah dua pekan, telur sudah terisi larva. Telur berjumlah ribuan ini terbawa angin dan hinggap di makanan, atau tetap di tanah.
Apabila masuk ke pencernaan, cacing ini hidup di usus halus dan menghisap zat gizi yang dibutuhkan balita. Untuk bisa menetas menjadi dewasa telur butuh waktu sekitar dua bulan. Selama dua bulan, telur akan berkeliling ke seluruh sistem organ manusia.
Infeksi ringan akan menyebabkan anak mual, tidak nafsu makan, dan diare. Sedangkan dalam jumlah berat akan menyebabkan anak kurang gizi, tingkat kecerdasan menurun dan pertumbuhan terhambat.
Sumber: http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=5841&tbl=cakrawala





Pakar
entomologi kesehatan dari IPB, Dr.drh.Upik Kesumawati Hadi, MS,
menjelaskan bahwa dengan mengenal prilaku nyamuk dapat menghindarkan
kita dari gangguan nyamuk. Nyamuk sendiri gemar hinggap di tempat yang
kurang pencahayaannya, ruangan yang pengap serta yang ada bau keringat
manusia. Oleh karena itu sebaiknya jangan menggantung baju bekas pakai
karena dapat menjadi tempat bersarang nyamuk.
Sedangkan
menurut bapak Toton Suhartanto, perwakilan dari Ikatan Arsitektur
Indonesia (IAI), bangunan rumah yang ideal harus memiliki lebar bukaan
untuk sirkulasi udara & pencahayaan alami sekitar 20 % dari luas
lantai, supaya rumah tidak menjadi gelap & sumpek. Tetapi apabila
sudah terlanjur membangun rumah dengan atap rendah, maka cara untuk
mensiasatinya adalah dengan memastikan rumah memiliki jendela yang
cukup serta ditutup dengan kasa nyamuk sehingga nyamuk sukar masuk
kedalam rumah. Selain itu dapat juga digunakan kelambu di tempat tidur
untuk mencegah gigitan nyamuk saat tidur.












