Senin, 26 Desember 2011

Banyak Bayi Belum Terimunisasi Lengkap


Lusia Kus Anna | Sabtu, 24 Desember 2011 | 07:36 WIB



Manokwari, Kompas - Baru 65 persen bayi di Papua Barat mendapat imunisasi dasar lengkap. Penyebabnya, fasilitas kesehatan dan tenaga medis di puskesmas minim dan kesadaran masyarakat kurang.

Menurut Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan Papua Barat Ria M Come, Jumat (23/12), pencapaian imunisasi dasar bagi bayi— hepatitis B, BCG, polio, DPT, dan campak—di bawah target. Yang terendah imunisasi hepatitis B, kurang dari 30 persen dari target 80 persen jumlah bayi lahir.

Penyebabnya, menurut Ria, banyak ibu tak tega melihat bayi menangis saat disuntik, padahal rentang pemberian imunisasi hepatitis B maksimal tujuh hari sejak dilahirkan; jauhnya jarak puskesmas dari rumah penduduk; dan minimnya fasilitas operasional bagi petugas untuk keluar-masuk kampung. Aturan adat di kampung juga tak membolehkan bayi dibawa keluar rumah sebelum dibawa ke gereja.

Pelayanan imunisasi paling rendah terjadi di kabupaten baru mekar, seperti Maybrat dan Tambrauw. ”Namun, di Manokwari dan Sorong Selatan juga tinggi. Hal ini bergantung pada kebijakan kepala daerah,” kata Ria.

Berdasarkan data Dinkes Papua Barat pada Oktober, dari target 65 persen hanya 29,8 persen bayi lahir yang terimunisasi hepatitis B, imunisasi polio 1 tercapai 77,5 persen dari target 80 persen, imunisasi DPT-3 62,1 persen dari target 70 persen, imunisasi campak 71,9 persen dari target 75 persen, dan imunisasi BCG 67 persen dari jumlah bayi lahir.

Data bayi yang tak mendapat imunisasi lanjut sehingga tidak lengkap mencapai 16 persen. Padahal, toleransinya kurang dari 5 persen. Seharusnya, kata Ria, bayi mendapat imunisasi polio 1 sampai polio 4 dan atau DPT 1 sampai DPT 3. Namun, sering orangtua tak membawa bayi diimunisasi karena bayi sakit atau orangtua di luar kampung.

Selain kesadaran orangtua kurang, perhatian dinas kesehatan di tingkat kabupaten juga rendah serta tenaga medis di distrik belum melakukan penyisiran imunisasi dasar. Kendala lain, fasilitas kurang, seperti lemari pendingin guna menyimpan vaksin.

Edi Sunandar, anggota staf Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan Dinkes Papua Barat, mengatakan, banyak lemari pendingin rusak atau puskesmas belum memiliki. Akibatnya, rantai dingin terputus sehingga kualitas vaksin turun dan imunisasi tidak berjalan optimal. Penyimpanan vaksin idealnya bersuhu 2-8 derajat celsius.

Kepala Dinkes Papua Barat Otto Parorongan menyatakan berupaya menambah jumlah lemari pendingin agar rantai dingin tidak terputus. (tht)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar