Selasa, 08 November 2011

Obat Generik Masih Dianggap Tak Berkualitas

Lusia Kus Anna | Asep Candra | Kamis, 3 November 2011 | 16:31 WIB




KOMPAS.com — Kendati Kementerian Kesehatan merevitalisasi peraturan tentang kewajiban menuliskan resep dan menggunakan obat generik di sarana kesehatan pemerintah, masyarakat masih kurang tertarik menggunakan obat generik.
Menurut Direktur Eksekutif International Pharmaceutical Manufacturer Group (IPMG) Parulian Simanjuntak, sampai saat ini, penggunaan obat generik nonmerek baru mencapai 10 persen.
"Sampai saat ini masih ada stigma bahwa kualitas obat generik rendah. Ada keraguan terhadap kualitas obat generik karena harganya yang murah," katanya di Jakarta, Kamis (3/11/2011).
Parulian menjelaskan, sebenarnya kekhawatiran masyarakat itu tidak beralasan karena setiap obat memiliki standar kualitas yang sama.
Obat generik merupakan obat duplikat. Harganya bisa lebih murah dari obat paten karena industri farmasi yang memproduksi obat generik tidak mengeluarkan biaya untuk riset. Ia hanya membuat obat yang kandungan zat aktifnya sama persis dengan obat originator.
Sementara itu, obat originator atau obat yang memiliki paten mengeluarkan biaya teramat besar untuk riset dan uji klinik.
Namun, di Indonesia terdapat anomali. Harga obat generik bermerek di sini bisa lebih mahal daripada originator. Hal itu diduga karena produsen obat farmasi harus mengeluarkan biaya untuk mendekati dokter agar meresepkan obat mereka.
Mengenai dugaan tersebut, Parulian mengakui memang mendengar hal itu. "Tetapi agak sulit dibuktikan. IPMG hanya bisa melakukan pengawasan dan memberi teguran kepada perusahaan farmasi yang terbukti melanggar," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar