Lusia Kus Anna | Selasa, 8 November 2011 | 06:21 WIB
Inisiatif International Diabetes Federation dan WHO, setiap 14 November dirayakan sebagai Hari Diabetes Dunia. Ini menandai ulang tahun Dr Frederick Banting yang berperan menemukan insulin: hormon pengobatan diabetes yang menyelamatkan banyak jiwa. Lalu, tahukah Anda diabetes pada anak?
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, lebih dari 220 juta orang di dunia mengidap diabetes. Jumlah ini mungkin akan lebih dari 2 kali lipat pada 2030 tanpa intervensi bersama. Hampir 80 persen kematian pasien diabetes terjadi di negara berpenghasilan rendah-menengah.
Di tengah kondisi itu, perhatian banyak pihak umumnya masih terfokus pada penderita diabetes dewasa. Padahal, anak dengan diabetes tak kalah memerlukan perhatian dan bantuan.
World Diabetes Foundation menyarankan untuk mencurigai diabetes jika ada anak dengan gejala klinis khas, yaitu 3P dan kadar gula darah (GD) tinggi, di atas 200 mg/dl. GD yang tinggi menyebabkan molekul gula terdapat di dalam air kencing, yang normalnya tak mengandung gula, sehingga sejak dulu disebut penyakit kencing manis.
Gejala 3P adalah polifagi (sering makan karena rasa lapar yang berulang), polidipsi (sering minum karena rasa haus yang berulang), dan poliuri (sering kencing, termasuk mengompol pada malam hari pada anak yang biasanya sudah tidak mengompol, atau pamit kencing berulang saat jam pelajaran di kelas).
Diabetes pada anak umumnya disebut tipe 1, yaitu pankreas rusak dan tak lagi mampu memproduksi insulin dalam jumlah memadai sehingga terjadi defisit absolut insulin. Sebaliknya, diabetes pada orang dewasa umumnya disebut tipe 2, yaitu terjadi kerusakan sel tubuh meskipun insulin sebenarnya tersedia memadai sehingga terjadi defisit relatif insulin.
Diabetes tipe 1 pada anak sering kali didahului keluhan sakit perut berulang dan riwayat infeksi virus, seperti parotitis (atau gondhongen), cacar air (cangkrangen), diare akut, dan flu singapura (HMFD), yang diikuti penyebaran virus sampai ke dan merusak pankreas.
Komplikasi
Diabetes menyebabkan komplikasi akut (jangka pendek) dan kronis (jangka panjang). Komplikasi akut yang dapat berujung pada kematian pasien adalah hiperglikemi (GD tinggi) karena diabetes belum diobati serta hipoglikemi (GD rendah) karena pengobatan yang berlebihan.
Komplikasi kronis adalah kelainan pembuluh darah besar di jantung dan otak ataupun pembuluh darah kecil pada mata, ginjal, dan serabut saraf. Hiperglikemi dapat menyebabkan anak selalu lapar, sering kencing, dehidrasi, lemah, kejang, penurunan kesadaran, dan meninggal mendadak. Hipoglikemi sering membuat anak emosional, mudah marah, lelah, keringat dingin, pingsan, dan kerusakan sel permanen sehingga mengganggu fungsi organ dan proses tumbuh kembang anak.
Penyakit jantung koroner, gagal ginjal, kebutaan, mati rasa, atau meninggal di usia dewasa muda merupakan komplikasi kronis diabetes yang biasanya terjadi setelah anak jadi remaja.
Komplikasi akut hiperglikemi saat ini merupakan titik masuk kecurigaan dokter akan diabetes pada anak. Adanya shock, dehidrasi, kejang, koma, dan kematian mendadak masih diduga disebabkan penyakit yang umum, seperti DBD, diare akut, pneumonia, infeksi otak, apendisitis, atau penyakit lain yang lebih sering.
Kalau tidak dicurigai diabetes dan GD tidak diperiksa, hampir pasti pasien anak akan meninggal karena kesalahan tata laksana medis dengan diagnosis akhir tidak tegak.
Pengobatan
Diabetes tipe 1 pada anak memerlukan pengobatan dengan injeksi insulin, berbeda dengan orang dewasa yang lebih banyak memerlukan obat anti- diabetes oral (OAD) yang ditelan. Insulin diberikan untuk mengatasi komplikasi akut, mencegah kematian dini, mengurangi risiko terjadinya komplikasi kronis, dan mendukung aktivitas harian bersama teman sebaya, termasuk proses tumbuh kembang yang optimal.
Anak diabetes harus diberikan injeksi insulin seumur hidup meskipun sedang sakit, sehat, dalam perjalanan, ataupun menginap di luar rumah, bahkan dalam aktivitas lain.
Pengaturan makan dan olahraga merupakan hal yang tak kalah penting. Namun, anak tak perlu diet atau pengurangan porsi makan seperti penderita dewasa, kecuali jika anak tersebut kegemukan (obesitas).
Semua anak, meskipun menderita diabetes, perlu makanan yang cukup untuk mendukung proses tumbuh kembang. Olahraga dan bermain segala bentuk permainan, termasuk yang menguras tenaga dengan teman sebaya, juga harus tetap dilakukan dan tak boleh dibatasi.
Olahraga dan bermain bersama tersebut sebaiknya merupakan aktivitas yang terencana dengan baik sehingga dosis insulin dapat disesuaikan dengan tinggi rendahnya GD, sehubungan dengan peningkatan kerja otot dalam aktivitas olahraga dan bermain tersebut.
Hari Diabetes Dunia pada 14 November sebenarnya juga mengingatkan akan adanya diabetes pada anak yang perlu diwaspadai. Injeksi insulin sesegera mungkin, setiap hari, dan seumur hidup merupakan salah satu pilar penting dalam pengobatan diabetes pada anak.
FX WIKAN INDRARTO Dokter Spesialis Anak pada Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta; Alumnus S-3 Universitas Gadjah Mada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar